Sukses

KNKT: Mesin Bukan Kendala dalam Penerbangan Lion Air yang Jatuh

Nurcahyo mengungkap bagaimana kondisi pesawat Lion Air JT-610 jatuh di perairan Karawang melalui data grafik.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Sub Komite Kecelakaan Penerbangan Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), Nurcahyo, mengungkap hasil pembacaan data black box pesawat Lion Air PK-LQP yang jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat.

Dari hasil pembacaan tersebut diketahui tidak ada masalah pada mesin pesawat tipe Boeing 737 Max-8 dengan nomor penerbangan pesawat Lion Air JT-610 tujuan Jakarta-Pangkal Pinang itu.

"Dari data mesin yang kita peroleh bahwa antara mesin kiri dalam hal ini parameter berwarna biru dan mesin kanan berwarna merah, hampir semua penunjuk mesin menunjukkan angka yang konsisten. Jadi, kami bisa simpulkan mesin tidak menjadi kendala dalam penerbangan ini," kata Nurcahyo dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/11/2018).

Nurcahyo pun mengungkap bagaimana kondisi pesawat sampai akhirnya jatuh di perairan Karawang melalui data grafik. Dia mengatakan, sejak pesawat tinggal landas, terjadi perbedaan penunjukan kecepatan antara pilot dan kopilot.

"Jadi, kita lihat yang berwarna hijau dan merah ini adalah angle of attack. Angle of attack indikator sejak mulai dari pesawat bergerak, sudah terlihat ada perbedaan antara kiri dan kanan, di mana indikator yang kanan lebih tinggi dari pada yang kiri," ucap dia.

"Pada saat menjelang terbang di sini tercatat bahwa ada garis merah di sini yang menunjukkan pesawat mengalami stall atau stick shaker. Jadi itu adalah kemudinya di sisi kapten mulai bergetar. Ini adalah indikasi yang menunjukkan pesawat akan mengalami stall atau kehilangan daya angkat," ucapnya.

Stall adalah keadaan pesawat yang kehilangan gaya angkat sehingga tidak sanggup lagi melayang di udara sehingga jatuh dari ketinggian dan tidak terkendali.

Dia melanjutkan, pesawat Lion Air JT-610 tetap terbang meski sempat turun sedikit tetapi bisa naik lagi. Pada akhirnya pesawat berada di ketinggian 5.000 kaki atau 1.524 meter.

"Pada saat di ketinggian 5.000 kaki di sini tercatat yang berwarna ungu ini adalah 'automatic trim down' atau yang disebut banyak media sebagai MCAS atau Maneuver Characteristics Augmentation System adalah alat untuk menurunkan hidung pesawat karena pesawatnya akan stall," ucap dia.

"Jadi, hal ini kemungkinan disebabkan angle of attack di tempatnya kapten yang berwarna merah ini menunjukkan 20 derajat lebih tinggi dan kemudian memacu terjadinya stick shaker mengindikasikan ke pilot bahwa pesawat akan stall kemudian automatic system atau MCAS menggerakkan pesawat untuk turun," ujarnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Durasi Makin Pendek

Menurut Nurcahyo, berdasarkan data grafik, pergerakan MCAS tersebut dilawan oleh pilot dengan trim up pesawat.

"Di parameter yang tengah biru tengah ini menunjukkan berapa total trim yang terjadi, setelah trim down, angkanya turun dilawan oleh pilotnya trim up lalu kemudian kira-kira angkanya di angka lima sepertinya ini angka di mana beban kendala pilot nyaman di angka lima. Apabila angkanya makin kecil, maka beban semakin berat," ucap dia.

"Namun demikian, tercatat di akhir-akhir penerbangan, automatic trim bertambah, tapi trim dari pilotnya durasinya makin pendek. Akhirnya jumlah trimnya makin lama mengecil dan beban di kemudi jadi berat kemudian pesawat turun," tandas dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.