Sukses


Kisruh DPT Pemilu 2019, MPR RI: Masalah Besar Bagi Negara dan Harus Segera Diselesaikan

Anggota MPR RI dari Fraksi PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan kisruh DPT masih terjadi karena adanya kesalahan manajemen sistem kependudukan.

Liputan6.com, Jakarta Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019 yang diduga tidak wajar, manipulatif, invalid, dan ganda kembali dilaporkan oleh peserta pemilu serentak 2019. Tak tanggung-tanggung, angkanya mencapai 17,5 juta DPT. Menanggapi masalah DPT ini, Anggota MPR RI dari Fraksi PAN Viva Yoga Mauladi mengatakan bahwa kisruh DPT masih terjadi karena adanya kesalahan manajemen sistem kependudukan.

"Kalau kita sudah punya Single Identity Number (SIN), maka sebagian besar persoalan DPT akan selesai. Karena SIN masih dalam proses, maka yang terjadi adalah saat ini masih ada masalah besar soal DPT yang invalid," ujar Viva Yoga Mauladi saat diskusi Empat Pilar MPR dengan tema "Mengawal Legitimasi DPT Pemilu 2019" di Media Center, Gedung Nusantara III Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat (15/3).

Diskusi yang digelar oleh Biro Humas MPR RI bekerjasama dengan Pengurus Koordinatoriat Wartawan Parlemen ini turut menghadirkan pembicara Anggota MPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima dan Direktur PARA Syndicate Ari Nurcahyo.

Mengawali diskusi, Viva menyatakan bahwa kisruh DPT ini bukan yang pertama. Masalah DPT sudah terjadi sejak pemilu tahun 1999 hingga sekarang. Oleh karena itu DPT menjadi masalah besar bagi negara.

"DPT merupakan masalah besar bagi negara, bagi pemerintah Republik Indonesia dan siapapun yang berkuasa nanti. Ini masalah besar dan penting untuk dipersoalkan," kata Viva.

Ada tiga alasan menurut Viva DPT penting dipersoalkan. "Pertama, Menyelamatkan hak konstitusional warga negara Indonesia (WNI) yang dijamin oleh negara, bahwa setiap WNI punya hak untuk memilih dan dipilih. Kedua, untuk peningkatan partisipasi rakyat. Bicara soal partisipasi, kalau naik berarti terjadi peningkatan legitimasi politik baik lembaga legislatif maupun ekskutif.

"Ketiga, kenapa DPT ini penting dikritik dan harus dibicarakan karena untuk peningkatan demokrasi electoral," jelas Viva.

Viva menegaskan bahwa kritik terhadap DPT bukan upaya untuk mendelegitimasi penyelenggara pemilu. Melainkan untuk menyelesaikan polemik DPT agar bersih dan bebas masalah administrasi.

"Tidak ada upaya mendelegitimasi penyelenggara pemilu. Ini sikap yang baik agar semuanya bersih dan kesepahaman, tidak ada problem proses administrasi.

"Proses yang menyangkut hajat hidup orang banyak dan untuk kepentingan negara harus transparan, objektif dan dilakukan manajemen yang baik," tambah Viva.

 

Sementara itu anggota MPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima mengatakan polemik DPT yang terjadi belakangan ini bisa diatasi dengan transparansi. KPU sudah menyediakan data untuk divalidasi.

Anggota MPR dari Fraksi PDI Perjuangan, Aria Bima memaparkan bahwa polemik DPT bisa di atasi dengan transparansi. Dengan transparansi, maka sangat mudah untuk melacak data DPT. Aria mengajak semua pihak untuk buka-bukaan soal DPT secara transparan.

"Masih ada waktu, kita buka-bukaan saja, transparan," ujar Aria.

"Karena sekarang semua data bisa diakses. Lewat gadget kita bisa buka DPT. Masing-masing parpol juga sudah mendapat softcopy DPT. Validasi tidak hanya dilakukan parpol dan penyelenggara pemilu, tapi seluruh peserta pemilu juga melakukan validasi," tambahnya.

Direktur Para Syndicate Ari Nurcahyo menawarkan tiga solusi. Pertama, solusi taktis atau jangka pendek untuk mengantisipasi Pemilu 17 April 2019. Guna menjamin warga negara indonesia bisa menggunakan hak pilih secara konstitusional.

"Walaupun sudah terdaftar di DPT, sudah dapat undangan atau form C6, harus validasi dengan e-ktp," kata Ari.

"Tidak terdaftar di DPT tapi punya e-ktp tetap bisa memilih sesuai lokasi TPS, tapi hanya bisa memilih di atas jam 12. Kemudian untuk daftar pemilih tambahan, yang pindah TPS, ini yang perlu di antisipasi apakah cukup dalam satu jam untuk memilih. Sehingga yang tidak masuk DPT tapi punya e-ktp itu bisa dilayani," jelasAri.

Kedua, solusi strategi atau kebijakan jangka panjang menurut Ari adalah memutus aktor dan mata rantai pemain pemain data kependudukan.

"Harusnya, data kependudukan itu di dukcapil saja, ini vendor juga punya perekaman lebih lengkap dari Depdagri. Ini hal yang riskan membuka peluang aktor-aktor untuk bermain," jelas Arri. Untuk solusi ketiga, Ari menjelaskan bahwa sistem pemilu berbasis digital menjadi gagasan bersama. 

"Ketiga, memasuki industri 4.0, sistem pemilu berbasis digital itu menjadi gagasan bersama. Mencoblos dengan kertas iya, tapi harus ada pembanding antara proses konvensional dan digital. Memadukan proses konvensional dan berbasis digital yang terakreditasi. Pemilu berbasis digital dan konvensional menjadi solusi sehingga pemilu 2024 tidak ada lagi kisruh DPT," tutup Ari.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.