Sukses

HEADLINE: Bom Palsu di Rumah Pimpinan KPK, Teror atau Terkait Politik?

Dua pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Laode M Syarif mendapat teror bom di rumahnya masing-masing, Rabu 9 Januari 2019.

Liputan6.com, Jakarta - Ancaman teror membayangi langkah pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pada Rabu 9 Januari 2019, sebuah benda mirip bom berisi botol spiritus dengan sumbu serupa molotov teronggok di depan garasi rumah Wakil Ketua KPK Laode Mohammad Syarif. Tepatnya di Jalan Kalibata Selatan 42C Jakarta Selatan. Kala itu, jam masih menunjukkan pukul 05.30 WIB.

Pada waktu hampir bersamaan, sebuah benda mirip bom rakitan ditemukan di rumah Ketua KPK Agus Rahardjo, di Graha Indah, Jatiasih, Bekasi, Jawa Barat. Benda mencurigakan itu terbungkus tas berwarna hitam dengan beberapa kabel, pipa paralon, baterai, paku, dan serbuk menyerupai rangkaian bom rakitan. Pimpinan KPK dalam ancaman.

Polisi langsung bergerak cepat mengamankan lokasi. Sejumlah saksi pun dipanggil untuk dimintai keterangan. Sebanyak 12 orang dikorek keterangannya terkait teror pagi hari tersebut. Meski begitu, polisi belum berhasil mengungkap siapa pelakunya.

"Kita terus bekerja mengusut siapa pelakunya, diduga hanya untuk menakut-nakuti. Kita akan ungkap," tegas Kepala Divisi Humas Polri Irjen Mohammad Iqbal di kantornya, Jakarta Selatan, Kamis 10 Januari 2019.

Berdasarkan hasil laboratorium forensik Polri, Iqbal memastikan, benda mencurigakan di rumah Ketua KPK Agus Rahardjo adalah fake bomb atau bom palsu.  "Yang di rumah Pak Agus itu adalah fake bomb atau bom palsu, jadi itu bukan bom," ujarnya. 

Memang benda yang ditemukan terdiri dari beberapa kabel, pipa paralon, baterai dan material lain menyerupai bom rakitan. Namun, polisi memastikan benda itu tidak berbahaya. Serbuk putih yang ditemukan juga bukan kategori bahan peledak.

"Tidak merupakan firing divices yang selayaknya bom. Detonator tidak ada sama sekali," tuturnya.

Meski begitu, Polri memastikan tetap akan mengusut kasus teror tersebut hingga tuntas.

Iqbal belum bisa memastikan apakah teror bom palsu itu berkaitan dengan tugas Agus sebagai pimpinan KPK atau hal lainnya. "Kita akan ungkap nanti apa motifnya, kita tunggu saja," ucapnya.

Iqbal enggan mengaitkan kasus teror tersebut dengan peristiwa lain tanpa bukti dan fakta hukum yang mendukung. Kendati, pihaknya tetap menerima informasi dari berbagai pihak sebagai bahan untuk mengungkap kasus tersebut.

"Saya imbau masyarakat juga diberi edukasi bahwa ini sebuah kriminalitas yang domainnya polisi. Tidak usah mem-framing macam-macam dulu. Kebetulan saja mungkin ada momentum saat ini, kita fokus kepada fakta hukum, fakta di TKP," kata Iqbal.

Infografis Teror di Rumah Pimpinan KPK. (Liputan6.com/Triyasni)

Sebelumnya, sejumlah pihak menduga, upaya teror di rumah pimpinan KPK sengaja dimunculkan dalam suasana Pilpres.

"Jangan sampai kontes Pilpres kita ini diwarnai dengan pelaku kejahatan kriminal terorisme dan kriminal politik," ujar Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi-Ma’ruf Amin, Johnny G Plate.

Laode M Syarif sendiri tidak ambil pusing dengan teror molotov di rumahnya. Menurutnya, semua ini adalah risiko dari sebuah pekerjaan sebagai pimpinan KPK.

