Sukses

Jaksa Tuntut Idrus Marham Dipenjara 5 Tahun

KPK menuntut Idrus Marham 5 tahun penjara atas penerimaan suap Rp 2,25 miliar terkait proyek PLTU Riau-1.

Liputan6.com, Jakarta - Jaksa penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menuntut Mantan Menteri Sosial Idrus Marham 5 tahun penjara atas penerimaan suap Rp 2,25 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo terkait proyek PLTU Riau-1.

"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Idrus Marham pidana penjara 5 tahun, pidana denda Rp 300 juta atau subsider 4 bulan kurungan," ucap jaksa Lie Putra saat membacakan tuntutan Idrus di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2019).

Jaksa menilai perbuatan Idrus Marham terbukti dengan perannya yang cukup aktif berkomunikasi dengan Eni Maulani Saragih, mantan anggota Komisi XI DPR sekaligus terdakwa dalam kasus yang sama, membahas proyek tersebut.

Jaksa menyebut penerimaan uang oleh Idrus Marham sebesar Rp 2,25 miliar diterima melalui staf Eni bernama Tahta Maharaya. Uang tersebut dipergunakan kepentingan musyawarah nasional luar biasa (munaslub) Partai Golkar 18 Desember 2017, dengan agenda penetapan Ketua Umum menggantikan Setya Novanto yang terjerat kasus korupsi proyek e-KTP.

Dalam tuntutan, jaksa mencantumkan hal memberatkan yakni perbuatan mantan Sekretaris Jenderal Partai Golkar itu tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Hal Meringankan

Sementara, ada hal meringankan dari tuntutan Idrus yaitu bersikap sopan selama persidangan, belum pernah dipidana, dan tidak menikmati hasil kejahatannya. "Hal yang meringankan sopan, belum pernah dipidana, tidak menikmati hasil kejahatan," ujarnya.

Idrus dituntut telah melanggar Pasal 12 huruf a atau Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

Kasus ini berawal saat Johannes Budisutrisno Kotjo menemui Setya Novanto untuk membantu memfasilitasinya bertemu dengan pihak PT PLN. Sebab tidak ada respons dari pihak PLN atas surat PT Samantaka Batubara yang memohon agar proyek pembangkit mulut tambang dimasukan ke dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Setya Novanto kemudian mengutus Eni mengawal Johannes agar mendapatkan proyek tersebut. Dikarenakan Setya Novanto tersandung korupsi proyek e-KTP, Eni kemudian berkomunikasi dengan Idrus sebagai pelaksana tugas Ketua Umum.

Beberapa kali, Idrus juga menemui Johannes Budiautrisno Kotjo dan melobi agar mau membantu Eni secara finansial atas pencalonan M Al Khadziq, suami Eni, sebagai kepala daerah di Kabupaten Temanggung.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.