Sukses

Psikolog: Radikalisme telah Memapar Generasi Milenial

Sejumlah faktor ditengarai menjadi penyebab mudahnya generasi milenial terjerumus dalam radikalisme.

Liputan6.com, Jakarta - Psikolog Anak dan Remaja, Arijani Lasmawati, menyebutkan, radikalisme telah memapar generasi milenial di Indonesia. Gejala itu khususnya menjangkiti kalangan Muslim.

"Hasil temuan saya dari 18 orang dari kaum milenial yang terpapar radikalisme bahkan sudah on side melakukan terorisme," kata Arijani dalam diskusi Muslim Milenial: Menguatnya Radikalisme dan Tantangan Wawasan Kebangsaan di kawasan Mampang, Jakarta Selatan, Jumat (30/11/2018).

Arijani yang juga peneliti radikalisme, menjelaskan, penelitian terhadap generasi milenial usia 12-18 tahun juga mengungkap penyebab mereka terpapar radikalisme. Salah satunya adalah akibat penggunaan teknologi.

"Perkembangan teknologi yang justru menyebarkan (membuat negara) sekuler," ucapnya, dalam siaran persnya.

Seperti dilansir Antara, hasil penelitian juga menunjukkan, peran orangtua dan lingkungan cukup signifikan mempengaruhi generasi muda sehingga menjadi radikal. Selain itu, tidak adanya pengaruh positif dari lingkungan keluarga, juga menjadi penyebab.

"Salah satu penyebab generasi milenial menjadi radikal ialah adanya orang yang dianggap bermakna di luar familinya. Ini terjadi karena figur di keluarganya tidak ada yang ia idolakan," tuturnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Faktor Lain

Keberadaan kelompok radikal yang menaungi lingkungan pergaulan sehari-hari milenial juga turut berkontribusi membuat mereka terpapar radikalisme. Hadirnya doktrin dan bacaan bernapaskan radikalisme pun menjadi faktor.

Terlebih generasi muda kini semakin gemar membaca. Di samping itu, faktor ekonomi juga menjadi alasan pemahaman ini dianut anak muda.

"Keterbatasan akses politik juga bisa menjadi penyebab. Contoh ada wakil rakyat yang punya konstituen tapi tidak tersampaikan aspirasi konstituennya. Makanya mereka pakai cara lain agar suara mereka bisa didengarkan. Dualisme masyarakat juga bisa jadi penyebab, misalnya ada yang kontra pada tindakan terorisme tapi tak sedikit yang pro terorisme," jelas Arijani.

Saksikan video pilihan di bawah ini

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.