Sukses

Perjalanan Kasus Dugaan Ujaran Kebencian Ahmad Dhani

Pengacara Ahmad Dhani tetap berharap kliennya bebas dari hukuman.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus dugaan kebenciaan atau hate speech yang dilakukan oleh Ahmad Dhani Prasetyo masih terus berjalan. Bahkan pada hari ini, Senin (28/1/2019) ia menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Ahmad Dhani dituntut 2 tahun penjara. Ia menjalani sidang perdana kasus ini pada 16 April 2018. Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Ahmad Dhani dengan pasal berlapis.

Pasal 45 huruf A ayat 2 junto 28 ayat 2 UU Nomor 19 Tahun 2016 Junto UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE junto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Meski begitu, pengacaranya, Hendarsam Marantoko berharap majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memvonis bebas kliennya terkait kasus ujaran kebencian.

"Harapannya sesuai permintaan dalam pledioi untuk membebaskan klien kita Ahmad Dhani," kata Hendarsam.

Lalu, bagaimana perjalanan kasus Ahmad Dhani? Berikut perjalanan kasus Ahmad Dhani yang dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

1. Unggahan Ahmad Dhani

Kasus dugaan pencemaran nama baik ini bermula dari ujaran Ahmad Dhani yang termuat di video Facebook. Saat itu Dhani, yang berada di Hotel Majapahit Surabaya, hendak menghadiri deklarasi tagar 2019 ganti presiden pada Minggu, 29 Agustus 2018.

Namun dia dihadang oleh sejumlah anggota Koalisi Bela NKRI, sehingga Dhani harus tetap berada di hotel. Saat itulah dia menyampaikan ujarannya. Dalam videonya, Dhani diduga menyebut orang-orang yang menghadangnya idiot.

"Ini yang mendemo, yang demo ini yang membela penguasa. Lucu, lucu. Ini, ini idiot-idiot ini, idiot-idiot ini. Mendemo, mendemo orang yang tidak berkuasa," ucap Dhani dalam video itu.

Sebelum kasus dugaan ucapan idiot ini, Dhani memang telah beberapa kali dilaporkan ke pihak kepolisian. Status tersangka dalam dua kasus telah diterima Dhani.

Pertama pada 2 Desember 2016, Dhani diumumkan polisi sebagai tersangka kasus makar. Awal mulanya, Dhani dan sembilan aktivis ditangkap polisi pada malam sebelumnya, yakni Kamis, 1 Desember 2016.

Dhani ditangkap di Hotel Sari Pan Pacific, Jakarta. Selain Dhani, ada nama lain yang ditangkap yaitu Rachmawati Soekarnoputri dan Ratna Sarumpaet.

Terhadap Dhani dan tujuh orang lainnya yang ditangkap, polisi menerapkan pasal tentang makar atau upaya menjatuhkan pemerintahan yang sah berdasarkan Pasal 107 KUHP juncto Pasal 110 KUHP juncto Pasal 87 KUHP. Pasal makar ancaman pidananya adalah penjara seumur hidup.

Kasus kedua yaitu pada 28 Agustus 2017, Dhani kembali menjadi tersangka. Kali itu dia diumumkan menjadi tersangka oleh Polres Jakarta Selatan dalam kasus cuitan sarkastik di akun Twitter-nya.

Kasus ini berawal ketika Ahmad Dhani dilaporkan relawan Basuki Tjahaja Purnama (Ahok)-Djarot Saiful Hidayat (BTP Network) pada 10 Maret 2017, gara-gara cuitan sarkastis di akun Twitter-nya.

Dalam cuitannya, Dhani menyebut siapa saja pendukung penista agama adalah bajingan yang perlu diludahi. Unggahan akun Twitter @AHMADDHANIPRAST pada 06 Maret 2017, pukul 14.59 WIB: "Siapa saja yg dukung Penista Agama adalah Bajingan yg perlu di ludahi muka nya ADP".

Kemudian pada 7 Februari 2017 (pukul 08.14 WIB) ada unggahan dari akun tersebut. "Yg menistakan Agama si Ahok Yg diadili KH Ma’mf Amin ADP."

Laporan dari Ketua BTP Network Jack Boyd Lapian diterima Polda Metro Jaya dengan Tanda Bukti Laporan (TBL) bernomor LP/1192/III/2017/PMJ/Ditreskrimsus. Jack melaporkan Dhani dengan tuduhan Pasal 28 ayat (2) juncto Pasal 45 ayat (2) UU RI No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Berdasarkan posting-an atau unggahan lain antara 7 Februari sampai dengan 7 Maret 2017 serta komentar cuitan itu terkait dengan proses sidang kasus Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka tindak pidana.