"Kami serahkan ke Mabes Polri dan Polda untuk menanganinya. Saya yakin mereka bekerja profesional," kata Laode di kediamannya, Kamis 10 Januari 2019.

Laode mengatakan, dirinya tak tahu apakah kejadian ini berhubungan dengan kasus yang saat ini ditangani KPK. Menurutnya, semua ini adalah risiko dari sebuah pekerjaan. "Biasa lah itu kerja di KPK, saya santai aja," kata dia.

Laode enggan menjawab saat ditanyai akan adanya ancaman para petinggi KPK. Menurutnya, KPK penuh warna warni.

"Enggak usahlah, kalau di KPK itu banyak warna-warninya," pungkasnya.

Sikap serupa disampaikan Ketua KPK Agus Rahardjo. Dia menegaskan rangkaian teror pada KPK tidak akan menggentarkan pihaknya untuk melanjutkan berbagai kasus.

"Jangan membuat kita takut, terus melangkah berjuang. Dukungan dari Anda masyarakat sangat dibutuhkan,"ujarnya Kamis, 10 Januari 2019.

Agus menyatakan, kejadian tersebut membuat pihaknya mempertimbangkan peningkatan keamanan anggota KPK, salah satunya mempersenjatai seluruh petugas komisi antikorupsi.

"Langkah-langkah perbaikan kemanan KPK baik di penyelidikan penyidikan penuntutan harus ditingkatkan. Waktu kasus saudara Novel langsung ada langkah (peningkatan) pengamanan," kata Agus di Jakarta, Kamis 10 Januari 2019.

Agus menyebut pihaknya sedang mempertimbangkan untuk mempersenjatai anggota KPK.

"Kita sedang mengevaluasi, misalkan nanti petugas KPK akan dilengkapi dengan senjata tertentu, nanti kita akan bicarakan," katanya.

Ketua Wadah Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yudi Purnomo menyebut, teror yang terjadi di kediaman dua pimpinan lembaga antirasuah merupakan ujian bagi pemberantasan tindak pidana korupsi.

"Kami meyakini tindakan teror ini merupakan upaya untuk menimbulkan rasa takut dan gentar di hati pimpinan dan pegawai KPK agar berhenti menangkapi koruptor dan menciptakan Indonesia bersih," ujar Yudi, Rabu 9 Januari 2019.

Namun, menurut Yudi, tindakan teror tersebut tak akan menyurutkan lembaga antirasuah dalam mengungkap tindak pidana korupsi. Justru, menurutnya, hal tersebut semakin memperteguh semangat pemberantasan tindak pidana korupsi, apapun risikonya.

"Bahwa teror-teror kepada pimpinan KPK dan pegawai KPK tidak akan pernah menciutkan nyali kami dalam memberantas korupsi di negeri ini," kata dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Terinspirasi Kasus Novel Baswedan?

Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menyatakan, teror pimpinan KPK terinspirasi kasus serangan air keras terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan yang hingga kini belum terungkap. 

"Teror pimpinan KPK mungkin terinspirasi dari teror-teror sebelumnya yang berhasil, seperti yang dialami Novel Baswedan, mengingat penegak hukum belum dapat mengungkap pelakunya hingga hari ini," ujar Adnan Topan Husodo, Kamis 10 Januari 2019.

Penyerangan terhadap Novel belum diungkap Polri meski sudah 638 hari berlalu sejak 27 April 2017. Menurut Adnan, tindakan teror terhadap pimpinan dan pegawai lembaga antirasuah merupakan bentuk ancaman terhadap pemberantasan korupsi.

Oleh karena itu, Adnan meminta agar sistem keamanan terhadap para pimpinan dan pegawai KPK kian diperketat.

"KPK juga perlu membangun sistem keamanan yang lebih baik, yang ditujukan kepada seluruh pegawai, terutama yang rawan terhadap target teror," kata dia.

Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW Donal Fariz menambahkan, teror kepada KPK akan terus ada jika sejumlah teror sebelumnya belum terselesaikan.

