Sukses

Perlindungan Bahasa Daerah dalam Kerangka Kebijakan Nasional Kebahasaan

Revitalisasi Bahasa Yalahatan Berbasis Komunitas di SMPN 8 Amahai, Maluku Tengah, 13 Juli 2017.

Liputan6.com, Jakarta Indonesia sangat kaya dengan bahasa daerah dan sastra daerah. Tercatat terdapat 726 bahasa di Indonesia. Sebagian masih akan berkembang, tetapi tidak dapat diingkari bahwa sebagian besar bahasa itu akan punah.

Menurut UNESCO, seperti yang tertuang dalam Atlas of the World’s Language in Danger of Disappearing, di Indonesia terdapat lebih dari 640 bahasa daerah (2001:40) yang di dalamnya terdapat lebih kurang 154 bahasa yang harus diperhatikan. Sekitar 139 bahasa terancam punah dan 15 bahasa benar-benar telah mati.

Bahasa yang terancam punah antara lain terdapat di Kalimantan (satu bahasa), Maluku (22 bahasa), Papua Barat dan Kepulauan Halmahera (67 bahasa), Sulawesi (36 bahasa), Sumatra (dua bahasa), serta Timor-Flores dan Bima-Sumbawa (11 bahasa). Sementara itu, bahasa yang telah punah berada di Maluku (11 bahasa), Papua Barat dan Kepulauan Halmahera, Sulawesi, serta Sumatera (masing-masing satu bahasa).

Hilangnya daya hidup bahasa daerah pada umumnya disebabkan oleh pindahnya orang desa ke kota untuk mencari penghidupan yang dianggap lebih layak dan perkawinan antar etnis yang banyak terjadi di Indonesia. Masyarakat perkotaan, yang pada umumnya merupakan masyarakat multi-etnis atau multilingual, memaksa seseorang harus meninggalkan bahasa etnisnya dan menuju bahasa nasional. 

Cara itu dianggap lebih baik daripada harus bersikap divergensi atau konvergensi dengan bahasa etnis yang lain. Bahasa Indonesia merupakan bahasa kompromistis dalam sebuah perkawinan antaretnis.

Pada umumnya, bahasa etnis setiap orang tua akan ditinggalkan dan bahasa Indonesia kemudian digunakan dalam keluarga itu karena dianggap sebagai bahasa yang dapat menghubungkan mereka secara adil.

Penggunaan bahasa daerah sebagai bahasa pengantar di kelas juga mejadi bukti bahwa sesungguhnya Indonesia sudah sejak 1950 menerapkan prinsip Education For All (EFA) yang dicetuskan baru dicetuskan oleh UNESCO pada 1990-an

Tak hanya itu, perlindungan terhadap bahasa daerah juga didasarkan pada amanat Pasal 32 Ayat 2 UUD 1945, yang menyatakan bahwa negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan budaya nasional. Dengan ayat itu, negara memberi kesempatan dan keleluasaan kepada masyarakat untuk melestarikan dan mengembangkan bahasanya sebagai bagian dari kebudayaannya masing-masing.

Khazanah bahasa dan sastra di Indonesia sangat beragam, tetapi sebagian besar dari keberagaman itu berada dalam kondisi yang memprihatinkan. Beberapa bahasa memang masih tergolong dalam posisi aman, tetapi tidak sedikit bahasa yang dalam posisi terancam, hampir punah, atau bahkan telah punah.

Dasar hukum yang melandasi kebijakan penanganan bahasa dan sastra daerah telah telah ditetapkan, baik dalam UUD 1945 maupun Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009. Keduanya mencerminkan kemauan politik pemerintah yang nyata, tetapi realisasi upaya pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa dan sastra daerah belum optimal.

Dalam rangka optimalisasi, beberapa provinsi telah melahirkan perda, demikian juga beberapa kementerian. Akan tetapi, optimalisasi upaya pengembangan, pembinaan, dan pelindungan bahasa daerah belum dilakukan dalam batas-batas yang seharusnya.

 

 

(Adv)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.