 

3 dari 4 halaman

2. Pledoi Ditolak

Pengacara Ahmad Dhani, yakni Hendarsam Marantoko, membacakan pleidoi. Salah satu poinnya menyatakan, tiga twit kliennya tidak berdiri sendiri dan tidak dapat dihubungkan satu dengan yang lain.

Alasan pengacara, akun Twitter terdakwa bukan akun khusus yang dibuat Dhani untuk Ahok saja. Ini dapat dilihat dalam Twitter terdakwa yang membahas banyak hal. Kemudian juga tidak terdapat penomoran pada ketiga twit yang didakwakan penuntut umum sebagai dasar keterkaitannya.

Sementara jaksa penuntut umum (JPU), Yanti, membantah materi pleidoi dengan mengutip keterangan ahli.

Menurut dia, berdasarkan posting-an atau unggahan lain antara 7 Februari sampai dengan 7 Maret 2017 serta komentar posting-an/unggahan akun Twitter @AHMADDHANIPRAST pada 06 Maret 2017, pukul 14.59 WIB: "Siapa saja yg dukung Penista Agama adalah Bajingan yg perlu di ludahi muka nya ADP" terkait dengan proses sidang kasus Sdr. Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka tindak pidana.

Selain itu, twit Ahmad Dhanidinilai sebagai pernyataan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap sesuatu atau golongan penduduk Negara Indonesia dan dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalahgunaan, atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di Indonesia.

"Sebagai contoh, pada 7 Februari 2017 (pukul 08:14 WIB) ada unggahan dari akun tersebut, “Yg menistakan Agama si Ahok Yg diadili KH Ma’mf Amin ADP”. Pernyataan atau kalimat itu dengan jelas menyebut nama dan perbuatan seseorang yang terkait dengan proses persidangan tersebut," kata Yani, Senin, 7 Januari 2019.

Ia menyatakan, unggahan akun Twitter itu juga dapat dikatakan terkait dengan Pilkada DKI 2017 yang melibatkan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai cagub DKI Jakarta periode 2017-2022, terutama unggahan pada 7 Maret 2017, pukul 12.00 WIB.

Karena itu, jaksa berpendapat perbuatan terdakwa telah memenuhi unsur-unsur Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat (2) UU RI No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Maka kami menyatakan tetap pada tuntutan yang telah kami bacakan pada persidangan hari Senin tanggal 26 November 2018," ujar dia.

Dalam sidang yang berlangsung 26 November itu, jaksa meminta majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman dua tahun penjara terhadap Ahmad Dhani. Ini lantaran Dhani dinilai terbukti secara sah menimbulkan kebencian terhadap suatu golongan.

 

4 dari 4 halaman

3. Vonis 1,5 Tahun Penjara

Ahmad Dhani Prasetyo menjalani sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (28/1/2019). Amar putusan dibacakan oleh H. Ratmoho selaku Hakim Ketua.

Dalam putusan, Ahmad Dhani diganjar 1 tahun enam bulan kurungan penjara atas kasus dugaan ujaran kebencian (hate speech) yang dilakukannya. Hukuman tersebut lebih rendah dari tuntutan Jaksa.

"Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menyatakan terdakwa Ahmad Dhani Prasetyo terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja dan tanpa hak menyuruh melakukan menyebarkan informasi dan ditunjukkan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan ras, suku atau golongan. Dan menjatuhkan hukuman 1 tahun enam bulan penjara," kata dia, Senin (28/1/2019).

Selain itu, Ratmoho meminta sejumlah barang bukti disita untuk dimusnahkan.

"Menetapkan barang bukti berupa flash disk berupa isi screen shoot twitter. Selain itu, handphone beserta simcard Indosat, XL dirampas untuk dimusnahkan dengan cara dinonaktifkan melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Keminfo). Kemudian, satu email dan akun twitter juga dirampas dan dimusnahkan,"

Ratmoho menilai Ahmad Dhani terbukti melanggar pasal 45 huruf A ayat 2 junto 28 ayat 2 UU RI Nomor 19 Tahun 2016 Junto UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang ITE junto Pasal 55 ayat 1 KUHP.

Adapun pertimbangan putusan tersebut, hal yang memberatkan adalah meresahkan masyarakat, berpotensi memecah belah antar golongan. Sedangkan yang meringankan koperatif selama persidangan, dan tidak pernah dihukum.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.