Sukses


HNW Dorong Pesantren Mencetak Santri Mandiri dan Mampu Berkontribusi Pada Bangsa

Wakil Ketua MPR HIdayat Nur Wahid menjadi pembicara utama dalam seminar pesantren nasional yang digelar Yayasan Pendidikan Islam Qudwatul Ummah, Kalanganyar, Lebak, Banten.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan Banten adalah daerah yang perlu diteladani dalam soal kesantrian sebab dari wilayah ini muncul dua sosok besar ulama yang selalu dikenang. Dua ulama tersebut adalah Syeh Nawawi Al Bantani dan Yusuf Makasari.

Diungkapkan oleh HNW, Nawawi menulis berbagai buku, kitab; dan kitab itu hingga saat ini masih dijadikan rujukan. Sedangkan Yusuf Makasari, menurut HNW adalah seorang tokoh yang memang berasal dari Makassar namun dirinya mufthi, penasehat Sultan Banten. Hal tersebut disampaikan HNW  

"Di Mesir kitab Syeh Nawawi menjadi kajian. Nasehat Yusuf Makasari yang menyebabkan Sultan antipenjajahan. Ini yang membuat Yusuf Makasari diasingkan di Afrika Selatan oleh Belanda. Meski diasingkan, namun beliau menyebarkan Islam di sana. Jadi Islam menyebar di Afrika Selatan bukan dari Arab namun dari Indonesia", jelas HNW saat menjadi pembicara utama dalam seminar pesantren nasional yang digelar Yayasan Pendidikan Islam Qudwatul Ummah, Kalanganyar, Lebak, Banten (28/1).

Mengingat dua ulama besar itu, perlu dilakukan agar para santri dan pesantren tak inferior. Sebagai bangsa yang sudah sejajar dengan bangsa yang lain, menurut HNW peran ulama sangat besar.

"Bangsa ini bisa merdeka juga karena berkat perjuangan ulama," tegas HNW.

Sebagai lembaga yang hadir sebelum Indonesia ada, pesantren mengalami perkembangan yang sangat pesat. Pada tahun 2003/2004, jumlah pesantren 14.656 namun pada tahun 2014/2015, jumlahnya meningkat menjadi 28.961. Jumlah santri sekarang mencapai 3.962.000 orang.

Menurut HNW, pesantren yang ada dikelola oleh organisasi-organisasi ummat Islam seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan lembaga atau yayasan ummat lainnya. Pesantren diharapkan tak hanya mandiri bagi dirinya sendiri namun juga bisa berkontribusi bagi bangsa dan negara.

Meski pesantren tumbuh pesat di masyarakat, HNW mengakui masih banyak pesantren yang keberadaannya masih mengenaskan. Baik dari segi sarana - prasana maupun kesejahteraan pendidiknya. Untuk itu dalam soal anggaran pendidikan sebesar 20 persen, harus ada keadilan anggaran.

"Soal anggaran pendidikan tak boleh membedakan pendidikan umum dan agama. Keadilan anggaran inilah yang perlu terus diupayakan," jelas HNW.

HNW berharap, pemerintah dengan sungguh-sungguh memperhatikan keberadaan pesantren. Sebab tugas lembaga ini mempunyai tujuan seperti yang diamanatkan oleh UUD NRI Tahun 1945.

"Tujuan pendidikan yang diamanatkan oleh konstitusi adalah melahirkan manusia Indonesia yang beriman, bertaqwa, dan memiliki akhlak mulia. Sosok-sosok seperti inilah yang menurut HNW ilmunya diajarkan di pesantren. Sehingga pesantren adalah soko guru pendidikan di Indonesia," terang HNW.

Mencetak generasi seperti diamanatkan oleh UUD merupakan hal yang penting, apalagi menyambut masa bonus demografi. Dalam masa itu diharapkan sosok yang ada adalah sosok yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia.

"Bukan sosok pengguna narkoba, LGBT, dan penganut free sex," tegas HNW. 

Untuk itu, HNW mendorong pesantren agar tidak hanya memberi kunci kepada santri namun juga harus mengajarkan bagaimana menggunakan kunci itu dengan baik saat membuka lemari dan mengetahui isinya.

HNW optimis pesantren bisa mencetak generasi yang seperti diamanatkan oleh UUD. Lulusan pesantren selama ini diakui tak membebani masyarakat. Peran pesantren seperti inilah yang membuat ummat menjadikan ulama, kiai, menjadi rujukan untuk meminta petunjuk. Kepercayaan ummat inilah yang menjadi penyemangat dan pendorong pesantren dalam kiprahnya.

"Sehingga tak ada pesantren yang gulung tikar. Sosok-sosok itu ada di pesantren," ujar HNW.

Agar kepercayaan masyarakat kepada kiai dan ulama yang menjadikannya sebagai rujukan tak salah maka HNW mendorong agar pesantren merealisasikan program dan agendanya.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.