Sukses

Survei: 40 Persen Responden Percaya Kasus Ratna Sarumpaet Skenario Politik

40,5 persen dari responden yang mengetahui kebohongan Ratna Sarumpaet menganggap itu merupakan bagian dari skenario politik.

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga survei Y-Publica merilis survei soal politik kebohongan mengancam Pemilu 2019. Landasan Y-Publica mengambil tema tersebut dari kasus hoaks aktivitis  Ratna Sarumpaet yang berimbas pada pasangan capres-cawapres nomor urut 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno.

"Dalam survei kali ini tema besarnya adalah mengangkat kasus politik kebohongan yang dilakukan Ibu Ratna Sarumpaet karena isu itu sangat kuat sekali di publik," ujar Direktur Eksekutif Y-Publica Rudi Hartono saat memaparkan rilis survei di Bakoel Coffee, Cikini, Jakarta, Senin (5/11/2018).

Rudi mengatakan, dampak informasi dari berita bohong Ratna Sarumpaet sangat luas di masyarakat. Dari survei Y-Publica, 48,9 persen responden mengaku mengetahui atau pernah mendengar kasus tersebut. Sementara, yang tidak mendengar dan mengetahui sebanyak 48,0 persen.

Kemudian, sebanyak 71,5 persen responden di survei Y-Publica yang mengetahui kasus itu juga mengaku mengenal posisi Ratna sebagai salah satu anggota Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.

Sedangkan yang tidak mengetahui 23,8 persen dan tidak menjawab 4,7 persen Ratna anggota BPN. "Karena publik tahu Ratna bagian dari kubu Prabowo-Sandi, maka efek elektoralnya merugikan kubu tersebut," ucap dia.

Apalagi, kata Rudi, sebanyak 40,5 persen dari responden yang mengetahui kasus itu meyakini bahwa kebohongan Ratna itu bagian dari skenario politik. Yang tidak mengetahui 39,1 persen.

"Kalau kebohongan itu tidak terbongkar, tentu kubu petahana sangat dirugikan. Karena akan dianggap membungkam oposisi dengan kekerasan," jelas dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tiru Donald Trump

Rudi menambahkan, masyarakat Indonesia tidak suka dengan skenario kebohongan dalam politik. Dalam surveinya, 81,3 persen responden menyatakan bahwa kebohongan seharusnya tidak dibenarkan dalam politik. Sementara yang menyetujui kebohongan dilakukan dalam politik hanya 9,5 persen.

"Hanya 9,5 persen yang setuju, itu pun karena sudah dikuasai anggapan bahwa politik itu soal menghalalkan segala cara untuk mencapai kekuasaan," kata Rudi.

Dalam diskusinya, Rudi juga mengingatkan bahwa penggunaan politik kebohongan tengah mendunia pasca keberhasilan Donald Trump dalam Pemilu Amerika Serikat. Gaya Trump tersebut pun ditiru oleh Calon Presiden Brazil, Jair Bolsonaro hingga berhasil memenangkan Pemilu.

Jumlah sampel dari survei ini adalah 1200 responden dengan teknik survei multistage random sampling mewakili 34 provinsi di Indonesia. Margin of Error (MoE) 2,98% dengan tingkat kepercayaan 95%. Pengambilan data survei dilakukan pada tanggal 10-20 Oktober 2018. 

Reporter: Muhammad Genantan Saputra

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.