Sukses

Proses Erupsi Krakatau pada 1883 Picu Tsunami di Selat Sunda

Ada empat mekanisme gunung api yang menyebabkan tsunami.

Liputan6.com, Jakarta - Tsunami menerjang daerah di pesisir Selat Sunda, Sabtu malam 22 Desember 2018. BMKG menduga, tsunami disebabkan aktivitas Gunung Anak Krakatau.

Menurut Vulkanolog ITB Mirzam Abdurrachman hipotesis itu perlu dikaji lagi. "Diperlukan penelitian lebih lanjut buat memastikan penyebab utama tsunami di Selat Sunda," kata dia, Minggu (23/12/2018).

Menurutnya, Anak Krakatau memang terus menggeliat akhir-akhir ini. Terjadi lebih dari 400 letusan kecil dalam beberapa bulan terakhir.

Mirza menjelaskan, gunung yang terletak di tengah laut seperti Anak Krakatau berpotensi menghasilkan Volcanogenic Tsunami.

"Volcanogenis Tsunami bisa terbentu karena perubahan volume laut secara tiba-tiba akibat letusan gunung api," ia menjelaskan.

Letusan Krakatau, Gunung asal Anak Krakatau, pernah menyebabkan tsunami pada 26-27 Agustus 1883. Pemicunya kala itu ada dua mekanisme. Pertama, kolom air runtuh akibat letusan gunung api yang berada di laut.

Mirzam menganalogikannya dengan, meletuskan balon pelampung di dalam kolam yang menyebabkan riak air di sekitarnya.

Pada erupsi 1883, juga terjadi pembentukan Kaldera akibat letusan besar gunung Krakatau. Hal ini menyebabkan perubahan kesetimbangan volume air secara tiba-tiba.

"Menekan gayung mandi ke bak mandi kemudian membalikannya adalah analogi pembentukan kaldera gunung api di laut" papar Mirzam memberi ilustrasi.

Tipe tsunami ini umumnya didahului oleh turunnya muka laut sebelum gelombang tsunami yang tinggi masuk ke daratan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Dua Mekanisme Lain

Ada pula dua mekanisme lain gunung api yang menyebabkan tsunami. Yang pertama longsor. Material gunung api yang longsor bisa menyebabkan perubahan volume air di sekitarnya.

Menurut Mirzam, tsunami tipe ini pernah terjadi di Gunung Unzen Jepang 1972, banyaknya korban jiwa saat itu hingga mencapai 15.000 jiwa. Karena pada saat yang bersamaan sedang terjadi gelombang pasang.

Yang kedua aliran piroklastik, orang terkadang menyebutnya wedus gembel, bisa mendorong muka air jika gunung tersebut berada di atau dekat pantai.

"Volcanogenic tsunami akibat longsor atau pun aliran piroklastik umumnya akan menghasilkan tinggi gelombang yang lebih kecil dibandingkan dua penyebab sebelumnya, namun bisa sangat merusak dan berbahaya karena tidak didahului oleh surutnya muka air laut," papar Mirzam.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.