Sukses

Sepak Terjang Andi Arief, dari Aktivis Korban Penculikan hingga Jadi Politisi Demokrat

Andi Arief membantah menyebar hoaks.

Liputan6.com, Jakarta Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief kembali menjadi sorotan lantaran kicauannya di akun Twitternya yang menyebut adanya surat suara yang sudah dicoblos dalam tujuh kontainer di Tanjung Priok, Jakarta, Rabu, 2 Januari 2019. Dia kemudian menghapus twitnya itu.

"Mohon dicek kabarnya ada 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos di Tanjung Priok. Supaya tidak fitnah harap dicek kebenarannya, karena ini kabar sudah beredar," demikian cuitan Andi Arief melalui akun Twitternya @AndiArief_ sebelum dihapus.

Andi mengaku tak bermaksud menghapus twitnya. "Terhapus," ucap Andi kepada Liputan6.com, Kamis (3/1/2019).

Andi Arief membantah menyebar hoaks. Dia mengklaim menyelamatkan Pemilu. "Saya menyelamatkan justru," pungkas dia.

Sebelumnya, KPU, Bawaslu, dan pihak lainnya melakukan pengecekan ke Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara karena disebutkan ada 7 kontainer surat suara yang sudah dicoblos. Setelah pengecekan, Ketua KPU Arief Budiman menyatakan kabar tersebut tidak benar.

"Kami memastikan berdasarkan keterangan dari Bea Cukai tidak ada berita itu. Tidak ada juga kabar bahwa ada TNI AL yang menemukan itu. Tidak benar KPU telah menyita satu kontainer tersebut. Semua berita bohong," ucap Arief.

Dia menegaskan, pihak yang menyampaikan tersebut atau menyebarluaskan harus segera ditangkap oleh pihak keamanan.

"Orang-orang jahat yang menganggu, mendelegitimasi penyelenggaraan Pemilu harus ditangkap," kata Arief.

Sementara itu, Anggota Bawaslu Mochammad Afifuddin mengatakan hal yang sama. Dia menuturkan, pihak yang memiliki otoritas terhadap kontainer yang ada sudah memastikan kabar tersebut tidak benar adanya.

"Memastikan itu berita bohong. Harus kita lawan dan klarifikasi kebenarannya," jelas Afifuddin.

Dia mengatakan, pihaknya juga langsung melaporkan kabar ini ke Cyber Crime Mabes Polri. "Kita sudah laporkan ke Cyber Crime Mabes Polri," pungkas dia.

Kabareskrim Komjen Arief Sulistyanto menegaskan, pihaknya akan memanggil seluruh pihak terkait beredarnya kabar hoaks surat suara yang dicoblos. Termasuk pemanggilan politikus Demokrat, Andi Arief.

Menurut Arief Sulistyanto, pihaknya sudah merespons peredaran kabar bohong tersebut dengan penyelidikan yang dilakukan tim Direktorat Siber Bareskrim dan Polda Metro Jaya.

"Bapak Kapolri sudah memberikan instruksi kepada Kabareskrim, kepada saya untuk betul-betul melakukan penyelidikan terhadap masalah ini," ucap Kabareskrim di Gedung Bareskrim, Gambir, Jakarta Pusat, Kamis (3/1/2019).

Saat disinggung akan memanggil Wakil Sekjen Demokrat Andi Arief yang diduga menyebar hoaks surat suara dicoblos melalui media sosial, Kabareskrim mengatakan semua pihak terkait akan dimintai keterangan.

"Semua pihak yang berkaitan dengan beredarnya isu itu, nanti, pasti akan diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, siapapun dia," beber Arief.

Dia menegaskan, Polri siap melakukan hal ini semua. Termasuk dengan upaya penegakan hukum kasus hoaks surat suara dicoblos.

"Polri sudah siap untuk melakukan itu, termasuk upaya penegakan hukum yang sedang dilakukan saat ini dan kami bekerjasama dengan KPU dengan Bawaslu untuk mengatasi semua masalah, yang mungkin mengganggu kelancaran pemilu itu nanti," dia memungkasi.

Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto bereaksi keras terhadap Wakil Sekjen Demokrat Andi Arief. Dia menyebut pernyataan Andi Arief lewat Twitter mengenai 7 kontainer di Tanjung Priok berisi surat suara tercoblos, berbahaya. Cuitan Andi pada Rabu 2 Januari 2019 telah dihapus.

"Pernyataan saudara Andi sangat provokatif, cermin kekerdilan jiwa, mental prejudice, dan sangat berbahaya. Pernyataan jalanan tanpa dasar tersebut, sudah memenuhi delik hukum untuk dipersoalkan," ucap Hasto saat dikonfirmasi, Kamis (3/1/2019).

