Sukses


MPR RI Gelar Rapat Nasional Evaluasi Pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945

MPR RI bahas pelaksanaan konstitusi Indonesia hasil amandemen.

Liputan6.com, Jakarta Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) mengadakan Rapat Nasional dengan tema 'Evaluasi Pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945' di Gedung Nusantara V, Kompleks MPR/DPR/DPD RI, Jakarta Pusat, Jumat (30/11/2018). Seminar nasional hasil kerja sama Badan Pengkajian MPR RI dengan Indonesian Qualitative Research Association (IQRA) DWP DKI Jakarta ini membahas pelaksanaan konstitusi Indonesia hasil amandemen.

Dalam sambutannya, Sekretaris Jenderal MPR, Ma'ruf Cahyono, mengatakan bahwa Undang-Undang Negara Republik Indonesia  (UUD NRI) Tahun 1945 yang berlaku saat ini merupakan UUD hasil amandemen (perubahan) empat tahap pada rentang 1999 – 2002. Ia menjelaskan, bahwa evaluasi terhadap UUD NRI Tahun 1945 sudah dilakukan sejak selesai amandemen itu, seperti dibentuknya Komisi Konstitusi untuk melihat UUD hasil amandemen.

Evaluasi UUD tersebut berlanjut dengan pembentukan Tim Kerja Kajian Ketatanegaraan pada MPR periode 2009 – 2014. Kemudian, pada MPR periode 2014 – 2019 lahir Badan Pengkajian MPR dan lahir pula Lembaga Pengkajian MPR dengan 60 anggota dari berbagai pakar dan akademisi.

“Semua itu terkait dengan tugas-tugas MPR. Salah satu tugas itu adalah melakukan pengkajian terhadap sistem ketatanegaraan, konstitusi dan pelaksanaannya. Kita ingin melihat kembali sistem ketatanegaraan, melihat kembali konstitusi melalui kajian, dan melihat kembali pelaksanaan konstitusi,” ujar Ma’ruf.

Karena itu, imbuhnya, dalam sidang MPR pada 16 Agustus 2018, dibentuk dua panitia ad hoc. Panitia ad hoc I bertugas mempersiapkan materi pokok haluan negara. Sementara itu, panitia ad hoc II bertugas mempersiapkan materi tentang rekomendasi MPR, perubahan tata tertib MPR, dan ketetapan MPR.

Sementara itu, Pimpinan Badan Pengkajian MPR RI sekaligus Ketua Panitia Ad hoc II, Rambe Kamarulzaman, mengatakan bahwa dalam melakukan evaluasi terhadap UUD NRI Tahun 1945, kita harus membicarakan UU yang sudah terbentuk dan pasal-pasal yang ada. Pelaksanaan dari pasal-pasal dalam UUD maka dibentuk UU (turunannya).

“Apakah UU yang dibentuk itu sudah menjiwai pasal-pasal dalam UUD NRI Tahun 1945,” ucapnya.

Rambe memberi contoh UU Pilkada yang sedang dibicarakan banyak kalangan, termasuk anggota DPR. Pemilu atau Pilkada yang berlangsung saat ini sangat melelahkan dan menghabiskan dana. Ada keinginan untuk mengembalikan agar kepala daerah tidak lagi dipilih secara langsung.

“Inilah yang menjadi tugas MPR, khususnya Badan Pengkajian,” kata dia.

Rambe juga memberi catatan sementara atas evaluasi pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945. Dia menyebutkan ada tiga kelompok yang memiliki pandangan berbeda terhadap evaluasi pelaksanaan UUD NRI Tahun 1945.

Pertama, kelompok yang menginginkan kembali kepada UUD sesuai aslinya. Kedua, kelompok di masyarakat yang menginginkan amandemen kelima UUD. Ketiga, kelompok yang menginginkan evaluasi pasca amandemen UUD dan melakukan pembenahan termasuk pembenahan sistem ketatanegaraan.

“Kami dari Badan Pengkajian MPR tidak menutup kemungkinan amandemen kelima UUD. Tetapi untuk melakukan amandemen sudah ada syarat dan aturan yang diatur dalam UUD,” ujar Rambe.

Sebagai informasi, seminar nasional tersebut menghadirkan narasumber Syamsuddin Haris, Ujianto Singgih, dan Yudi Latif. Seminar ini juga dihadiri Ketua Umum IQRA DKI Jakarta Siti Sundari dan diikuti sekitar 450 peserta dari kalangan peneliti, akademisi, dan mahasiswa.

 

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini