Sukses

Kompolnas dan Komjak Didesak Klarifikasi Penghentian Kasus Bos Gula

Zulkarnain menegaskan, ketika SPDP yang dikeluarkan itu berarti sudah ada bukti yang cukup.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Zulkarnain menyoroti penghentian kasus dugaan penggelapan dan pencucian uang yang menyeret nama bos Sugar Group Companies atau Gulaku, Gunawan Jusuf.

Dia menilai, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) dan Komisi Kejaksaan (Komjak) harus turun tangan untuk menjelaskan penghentian kasus yang menjadi sorotan publik itu. Menurutnya, kedua komisi itu memiliki fungsi mengawasi kinerja Polri dan Kejaksaan Agung.

"Ya Komisi Kepolisian, Komisi Kejaksaan (yang mengawasi)," ucap Zulkarnain dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa 15 Januari 2019.

Namun begitu, Zulkarnain mengakui bahwa ada keterbatasan pengawasan kedua institusi tersebut. Sebab, Kompolnas dan Komjak tidak bisa masuk terlalu dalam pada materi penyidikan yang dilakukan kepolisian maupun kejaksaan.

Dia juga menyinggung dikembalikannya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) oleh Kejaksaan kepada Bareskrim Polri dalam perkara tersebut. Menurutnya, selama ini yang dikembalikan oleh Kejaksaan kepada Polri adalah berkas perkara, bukan SPDP.

Jika memang SPDP tidak disertai dengan tindak lanjut pengiriman berkas, maka mungkin saja SPDP dikembalikan. Namun Zulkarnain menegaskan bahwa ketika SPDP yang dikeluarkan itu berarti sudah ada bukti yang cukup.

"Padahal SPDP itu keluar tentu sudah ada bukti yang cukup juga. Harus ada kejelasan," ucapnya.

Menurutnya, bukan hanya pelapor yang dapat melakukan upaya praperadilan atas penghentian kasus tersebut. Kompolnas, Komjak, dan masyarakat pemerhati hukum yang merasa ada kejanggalan dalam perkara yang ditangani oleh lembaga penegak hukum pun bisa.

"Mungkin sudah dilakukan penyidikan, biasanya juga kalau dihentikan ya dia menyebutkan juga alasannya kenapa dihentikan, tidak cukup bukti misalnya. Kan sudah melalui proses pemeriksaan, tidak dihentikan serta merta begitu saja. Kalau surat perintah penyidikan saja belum dilakukan, ya itu nggak dihentikan namanya, itu didiamkan," papar Zulkarnain.

Dia juga menyebutkan adanya fungsi DPR untuk menanyai Polri maupun Kejaksaan terkait penanganan sebuah perkara. Pertanyaan kepada penegak hukum menurutnya dapat dilakukan dalam kemitraan antar lembaga penegak hukum dengan Komisi III DPR.

Namun secara teknis, DPR tidak dapat masuk lebih dalam. Karena semestinya yang dapat masuk secara teknis adalah lembaga penegak hukum itu sendiri, yakni Kepolisian dan Kejaksaan.

"Yang bisa masuk secara teknis antara lain ya itu (Polri) dengan Kejaksaan itu saling kontrol. Cuma biasanya dalam praktik, masih banyak kendala," ujarnya.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sudah Sesuai Prosedur

Sementara itu, Polri menyatakan siap terbuka kepada siapapun yang ingin menanyakan penanganan kasus, tak terkecuali Komisi III DPR yang berencana mengklarifikasi SP3 dugaan penggelapan dan pencucian uang dengan terlapor Gunawan Jusuf.

"Pihak manapun apalagi DPR, masyarakat lapisan manapun yang meminta apa saja klarifikasi apa saja kepada Kepolisian, Kepolisian siap untuk jelaskan itu," kata Kepala Divisi Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal.

Namun dia memastikan bahwa penerbitan SP3 kasus tersebut sudah sesuai prosedur. Mantan Wakapolda Jawa Timur itu mengungkapkan, penghentian kasus karena tidak ditemukannya cukup bukti dugaan pidana.

"Itu (terbitnya SP3) sudah sesuai SOP," ujarnya.

Seperti diketahui, dalam surat Direktur Tipideksus Bareskrim Polri yang diterima wartawan, tertanggal 14 Desember 2018 kepada Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, disebutkan bahwa penyidikan terhadap perkara itu dihentikan demi hukum.

Surat bernomor B/279B/XII/RES.2.3/2018/Dit Tipidesksus itu, juga memuat alasan penghentian penyidikan adalah karena nebis in idem dan kedaluarsa. Padahal sebelumnya, polisi menyatakan akan mengejar bukti-bukti sampai ke luar negeri.

Dugaan penggelapan dan TPPU ini bermula ketika pelapor Toh Keng Siong menginvenstasikan dananya ke PT Makindo dengan Direktur Utama yakni Gunawan Jusuf. Sejak 1999 hingga 2002, total dana yang diinvestasikan dalam bentuk Time Deposit mencapai ratusan juta dolar Amerika.

Pengacara Toh Keh Siong, Denny Kailimang menduga, Gunawan menggunakan dana pinjaman itu untuk membeli pabrik gula melalui lelang BPPN. Namun uang investasi itu tidak dikembalikan hingga kini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.