Sukses

Saran Kemendagri Kurangi Kepala Daerah Korupsi: Evaluasi Rekrutmen Politik

Menurut Bahtiar, kepala daerah maupun DPRD ada kecenderungan korupsi karena memiliki kewenangan yang besar.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah gencar menangkap para kepala daerah yang terindikasi melakukan tindak korupsi. Berdasarkan catatan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), pada 2018 saja, sudah ada 19 kepala daerah yang terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK.

Tidak hanya kepala daerah, 61 anggota DPR dan DPRD juga tertangkap karena kasus korupsi. Terbaru, KPK menangkap 8 anggota DPRD Kalimantan Tengah di Jakarta, terkait urusan perkebunan kelapa sawit.

Sebagai Kementerian yang memiliki fungsi koordinasi, pembinaan, dan pengawasan pemerintahan di daerah, Kemendagri mengapresiasi kinerja KPK yang terus melakukan pembersihan terhadap praktik koruptif di jajaran pemerintah daerah.

"Silahkan KPK membersihkan terus demi kebaikan dan perbaikan tata kelola pemerintahan," ujar Kepala Pusat Penerangan Kemendagri Bahtiar, dalam keterangan tertulis, Sabtu (27/10/2018).

Dia menjelaskan, langkah KPK itu menunjukan bahwa sistem pengawasan masyarakat terhadap penyelenggara pemerintahan sudah berjalan.

Menurut Bahtiar, kepala daerah maupun DPRD ada kecenderungan menyalahgunakan kekuasaan atau melakukan tindak korupsi, karena memiliki kewenangan yang besar.

Karena itu, peran masyarakat dalam mengontrol pemerintahan perlu dilakukan sesuai asas–asas umum pemerintahan yang baik, guna menciptakan pemerintahan daerah yang efektif, efisien, bersih, dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Evaluasi Rekrutmen Penyelenggara Negara

Guna mengurangi angka korupsi di penyelenggara negara, Bahtiar mengatakan perlu ada perbaikan dan evaluasi dalam tata kelola pemerintahan, termasuk mekanisme rekrutmen para penyelenggara negara atau rekruitmen politik.

"Undang–Undang Pemerintah Daerah dan Undang-Undang Pilkada, UU yang mengatur birokrasi, administrasi tata kelola keuangan dan daerah yang menurut arahan Bapak Presiden sangat rumit, dan hanya mengedepankan aspek prosedur administrasi belaka, perlu dievaluasi secara sungguh-sungguh, konprehensif, utuh dan mendalam karena tidak kompatibel menghasilkan penyelenggara negara yang berintegritas," paparnya.

Bahtiar juga mengingatkan bahwa menjadi penyelenggara negara untuk mengabdi kepada bangsa dan negara, bukan memperkaya diri dan keluarga.

Begitu juga dengan penyelenggaraan otonomi daerah, selama ini tujuan utamanya adalah untuk memperkuat posisi pemerintah daerah (Pemda) dalam memajukan kesejateraan rakyat di daerah (human development).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.