"Teror bom 2008 di KPK belum terungkap. Teror penyidik KPK yang rumahnya tersiram air keras belum terungkap. Hingga kasus Novel Baswedan pun belum terungkap," tandasnya.

Menurut Donal, pelaku teror seharusnya bisa ditangkap pihak keamanan secepatnya. Hal ini untuk mencegah teror serupa kembali terjadi sehingga membuat resah publik.

"Ini akan terus terjadi teror kalau pelaku belum tertangkap secara hukum," tegasnya.

Dia mengimbau penegak hukum segera menuntaskan kasus ini dengan cepat agar situasinya bisa kondusif. Hal ini berkaitan dengan spekulasi politik yang mungkin mencuat di masyarakat.

"Untuk menghindari spekulasi yang menggiring ke arah politik, tentu butuh kerja cepat bagi penegak hukum untuk membongkar kasus ini, terutama kepolisian," tandasnya.

Dia menyakini teror KPK terlalu jauh jika dikaitkan dengan debat pilpres di mana Ketua KPK Agus Rahardjo tercatat sebagai panelis.

"KPK bukanlah aktor utama. Itupun dia hanya sebagai panelis. Barangkali KPK juga tidak muncul di debat, karena tidak etis saja. Masa KPK hadir dalam rangkaian kegiatan pemilu," ujarnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia (AII) Usman Hamid menilai aksi di kediaman pimpinan KPK Agus Rahardjo dan Laode M Syarif adalah bentuk nyata teror terhadap pembela hak asasi manusia di sektor antikorupsi.

"Tidak tanggung-tanggung serangan terjadi pada level pimpinan KPK, ini menunjukkan adanya keberulangan akibat ketiadaan hukuman atau impunitas terhadap pelaku penyerangan pekerja HAM di sektor antikorupsi," ujar Usman, Kamis 10 Januari 2019.

Polisi, kata dia, harus segera mengungkap pelaku dan dalang di balik teror bom molotov di kediaman dua pimpinan KPK tersebut.

"Insiden ini juga harus menjadi cambuk bagi polisi untuk menuntaskan investigasi aktor-aktor di balik serangan terhadap Novel Baswedan, termasuk terhadap mereka yang memiliki tanggung jawab komando," tambah Usman.

Tak hanya itu, dia meminta Presiden Jokowi mengambil inisiatif untuk memerintahkan Kapolri agar melindungi pimpinan dan pegawai KPK beserta keluarga mereka pasca-insiden ini.

"Inilah momen yang tepat bagi Jokowi untuk menunjukkan komitmennya melindungi pejuang HAM di sektor anti-korupsi setelah sebelumnya membuat publik kecewa karena enggan membentuk Tim Independen Gabungan Pencari Fakta dalam kasus penyerangan Novel," kata Usman.

Tuntutan agar pelaku segera ditangkap juga dilontarkan mantan komisioner KPK Erry Riyana Hardjapamekas. Dia  mendesak para pimpinan negara sungguh-sungguh mencari pelakunya dan membawa ke pengadilan.

"Siapa pun pelakunya, hal itu sangat mengganggu pemberantasan korupsi," tegas Erry di Kantor KPK, Kamis 10 Januari 2019.

Bersama sejumlah tokoh lain yang hadir di kantor KPK, yakni Direktur Eks Indonesia Institut for Corporate Directorship Vita Diani, aktifis sosial HS, Guru Besar FE UI Mayling Oey dan mantan penasihat KPK Zainal Abidin, Erry menyatakan dukungan penuh KPK untuk tetap bekerja dengan baik menjalankan misinya memberantas korupsi.

"Mereka tidak ada ada masalah, tidak terganggu sedikit pun dengan kejadian ini," ungkapnya.

Teror ini, sambung dia, mengingatkan betapa pentingnya mengawal agenda pemberantasan korupsi KPK. "Saya dan teman-teman yakin masyarakat berdiri di belakang KPK mendukung apapun yang dilakukan KPK sepanjang itu untuk memberantasan korupsi," pungkas Erry Riyana.