Andi Arief pun bersuara keras-keras merespons pernyataan Hasto. Dia tidak gentar bila Hasto melaporkan cuitannya yang kini sudah dihapus ke kepolisian.

"Hasto Sekjen PDIP buta huruf. Suruh baca twit saya dengan jelas. Saya mengimbau supaya dicek karena isu itu sudah dari sore muncul. Bahkan, Ketua KPU sendiri mengakui dia mendapat kabar dari sore. KPU bergerak setelah imbauan saya," ucap Andi kepada Liputan6.com, Kamis (3/1/2019).

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Jejak Andi Arief dari Ativis Korban Penculikan Hingga Politisi Demokrat

Andi Arief merupakan bekas aktivis mahasiswa yang dikenal SBY sejak menjabat Komandan Resor Militer 072/Pamungkas di Yogyakarta pada tahun 1995.

Saat itu, Andi Arief sedang berkuliah di Jurusan Ilmu Pemerintahan, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada. Dan Andi Arief dikenal SBY saat itu sebagai salah satu aktivis mahasiswa yang getol berdemonstrasi.

Andi Arief lahir di Bandar Lampung 20 November 1970 silam, dari pasangan Kiai Haji Arief Mahya dan Hajjah Mas Amah. Putra bungsu ini menghabiskan sekolah dasar sampai menengah atas di Bandar Lampung. Tahun 1989, ia memutuskan untuk berkuliah ke Yogyakarta.

Saat kuliah, Andi Arief aktif dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan, mulai dari kelompok studi, pers mahasiswa sampai senat mahasiswa. Andi Arief adalah Ketua Senat Mahasiswa Fisip UGM 1993-1994 dan Pemimpin Umum Majalah Mahasiswa Fisipol 1994-1995.

Saat menjadi Ketua Senat itu, Andi Arief bersama sejumlah aktivis mahasiswa termasuk dua orang rekannya yang sempat menjadi staf khusus Presiden, Velix Wanggai dan Denny Indrayana, membentuk Komite Penegak Hak Politik Mahasiswa (Tegaklima). Velix yang kuliah di jurusan Hubungan Internasional itu kemudian menjadi Ketua Senat Fisipol UGM menggantikan Andi. Sementara Denny Indrayana saat itu adalah aktivis pers Mahasiswa Fakultas Hukum UGM, Mahkamah.

Tegaklima ini pernah menginterupsi pelantikan lima pembantu rektor UGM pada 26 Oktober 1994 dengan demonstrasi. Dalam demonstrasi yang dipimpin Andi Arief itu, para mahasiswa meminta hak politik untuk ikut memilih dekan dan rektor.

Namun bukan kegiatan itu yang membuat Andi Arief dipelototi penguasa Orde Baru yang berkuasa saat itu. Tahun 1994 itu, Andi Arief memimpin Solidaritas Mahasiswa Indonesia untuk Demokrasi (SMID) Cabang Yogyakarta sambil menjadi Dewan Pengurus Persatuan Rakyat Demokratik sebelum menjadi Partai Rakyat Demokratik (PRD). Saat menggalang aksi atas nama SMID Yogyakarta itulah Andi Arief kenal dengan SBY yang saat itu Danrem Pamungkas.

Aktivitas Andi Arief terus meningkat sampai menjadi Ketua Umum SMID pada tahun 1996. Ketika pecah peristiwa 27 Juli 1996, Andi Arief pun dikejar-kejar aparat. Beberapa hari setelah peristiwa ini, di tengah pengejaran itu, Andi Arief menggelar jumpa pers di Yogyakarta. Dia membantah tudingan kerusuhan didalangi SMID, dan semua itu adalah rekayasa Orde Baru.

Setelah jumpa pers menghebohkan itu, Andi Arief pun menghilang. Dia dan kawan-kawannya diburu aparat keamanan Orde Baru. PRD dan SMID lalu bergerak di bawah tanah. Pada 28 Maret 1998, segerombolan orang berambut cepak berhasil mencokoknya di sebuah rumah toko di Bandar Lampung dan Andi Arief diculik.

Penculikan baru berakhir setelah Andi Arief meneken surat penahanan dari kepolisian. 14 Juli 1998, barulah Andi Arief dibebaskan dan diserahkan ke Kontras.

Sejak 1998 itu, nama Andi Arief seakan menghilang. Di masa awal Reformasi, Andi Arief bersama temannya sesama aktivis SMID, Nezar Patria turut meluncurkan sebuah buku berjudul "Antonio Gramsci: Negara dan Hegemoni."

