Sukses

Penamaan Unsur Geografi Harus Mencerminkan Sejarah Masyarakatnya

Pembakuan nama unsur geografi harus tetap memperhatikan rekomendasi PBB yang mewajibkan penamaan menggunakan bahasa lokal untuk mengekalkan sejarah migrasi dan jati diri penduduk setempat.

Liputan6.com, Jakarta Nama adalah bagian tak terpisahkan dari sosok dan kehidupan manusia. Hal itu disampaikan oleh Dr. Multamia RMT Lauder dalam Gelar Wicara dan Tunas Bahasa Ibu dalam rangka Hari Bahasa Ibu Internasional di Gedung Samudra, Badan Pembinaan dan Perlindungan Bahasa, Rawamangun, Rabu (21/02/2019).

Mia, ahli bahasa dari Universitas Indonesia, mengatakan bahwa manusia dapat kehilangan segalanya. Namun, ada yang tetap melekat pada dirinya, sekali pun dia telah tiada, yaitu nama diri dan nama tempat kelahiran.

“Urusan nama ini tidak main-main. Karena fungsinya untuk berkomunikasi dan berkoordinasi, PBB sampai membentuk dua organisasi khusus untuk mengurusi soal nama,” ujar Mia.

Keduanya adalah UNGEGN (United Nations Group of Experts on Geographical Names) dan UNCSGN (United Nations Conference on Standardization of Geographical Names).

Mia menyebut, nama memiliki peran yang sangat penting bagi kehidupan manusia, baik nama diri ataupun nama tempat. Sebab, nama sangat diperlukan untuk berkomunikasi, berkoordinasi, serta menyampaikan informasi. Mengutip penelitian Computational Linguistik pada 2019, Mia menekankan bahwa nama muncul dalam pemberitaan media massa hampir sebesar 34 persen.

Namun, hingga saat ini, studi toponimi yang menyangkut kajian ilmu historical linguistics (Linguistik Historis Komparatif) bersama bidang studi antroponimi belum sungguh-sungguh diperhatikan. Bila toponimi adalah kajian mengenai nama tempat, maka antroponimi adalah kajian mengenai nama diri.

Salah satunya adalah terkait verifikasi nama pulau di Indonesia. Menurut Mia, Indonesia bergabung bersama Asia South East Division di UNGEGN. Di markas besar PBB di New York, sidang dilakukan setiap dua tahun sekali. Setiap sidang, Indonesia telah melaporkan perkembangan pulau-pulau yang sudah diberi nama.

Mia menjelaskan, “Pada 2007 telah terverifikasi 4.981 pulau bernama, tahun 2012 telah terverifikasi 13.466 pulau bernama, tahun 2017 telah terverifikasi 16.056 pulau bernama, dan tahun 2019 telah terverifikasi 16.671 pulau bernama.”

Namun, menurut dia, pekerjaan belum selesai karena masih ada sekitar 800 pulau yang belum bernama di Indonesia, termasuk di Laut Natuna Utara yang merupakan batas terdepan Indonesia dengan negara lain.

“Saya mengharapkan pulau-pulau ini bisa diberi nama seperti nama bahasa daerah lokal setempat karena nama terkait jati diri,” ujarnya.

Penamaan menjadi penting, sebab jika tidak dinamai, pulau-pulau terdepan  ini riskan diklaim oleh negara lain. Kalau sudah demikian, Mia mengingatkan, motifnya adalah ekonomi, sebab wilayah 200 mil dari batas landas kontinen—yang dikenal dengan nama Zona Ekonomi Eksklusif—akan menjadi milik negara tersebut.

Meski demikian, Mia mengingatkan bahwa pembakuan nama unsur geografi harus tetap memperhatikan rekomendasi PBB yang mewajibkan penamaan menggunakan bahasa lokal untuk mengekalkan sejarah migrasi dan jati diri penduduk setempat.

“Misalnya ada daerah bernama Pringsewu di Lampung. Dari nama itu bisa dilacak bahwa pernah terjadi migrasi besar-besaran dari Jawa ke Lampung pada zaman dahulu,” ujarnya menjelaskan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

111 Pulau Terdepan

Pemerintah sendiri telah menerbitkan senarai 111 nama pulau-pulau kecil terluar yang merupakan penanda batas negara. Peraturan itu sudah diterbitkan dalam PP 38/2002 yang kemudian direvisi menjadi PP 37/2008 dan diperbarui melalui KepPres 6/2017.

Keppres ini tentang Penetapan Pulau-Pulau Kecil Terluar ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 2 Maret 2017.

Menurut Keppres ini, Pulau-Pulau Kecil Terluar sebagaimana dimaksud disusun dalam daftar yang terdiri dari nama pulau, nama lain pulau, perairan, koordinat titik terluar, titik dasar dan petunjuk jenis garis pangkal, dan provinsi, sebagaimana tercantum dalam Lampiran 1 yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Presiden ini.

