Sukses

DPR: Putusan MK Soal Usia Perkawinan Cegah Terjadinya Diskriminatif

Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Ace Hasan Syadzily, menyebut putusan Mahkamah Konstitusi soal UU Perkawinan menjegah terjadinya perilaku diskriminatif.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi VIII DPR RI puji putusan Mahkamah Konstitusi mengabulkan sebagian permintaan uji materi Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, ihwal batas usia.

Wakil Ketua Komisi VIII, Ace Hasan Syadzily, mengatakan, pihaknya akan menghormati dan menaati putusan MK. Dia juga memandang, putusan MK itu mencegah terjadinya diskriminasi.

"Secara subtansif, saya kira bagian dari upaya mencegah tindakan yang diskriminatif ya. Saya kira laki-laki dan perempuan mempunyai hak yang sama," ucap Ace kepada Liputan6.com, Kamis (13/12/2018).

Dia menuturkan, untuk melakukan revisi UU Perkawinan tersebut, baru akan dibicarakan dengan pimpinan Komisi VIII yang lain, untuk kemudian dijadikan program legislasi nasional (prolegnas). Sehingga dirinya tak memastikan bisa cepat selesai atau tidak.

"Itu harus dibicarakan antarpimpinan untuk masuk dalam Prolegnas. Yang jelas masih ada waktu untuk memperbaiki dan merevisi," jelas Ace.

Selain dibicarakan dengan pimpinan Komisi VIII, politisi Golkar ini juga mengungkapkan, adanya peluang untuk tidak dilakukan revisi secara terbatas atau hanya mengubah batas usia semata. Tetapi, bisa dilakukan revisi secara keseluruhan, mengingat usia UU Perkawinan sudah cukup lama.

"Bisa saja (direvisi keseluruhan). Ini kan undang-undang sudah sejak tahun 1974 dan sudah sangat tua," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Putusan MK

Sebelumnya, Dalam putusannya, MK juga menyatakan frasa usia 16 tahun pada UU Nomor 1 Tahun 1974 tersebut bertentangan dengan UU 1945 dan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Dalam UU Perlindungan Anak menyatakan anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih di dalam kandungan.

MK tidak memberikan batasan usia perkawinan untuk perempuan. Sebab, hal tersebut menjadi kewenangan lembaga pembentuk UU.

Kendati begitu, MK memberikan tenggang waktu paling lama tiga tahun kepada DPR untuk mengubah ketentuan batas usia perkawinan.

"Meminta pembuat UU paling lama tiga tahun untuk melakukan perubahan tentang perkawinan, khususnya berkenaan dengan batas usia minimal perempuan dalam perkawinan," ucapnya.

Sementara itu, Hakim MK, I Dewa Gede Palguna mengatakan Pasal 31 UUD 1945 berbunyi setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan dasar 12 tahun. Berdasarkan hal itu, usia 16 tahun masih mendapatkan pendidikan.

"Padahal hak pendidikan adalah hak konstitusional yang harusnya dapat dinikmati setara dengan laki-laki," kata Palguna.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.