Sukses

3 Fakta Terkait Tarif MRT Jakarta

Penetapan tarif MRTJakarta tidak ada kaitannya dengan Pemilu 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Tarif Mass Rapid Transit atau Moda Raya Terpadu (MRT) telah diresmikan. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemprov DKI Jakarta memutuskan tarif untuk MRT fase 1 rata-rata Rp 8.500.

"Ini saya langsung mengambil satu keputusan. Kita ambil jalan tengah, yaitu nominal Rp 8.500. LRT Rp 5.000, setuju?" tanya Prasetyo yang dijawab "Setuju" oleh anggota DPRD DKI," kata Prasetio di gedung DPRD DKI Jakarta, Senin, 25 Maret 2019.

MRT Jakarta mulai beroperasi secara penuh, terhitung Senin, 25 Maret kemarin dengan rute Lebak Bulus-Bundaran HI. Namun, masih digratiskan hingga Minggu, 31 Maret 2019.

Berikut fakta terkait tarif MRT Jakarta: 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1. Tak Terkait Pemilu

Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi menyebut, penetapan tarif kereta Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta tidak ada kaitannya dengan Pemilu 2019. Tarif MRT disepakati Rp 10 ribu per 10 kilometer.

"Enggak ada lah, enggak ada kayak gitu," kata Prasetio di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (26/3/2019).

Politikus PDI Perjuangan itu menyatakan, tidak ada perbedaan tarif MRT Jakarta saat rapim gabungan, Senin, 25 Maret 2019 dengan keputusannya setelah bertemu dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan hari ini.

Dia mengatakan, tarif MRT Jakarta ditentukan berdasarkan jarak tempuh penumpang dari stasiun keberangkatan ke tujuan.

"Saya menjelaskan kenapa kemarin saya Rp 8.500. Saya menghitung kalau ini dibelah tengah ini sama. Orang tep pertama Rp 3 ribu, terus mau keluar di mana, dari HI ke Setiabudi, tambah seribu jadi Rp 4 ribu dia. Kan orang asumsi, seakan-akan flat aja ini bahwa jauh dekat Rp 8.500. Tidak," kata Prasetio. 

3 dari 4 halaman

2. Beda Setiap Stasiun

Pemprov dan DPRD DKI Jakarta menyetujui penetapan tarif kereta Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta dengan rata-rata Rp 8.500.

Kesepakatan itu terjadi setelah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melakukan komunikasi bersama Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetio Edi Marsudi.

"Alhamdulillah tadi kita mendiskusikan bersama di ruang Pak Ketua DPRD dan seperti disampaikan bahwa MRT ini moda transportasi yang baru di Indonesia," kata Anies di gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa (26/3/2019).

Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan, bersama Prasetio juga telah menyepakati tarif per 10 kilometer sebesar Rp 10 ribu.

Dia menjelaskan, perhitungan tarif didasarkan pada jarak antarstasiun MRT. Sehingga penumpang akan dikenai tarif yang berbeda berdasarkan stasiun kedatangan dan tujuan.

Dalam tabel yang ditunjukan Anies tarif dari Lebak Bulus-Fatmawati senilai Rp 4 ribu, sementara dari Lebak Bulus-Cipete Raya sebesar Rp 5 ribu.

"Jadi kalau ditanya berapa tarif MRT, lah Anda mau naik dari mana, tujuannya ke mana dari situ keluar tarifnya," ucapnya.

Sementara itu untuk tarif Light Rail Transit (LRT) Jakarta, Prasetio menyatakan tetap dan tidak berubah, yakni flat sebesar Rp 5 ribu dari Kelapa Gading-Velodrome.

4 dari 4 halaman

3. YLKI Sebut Cukup Adil

Kendati terbilang terlambat, putusan dan persetujuan tersebut dinilai layak diberikan apresiasi.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi, mengatakan besaran tarif yang ditetapkan cukup fair dan akomodatif bagi kepentingan konsumen.

"Namun demikian, agar kinerja MRT Jakarta benar-benar optimal, maka perlu didukung beberapa langkah strategis lainnya, khususnya dalam hal rekayasa lalu lintas," ujar dia di Jakarta, Selasa (26/3/2019).

Langkah strategis yang dimaksud YLKI, ucap Tulus, antara lain melakukan pengendalian atau pembatasan kendaraan pribadi di koridor yang dilewati MRT Jakarta. Tanpa upaya pengendalian penggunaan kendaraan pribadi, maka keinginan pengguna kendaraan pribadi untuk pintah ke MRT akan minim.

Kemudian, kata Tulus, juga harus ada transportasi pengumpan yang mengintegrasikan dengan stasiun MRT. Hal ini juga harus disertai dengan adanya tiket MRT yang terintegrasi dengan tiket transportasi pengumpan, terutama terintegrasi dengan TransJakarta.

"Pemprov DKI Jakarta dan manajemen MRT Jakarta harus belajar atas kasus yang dialami Kereta Bandara dan LRT Palembang, yang hingga kini belum optimal kinerjanya, karena masih minim penumpang. Jangan sampai MRT Jakarta mengulang kejadian yang dialami LRT Palembang dan Kereta Bandara tersebut," ucap dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.