Pulau-Pulau Kecil Terluar sebagaimana dimaksud, yang terdiri dari nama pulau, nama lain pulau, perairan, koordinat titik terluar, titik dasar dan petunjuk jenis garis pangkal, dan provinsi, sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Presiden ini.

Pada saat Keputusan Presiden ini mulai berlaku, menurut Keppres, ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) dan Lampiran Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Terluar, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

“Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,” bunyi Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017 yang ditetapkan pada 2 Maret 2017.

Inilah 111 Pulau-Pulau Kecil Terluar:

Kepulauan Riau: 1. Pulau Berakit; 2. Pulau Sentut; 3. Pulau Tokong Malang Biri; 4. Pulau Damar; 5. Pulau Mangkai; 6. Pulau Tokong Nanas; 7. Pulau Tokongbelayar; 8. Pulau Tokongboro; 9. Pulau Semiun; 10. Pulau Sebetul; 11. Pulau Sekatung; 12. Pulau Senua; 13; Pulau Subi Kecil; 14. Pulau Kepala; 104. Pulau Tokonghiu Kecil; 105. Pulau Karimun Anak; 106. Pulau Nipa; 107. Pulau Pelampung; 108. Pulau Batuberantai; 109. Pulau Putri; 110. Pulau Bintan; 111. Pulau Malang Berdaun. 

Kalimantan Utara: 15. Pulau Sebatik; 16. Karang Unarang.

Kalimantan Timur: 17. Pulau Maratua; 18. Pulau Sambit.

Sulawesi Tengah: 19. Pulau Lingian; 20. Pulau Solando; 21. Pulau Dolangan.

Sulawesi Utara: 22. Pulau Bongkil (Pulau Bangkit); 23. Pulau Mantehage (Pulau Manterawu); 24. Pulau Makalehi; 25. Pulau Kawaluso; 26. Pulau Kawio; 27. Pulau Marore; 28. Pulau Batuwaikang; 29. Pulau Miangas; 30. Pulau Marampit; 31. Pulau Intata; 32. Pulau Kakorotan; 33. Pulau Kabaruan.

Maluku Utara: 34. Pulau Yiew Besar.

Papua Barat: 35. Pulau Moff (Pulau Budd); 36. Pulau Fani; 37. Pulau Miossu.

Papua:  38. Pulau Fanildo; 39. Pulau Bras; 40. Pulau Befondi; 41. Pulau Liki; 42. Pulau Habe; 43. Pulau Komolom; 44. Pulau Kolepom; 45. Pulau Laag; 46. Pulau Puriri.

Maluku: 47. Pulau Ararkula; 48. Pulau Karerei (Pulau Karaweira Besar); 49. Pulau Penambulai; 50. Pulau Kultubai Utara; 51. Pulau Kultubai Selatan; 52. Pulau Karang; 53. Pulau Enu; 54. Pulau Batugoyang; 55. Nuhuyut (Pulau Kei Besar); 56. Pulau Larat; 57. Pulau Sutubun; 58. Pulau Selaru; 59. Pulau Batarkusu; 60. Pulau Marsela; 61. Pulau Metimarang; 62. Pulau Letti; 63. Pulau Kisar; 64. Pulau Wetar; 65. Pulau Lirang.

Nusa Tenggara Timur (NTT): 66. Pulau Alor; 67. Pulau Batek; 68. Pulau Rote; 69. Pulau Ndana; 70. Pulau Sabu; 71. Pulau Dana; 72. Pulau Mangudu.

Nusa Tenggara Barat (NTB): 73. Gili Sepatang (Pulau Sophialouisa).

Bali: 74. Pulau Nusa Penida.

Jawa Timur: 75. Pulau Nusabarong (Pulau Barong); 76. Pulau Ngekel (Pulau Sekel); 77. Pulau Panikan.

Jawa Tengah: 78. Pulau Nusakambangan.

Jawa Barat: 79. Pulau Batukolotok; 80. Pulau Nusamanuk.

Banten: 81. Pulau Deli; 82. Pulau Karangpabayang; 83. Pulau Guhakolak.

Lampung: 84. Pulau Bertuah (Pulau Batukecil).

Bengkulu: 85. Pulau Enggano; 86. Pulau Mega.

Sumatera Barat: 87. Pulau Sibaru-baru; 88. Pulau Pagai Utara; 89. Pulau Niau.

Sumatera Utara: 90. Pulau Simuk; 91. Pulau Wunga; 99. Pulau Berhala.

Aceh: 92. Pulau Simeulue Cut; 93. Pulau Salaut Besar; 94. Pulau Raya; 95. Pulau Rusa; 96. Pulau Bateeleblah; 97. Pulau Rondo; 98. Pulau Weh.

Riau: 100. Pulau Batumandi; 101. Pulau Rupat; 102. Pulau Bengkalis; 103. Pulau Rangsang.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.