 

3 dari 3 halaman

Jokowi: Kejar Pelakunya

Teror bom terhadap pimpinan KPK sampai juga ke telinga Presiden Jokowi. Mantan Gubernur DKI Jakarta itu pun langsung meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian  mengungkap dan menangkap pelakunya.

Dia menyatakan, teror pimpinan KPK tidak lagi bisa ditolerir lantaran menyangkut intimidasi terhadap penegak hukum.

"Kemarin siang sudah saya perintahkan langsung kapolri untuk menindak dan menyelesaikan ini dengan tuntas. Karena ini menyangkut intimidasi penegak hukum kita, tidak ada toleransi, kita kejar dan cari pelakunya," tegas Jokowi di Gudang Perum Bulog Divre Jakarta, Kamis 10 Januari 2019.

Jokowi telah memerintahkan agar keamanan pimpinan dan penyidik KPK ditingkatkan. Meski teror terhadap lembaga antirasuah itu terus berdatangan, Jokowi yakin pemberantasan korupsi di Indonesia tak akan kendor.

"Cari agar semuanya menjadi jelas dan gamblang siapa pelakunya. Tapi saya meyakini bahwa pemberantasan korupsi tidak kendor terhadap teror-teror seperti ini," jelasnya. 

Merespons perintah Jokowi, Kapolri Jenderal Tito Karnavian langsung memerintahkan anak buahnya mengusut tuntas kasus tersebut. Dia mengaku prihatin terhadap atas teror dua rekannya sesama penegak hukum tersebut.

"Saya begitu mendapat informasi langsung perintahkan Kabareskrim, kemudian Kapolda Metro Jaya, lalu Kadensus Antiteror untuk ke TKP dan mengupayakan secepat mungkin untuk diungkap kasus-kasus tersebut," ujar Tito di Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat, Kamis 10 Januari 2019.

Tito mengaku telah berkoordinasi dengan Agus Rahardjo dan Laode Syarif terkait peristiwa yang terjadi di rumahnya.

"Bahkan dari hari pertama saya sudah perintahkan Pak Kapolda bila mungkin KPK membentuk tim yang bergabung dengan kita untuk ungkap kasus ini supaya penanganan kasusnya betul-betul bisa transparan," ucapnya.

Hanya saja jenderal bintang empat itu tak mengungkap respons pimpinan KPK saat ditawarkan pembentukan tim gabungan mengusut kasus teror di rumahnya. Dia berharap, kasus tersebut segera terungkap.

"Dan kita berdoa ya mudahan-mudahan cepat terungkap. Ada beberapa petunjuk yang menarik. Makasih," ujar Tito.

Terpisah, Ketua Ombudsman Adrianus Meliala menegaskan kasus teror pimpinan KPK ini harus diusut tuntas. 

"Kami sebagai Ombudsman tidak setuju dilakukan pembiaran, jadi harus beres," tegas Adrianus di Kantor Ombudsman, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis 10 Januari 2019.

Adrianus memaparkan, dibereskannya hal tersebut tidak bisa hanya mengandalkan tindakan pro-aktif penegak hukum. Tetapi juga, para pihak yang merasa menjadi korban.

"Ada dua cara, materil dan formil. Materil mengacu pada bukti di lokasi, saksi mata, dan korban, yang dinilai harus terpenuhi. Kemudian untuk formil, apakah dugaan teror diterima dilakukan pelaporan atau tidak," jelas dia.

Sebagai lembaga independen, Ombudsman dalam kasus ini bersifat  menunggu. Bila diperlukan dan dimintai bantuan, maka pihaknya baru akan turun.

Seperti dalam kasus teror kepada penyidik senior KPK Novel Baswedan, sejauh ini Ombudsman baru memberikan saran atau rekomendasi tahap awal kepada Polda Metro Jaya (PMJ). Diharapkan, hal itu bisa dilakukan Polda Metro demi membantu mengusut temuan dalang di balik teror penyerangan air keras.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.