Sukses

Jaksa KPK Beberkan Upaya Advokat Lucas Buatkan Paspor Palsu Eddy Sindoro

Ia bahkan menyarankan Eddy melepas kewarganegaraan Indonesia sebagai upaya lepas dari jeratan hukum.

Liputan6.com, Jakarta - Advokat Lucas didakwa melakukan perintangan penyidikan KPK terhadap Eddy Sindoro, Direktur Operasional Lippo Group. Lucas dengan sengaja memerintahkan Eddy meninggalkan Indonesia agar terbebas dari proses hukum di KPK.

Berdasarkan surat perintah penyidikan yang ditandatangi pimpinan KPK pada 21 November 2016, Eddy ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan memberi suap terkait penanganan perkara, yang melibatkan perusahaannya di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Melakukan dengan sengaja merintangi penyidikan KPK terhadap Eddy Sindoro untuk tidak kembali ke Indonesia dan mengupayakan Eddy Sindoro keluar dari Indonesia tanpa pemeriksaan imigrasi," ucap jaksa Abdul Basir saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (7/11/2018).

Pada 3 Desember 2016, Eddy sedang berada di Malaysia, kemudian menghubungi Lucas dan menyampaikan dirinya akan kembali ke Indonesia dan akan menjalani proses hukum. Namun niatan tersebut tidak disetujui oleh Lucas.

Ia bahkan menyarankan Eddy melepas kewarganegaraan Indonesia sebagai upaya lepas dari jeratan hukum. Lucas kemudian memerintahkan seseorang membuat paspor palsu atas nama lain dengan warga negara Dominika. Paspor itu akan digunakan Eddy untuk pindah ke Thailand.

"Pada 5 Agustus 2018 Eddy Sindoro akan bertolak ke Bangkok dari Malaysia menggunakan maskapai Thai Airlines. Namun Eddy Sindoro ditangkap pihak Imigrasi Malaysia karena ketahuan menggunakan paspor palsu. Eddy diketahui masih berstatus warga negara Indonesia," ucap jaksa Abdul Basir.

Atas kejadian itu, Eddy harus menjalani proses hukum di Malaysia. Pada 16 Agustus, anak Eddy Sindoro bernama Michael Sindoro menyampaikan kepada Lucas bahwa ayahnya dinyatakan bersalah dan diwajibkan membayar denda RM 3.000 atau penjara 3 bulan. Eddy kemudian membayar denda sebagaimana yang diwajibkan.

Eddy kemudian dideportasi oleh Malaysia dan diterbangkan ke Indonesia menggunakan maskapai Air Asia. Sebelum Eddy tiba di Jakarta, Lucas memerintahkan Dina Soraya mengurus kepulangan Eddy tanpa dilakukan pemeriksaan Imigrasi. Untuk itu ia juga meminta Dina berkoordinasi dengan petugas bandara.

"Menindaklanjuti permintaan terdakwa pada 18 Agustus 2018 Dina meminta Dwi Hendra Wibowo alias Bowo melakukan penjemputan penumpang pesawat dari Malaysia atas nama Eddy Sindoro, Chua Wee alias Jimmy, dan Michael Sindoro dan langsung melanjutkan penerbangan ke luar negeri tanpa melalui proses imigrasi," ujar jaksa Abdul Basir.

"Untuk itu Dina akan memberikan imbalan uang sejumlah Rp 250 juta karena Eddy Sindoro merupakan penumpang yang dideportasi oleh otoritas Malaysia di mana Dwi Hendra wibowo menyetujuinya," lanjut dia.

Dina kemudian melaporkan kepada Lucas persetujuan sejumlah pihak yang membantu proses kepulangan Eddy dari Malaysia untuk kembali bertolak ke luar negeri. Imbalannya, Lucas menyerahkan SGD 46 ribu dan Rp 50 juta kepada Dina.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Ditangkap Penyidik KPK

Uang itu kemudian diberikan Dina kepada Dwi Hendra Wibowo sebesar SGD 33 ribu sebagai bentuk terima kasih mau membantu mengurus kepulangan Eddy.

Pada 28 Agustus 2018, otoritas Malaysia menerbitkan surat pengusiran terhadap Eddy. Mengetahui waktu kepulangan Eddy, Lucas kembali memerintahkan Dina membeli tiket pesawat Garuda Indonesia tujuan Bangkok, Thailand.

Pada 29 Agustus 2018, Eddy tiba di Bandara Soekarno Hatta dan langsung dijemput Dwi Hendro Wibowo menuju pesawat Garuda Indonesia tujuan Bangkok. Eddy bersama Jimmy masuk ke pesawat tanpa pemeriksaan imigrasi. Boarding pass Eddy sudah diurus terlebih dahulu oleh Dina. Petualangan Eddy berakhir pada 1 Oktober 2018, setelah penyidik KPK menangkapnya.

Atas rangkaian perbuatannya tersebut Lucas didakwa telah melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nmor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

 

Reporter: Yunita Amalia

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.