Sukses

Canggihnya Puslabfor Polri Ungkap Hoaks Surat Suara Melalui Analisa DNA

Puslabfor yang bekerja sama dengan tim siber Bareskrim Polri lakukan menguji rekaman suara pembanding sebanyak 4 file. Hasilnya, sidik suara atau voice print berhasil ditemukan.

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Laboratorium Forensik (Publabfor) Mabes Polri punya peran penting dalam mengungkap penyebaran hoaks tujuh kontainer surat suara tercoblos. Penyelidikan menggunakan scientific investigation melalui audio forensik.

Hal itu dijelaskan Kasubbid Komputer Forensik Mabes Polri, AKBP Muhammad Nuh Al-Azhar dalam jumpa pers di Gedung Mabes Polri Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu (9/1/2019).

Puslabfor yang bekerjasama dengan tim siber bareskrim polri lakukan menguji rekaman suara pembanding sebanyak 4 file. Hasilnya, sidik suara atau voice print berhasil ditemukan.

"Dari voice print ini dilakukan komparasi. Kami melakukan uji dengan algoritma DNA terhadap barang bukti. Dengan dilengkapi suara pembanding, kita lakukan uji" ujar Nuh.

Dia mengungkap, DNA suara dalam rekaman tersebut identik dengan suara BBP. Puslabfor menilai, akurasi dari temuan ini sangat kuat sehingga bisa diyakini sepenuhnya.

"Semuanya data 99 persen, tingkat kemiripan yang tinggi. Sangat kuat mendukung hipotesis bahwa itu identik degan suara rekaman atas nama BBP" tegasnya.

Kendati demikian, Nuh menjelaskan metode ini bisa digunakan dengan minimal rekaman 10 detik. Jika kurang, kata Nuh, identifikasi sidik suara cukup sulit untuk dilakukan.

"10 detik disini adalah panjang si subjek ngomong, bukan panjang durasi audio," katanya memungkasi.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengungkapan

Bagus Bawana Putra alias BBP diduga kuat sebagai kreator dalam hoaks tujuh kontainer surat suara dicoblos di Tanjung Priok, Jakarta Utara. Dia diketahui pertama kali membuat sekaligus menyebarkan hoaks tersebut di media sosial Twitter melalui akunnya @bagnatara1.

Akun tersebut dikonfirmasi Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Dedi Prasetyo. Pada postingan hoaks tujuh kontainer surat suara dicoblos itu, Bagus juga menyebut atau me-mention empat akun politikus, antara lain Fadli Zon, Fahri Hamzah, Andi Arief, dan Mustofa Nahrawardaya.

"Betul itu akunnya, tapi sudah dihapus (akunnya) sama tersangka setelah viral," ujar Dedi di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu (9/1/2019).

Berdasarkan informasi yang dihimpun, cuitan tersebut diposting pada tanggal 1 Januari 2019 pukul 23.35 WIB. Berbunyi, "Ada info, katanya di tanjung priuk ditemukan 7 kontainer, berisi kertas suara, yg SDH tercoblos gbr salah satu paslon.. Sy tdk tahu, ini hoax atau tdk, mari kita cek sama2 ke Tanjung priok sekarang.. Cc @fadlizon , @AkunTofa , @AndiArief__ @Fahrihamzah."

Namun akun @bagnatara1 tidak lagi ditemukan di Twitter. Berdasarkan keterangan polisi, akun tersebut telah dihapus tersangka saat hoaksnya viral. Bahkan ponsel dan kartu seluler yang digunakan dibuang untuk menghilangkan barang bukti.

"Tapi yang namanya jejak digital itu tidak bisa dihilangkan sekalipun sudah dihapus. Tim Siber Polri punya kompetensi mengungkap itu," ucapnya.

Esoknya, Bagus membuat rekaman suara terkait informasi 7 kontainer surat suara dicoblos untuk meyakinkan masyarakat. Rekaman suara itu kemudian disebar ke grup WhatsApp yang ia miliki hingga beredar luas.

Namun Dedi belum mengungkap ke grup mana saja rekaman tersebut dikirim Bagus. "Itu nanti. Masih didalami terus," kata Dedi.

Bagus Bawana Putra disangka sebagai pembuat sekaligus penyebar hoaks tujuh kontainer surat suara dicoblos. Dia ditangkap saat tengah bersembunyi di wilayah Sragen, Jawa Tengah.

Akibat perbuatannya itu, Bagus dijerat dengan Pasal 14 ayat 1 dan 2 juncto Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara. Bagus langsung ditahan polisi.

Dalam kasus hoaks ini, polisi juga telah menetapkan tiga tersangka lainnya yakni HY, LS, dan J. Namun ketiga tersangka yang berperan sebagai penyebar konten hoaks tersebut tidak ditahan karena hanya dikenakan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dengan ancaman hukuman maksimal dua tahun penjara.

(Liputan6.com/Rifki Aufal Sutisna)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.