Sukses

Romo Benny Paparkan Tantangan Pembumian Pancasila Saat Ini

Romo Benny menyebut, untuk bisa menjangkau generasi muda milenial saat ini, diperlukan strategi dan pendekatan pembumian Pancasila yang berbeda.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pembinaan Ideologi Pancasila Republik Indonesia (BPIP RI) melakukan sosialisasi Pancasila di Pati, Jawa Tengah.Salah satu pembicaranya adalah Staf Khusus Dewan Pengarah BPIP RI Romo Benny Susetyo.

Dalam kesempatan itu, Romo Benny mengangkat tema yang berjudul Tantangan Membumikan Pancasila. Dia menjelaskan, pembumian Pancasila atau pengarus-utamaan Pancasila, yakni upaya untuk menghadirkan nilai-nilai dan keutamaan Pancasila dalam praksis keseharian masih menjadi tantangan utama, dimana, tantangan tersebut harus segera disikapi dan dijawab.

"Ini tidak hanya menjadi urgensi bagi BPIP tentu saja, tetapi juga bagi semua pihak terutama yang merasakan kegelisahan serupa untuk turut ambil bagian di dalam masyarakat yang begitu beragam," ujar Romo Benny saat menjadi pembicara di The Safin Hotel, Selasa, 2 April 2019.

Menurutnya, untuk bisa menjangkau generasi muda milenial saat ini, diperlukan strategi dan pendekatan pembumian Pancasila yang berbeda.

Hal itu juga dikarenakan keberadaan generasi muda milenial memiliki karakteristik dan latar belakang sosio-historinya yang berbeda.

"Bagi mereka, sangat mungkin solusi itu justru datang dari antara mereka sendiri," ucapnya.

Acara sosialisasi Pancasila ini dihadiri sekitar 200 orang yang terdiri dari nelayan, petani, aparatur desa, pelajar, mahasiswa, guru, dan Masyarakat Umum. Selain Romo Benny, hadir pula pembicara anggota DPR RI Sutriyono.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

5 Isu Tantangan Pembumian Pancasila

Romo Benny menyebut, masalah pembumian Pancasila yang masih menjadi tantangan utama tersebut terdiri dari lima isu.

Menurutnya, isu pertama pemahaman Pancasila. Di sini, kata dia, tantangan yang dihadapi adalah penurunan intensitas pembelajaran Pancasila serta kurangnya efektivitas dan daya tarik pembelajaran Pancasila.

Selain itu juga, kata Romo Benny, rendahnya tingkat kedalaman literasi masyarakat Indonesia secara umum dan pemahaman Pancasila belum sepenuhnya dikembangkan secara ilmiah baik melalui pendekatan intradisplin, multidisiplin, dan transdisiplin.

"Isu kedua yaitu eksklusivisme sosial. Tantangan yang dihadapi adalah derasnya arus globalisasi sehingga mengarah kepada menguatnya kecenderungan politisasi identitas, menguatnya gejala polarisasi dan fragmentasi sosial yang berbasis SARA, dan kurangnya mengembangkan wawasan dan praktik-praktik pembelajaran multikulturalisme," papar Romo Benny.

Isu ketiga, lanjut dia, adalah soal kesenjangan sosial. Tantangan yang dihadapi adalah masih terjadinya sentralisasi pembangunan ekonomi pada wilayah-wilayah tertentu, meluasnya kesenjangan sosial antarpelaku ekonomi dan kebijakan ekonomi yang mengedepankan sektor ekstraktif yang kurang mengembangkan nilai tambah, serta tingginya tingkat korupsi dan ekonomi rente.

"Isu keempat pelembagaan Pancasila. Tantangan yang dihadapi adalah lemahnya institusionalisasi nilai-nilai Pancasila dalam kelembagaan politik, ekonomi dan budaya, serta masih lemahnya wawasan ideologi Pancasila di kalangan penyelenggara negara," terang Romo Benny.

Isu kelima atau terakhir, sambung dia, adalah keteladanan Pancasila. Tantangan yang dihadapi yaitu kurangnya keteladanan dari tokoh-tokoh pemerintahan dan masyarakat yang diperparah dengan semakin maraknya sikap dan perilaku destruktif yang lebih mengedepankan hal-hal negatif di ruang publik, serta kurangnya apresiasi dan insentif terhadap prestasi dan praktik-praktik baik.

 

3 dari 3 halaman

Siasat Kebudayaan

Selain itu, Romo Benny menjelaskan, siasat kebudayaan merupakan sebuah rintisan pemikiran terkait upaya untuk membumikan ide-ide besar dalam praksis sehari-hari.

Menurutnya, terdapat 8 pokok siasat kebudayaan, yaitu tindakan untuk membangkitkan kembali kebiasaan berpikir serius, mengubah konsep ekonomi dari urusan pasar dan jual beli uang ke urusan mata pencarian warga biasa, serta melatih kebiasaan mau mengakui kesalahan dan berkata benar.

"Keempat, melatih kebiasaan berpolitik karena tanggung jawab dan komitmen pada kehidupan publik bukan pribadi. Lalu melatih hasrat belanja karena perlu, bukan karena mau," ucap dia.

Keenam, sambung Romo Benny, membangun kebiasaan baru seluas bangsa untuk menilai bahwa korupsi, plagiarisme, dan mencontek bukan hal lazim, tapi kriminalitas.

"Ketujuh, untuk mengembalikan profesi sebagai janji publik, bukan sekedar keahlian. Serta, untuk melatih bertindak karena komitmen, bukan semata karena suka," pungkas Romo Benny.

Dia menegaskan, gotong royong sudah menjadi budaya nusantara dengan beragam istilah atau kegiatan. Di antaranya adalah Gugur Gunung di Yogyakarta, Sambatan di Jawa, Song-Osong Lombhung di Madura, serta Ngayah di Bali.

"Selain itu ada pula Helem Foi Kenambai Umbai di Papua, Ammossi di Sulawesi Selatan, Mapalus di Minahasa, Paleo di Kalimantan Timur, Hoyak Tabuik di Sumatera Barat, dan Siadapari di Sumatera Utara," tandasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.