Namun rupanya dunia politik tak bisa lepas dari hidupnya. Menjelang Pemilu 2004, Andi Arief ikut berperan memenangkan pasangan SBY-Jusuf Kalla. Dia menjadi Sekretaris Jenderal Jaringan Nusantara, sebuah organisasi sukarelawan pemenangan SBY.

Kiprahnya ini membuahkan perhatian SBY. Awal 2006, dia ditunjuk SBY sebagai salah satu Komisaris PT Pos Indonesia. Tahun 2008, Andi Arief sempat mencoba peruntungan sebagai calon Wakil Gubernur Lampung berpasangan dengan calon Gubernur Muhajir Utomo dari jalur independen. Namun Jiran, begitu kode duet ini, gagal bersaing dengan enam pasangan lainnya.

Menjelang Pemilihan Presiden tahun 2009 lalu, Andi Arief menyatakan mundur dari PT Pos agar konsentrasi memenangkan SBY-Boediono. Meski tak duduk di Tim Kampanye Nasional SBY-Boediono, kabar beredar Andi Arief adalah IT Campaigner SBY-Boediono, yakni semacam penanggung jawab kampanye di internet.

Dan kiprah Andi pun dilihat oleh SBY. Kamis 19 November 2009, selaku Presiden, SBY mengeluarkan Keputusan Presiden menunjuknya menjadi Staf Khusus Presiden Bidang Bantuan Sosial dan Bencana. Dan kini Andi dipercaya sebagai Wakil Sekjen Partai Demokrat oleh SBY.

3 dari 3 halaman

Andi Arief, Aktivis 98 yang Beri Julukan Prabowo Jenderal Kardus

Andi Arief merupakan politisi yang lahir dari rahim era reformasi. Pengalaman Andi Arief sebagai aktivis pro demokrasi sedikit banyak membentuk gaya politiknya saat ini.

Ya, ia memang bukan politisi karbitan. Pada 1998 silam, Andi termasuk salah satu dari belasan aktivis mahasiswa yang diculik karena dianggap membahayakan rezim Orde Baru. Tim Mawar yang beranggotakan sejumlah personel Kopassus diduga menjadi dalang penculikan aktivis dan mahasiswa. Kebetulan, saat itu Prabowo adalah Komandan Jenderal Kopassus.

Solidaritas Mahasiswa untuk Demokrasi (SMID) adalah salah satu organisasi yang menaungi aktivitas politik Andi Arief pada tahun-tahun menjelang keruntuhan rezim Orde Baru. Ia tercatat pernah menjadi Ketua SMID pada 1996.

SMID sendiri bukan organisasi ecek-ecek. Di eranya, organisasi ini dikenal sangat aktif menggalang aksi demonstrasi menolak pemerintahan Soeharto. SMID juga salah satu organisasi yang menggagas terbentuknya Partai Rakyat Demokratik (PRD).

Sejumlah pengamat menyebut PRD sebagai salah satu lokomotif utama yang menggerakkan perlawanan mahasiswa dan rakyat terhadap rezim Orde Baru. Tak heran, menjelang dan selama reformasi, ada banyak aktivis SMID dan PRD yang menjadi korban penculikan Tim Mawar.

Andi diculik di Lampung, 28 Maret 1998 atau hanya dua bulan menjelang jatuhnya Soeharto dari kursi presiden. Aktivis SMID dan PRD yang juga diculik saat itu antara lain Suyat, Nezar Patria, dan Mugiyanto.

Bersama sejumlah rekannya, Andi termasuk salah satu yang dilepaskan. Sementara beberapa rekan Andi yang lain belum diketahui nasibnya sampai saat ini. Jatuhnya Soeharto dan kekalahan PRD pada Pemilu 1999 menjadi fase baru dalam karier politik Andi.

Andi pun sempat menjadi sorotan utama saat Agus Harimurti Yudhoyono putra sulung SBY gagal menjadi cawapresnya Prabowo. Dia menyebut Prabowo sebagai Jenderal Kardus. Sebutan itu lantaran batalnya pertemuan Prabowo dan SBY yang sedianya digelar pada Rabu (7/8) malam.

Andi menyebut batalnya pertemuan lantaran Prabowo telah memilih Sandiaga Uno sebagai cawapresnya di Pilpres 2019. Andi menuding keputusan Prabowo itu karena mendapat uang dari Sandiaga Uno.

"Jenderal Kardus punya kualitas buruk, kemarin sore bertemu Ketum Demokrat dengan janji manis perjuangan. Belum dua puluh empat jam mentalnya jatuh ditubruk uang sandi uno untuk mengentertain PAN dan PKS," kata Andi lewat akun @AndiArief.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini