Sukses

Mengenang Bom Bali, Berdamai dengan Masa Lalu

Gillard mengimbau mereka yang menjadi korban untuk memaafkan para pelaku yang telah melakukan kejahatan kemanusiaan di Legian, Bali.

Liputan6.com, Jakarta - Pagi itu, Jumat 12 Oktober 2012, kawasan Lotus Pond di Garuda Wisnu Kencana, Jimbaran, Bali, terasa dingin oleh rintik hujan yang turun. Namun, puluhan bus tetap menurunkan tamu di lokasi peringatan 10 tahun tragedi Bom Bali I itu. Mereka adalah warga Australia yang khusus datang untuk acara ini.

Para tamu ini datang sesuai dengan janji Perdana Menteri Australia Julia Gillard yang akan membawa keluarga korban untuk menghadiri peringatan tragedi Bom Bali I. Gillard juga yang mengatakan bahwa acara di GWK itu merupakan peringatan Bom Bali yang terakhir kalinya.

Tak heran kalau peringatan satu dekade Bom Bali I ini dihadiri banyak tokoh penting. Selain Julia Gillard, terlihat pula mantan Perdana Menteri Australia John Howard, pemimpin oposisi Australia Tony Abbot, Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa, dan Menteri Luar Negeri Selandia Baru Murray McCully.

Dalam sambutannya, Gillard mengimbau mereka yang menjadi korban untuk memaafkan para pelaku yang telah melakukan kejahatan kemanusiaan di Legian, Bali, 16 tahun silam itu.

"Marilah kita berdamai dengan masa lalu," harapnya di hadapan ribuan tamu yang hadir.

Pada bagian lain, Gillard mengatakan terorisme tak bisa dilawan sendirian. Melawan terorisme harus bersama-sama di antara seluruh bangsa yang ada di dunia.

"Selain itu, kita juga harus saling mengingatkan akan bahaya terorisme bagi nilai-nilai kemanusiaan," ujarnya.

Sementara itu, mantan PM Australia John Howard yang turut memberi sambutan menyatakan penghargaan atas kerja sama polisi Indonesia dan Australia yang terjalin sangat baik dalam mengungkap pelaku tragedi ini.

"Saya juga menyampaikan rasa salut pada semangat warga Australia untuk terus bangkit dan bertahan di atas derita ini," katanya.

Australia memang layak berkabung. Dari 202 korban meninggal dalam peristiwa tersebut, 88 orang di antaranya adalah warga Australia. Tak heran, upacara peringatan yang sama juga dilakukan di berbagai kota di Australia, termasuk di Canberra, Sydney, Gold Coast, Adelaide, Melbourne, dan Perth.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa yang turut memberikan sambutan, menegaskan bahwa tidak peduli kebangsaan, agama, ras dan asalnya, yang jelas banyak ayah, ibu, anak, kerabat dan teman yang kehilangan karena tragedi Bom Bali I.

Marty juga mengatakan bahwa teroris telah menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan yang dianut secara universal. Untuk itu, dia menyerukan kerja sama untuk terus mencegah munculnya terorisme di mana pun.

Pada akhir sambutan, Marty menyatakan penghormatan terhadap masyarakat Bali yang segera tanggap setelah kejadian.

"Mereka, maju ke depan dan menyingkirkan rasa takut untuk mengulurkan tangan. Itu adalah ciri nilai-nilai kemanusiaan sebenarnya," pungkas Marty.

Pada puncak acara peringatan enam tahun silam itu, nama seluruh korban Bom Bali I dibacakan. Tak sedikit di antara mereka yang meneteskan air mata di antara keheningan saat nama demi nama dibacakan.

Sejak itu, peringatan Bom Bali I secara resmi memang tak ada lagi. Namun, tetap saja keramaian terlihat di Monumen Bom Bali I di kawasan Legian, Kuta setiap menjelang tanggal 12 Oktober.

Tak ada yang salah dengan mengingat sejarah. Apalagi menyangkut sejarah kelam, saat suatu malam ratusan nyawa tercerabut sia-sia akibat pemikiran sempit segelintir orang.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

2 Ledakan di Legian

Bom Bali 2002 adalah rangkaian tiga peristiwa pengeboman yang terjadi pada malam hari tanggal 12 Oktober 2002. Dua ledakan pertama terjadi di Paddy’s Pub dan Sari Club (SC) di Jalan Legian, Kuta, Bali. Adapun ledakan terakhir terjadi di dekat Kantor Konsulat Amerika Serikat, walaupun jaraknya cukup berjauhan.

Pengeboman ini merupakan yang pertama, disusul oleh pengeboman dalam skala yang jauh lebih kecil bertempat di Bali pada 2005. Tercatat 202 korban jiwa dan 209 orang luka-luka atau cedera. Kebanyakan korban merupakan wisatawan asing yang sedang berkunjung ke lokasi yang merupakan tempat wisata tersebut.

Kawasan Legian, Kuta, Bali, memang tidak pernah tidur. Keramaian justru memuncak menjelang tengah malam. Malam itu, Sabtu 12 Oktober 2002, waktu menunjukkan pukul 23.30 Wita, tapi geliat kehidupan masih terlihat. Sebagian besar penduduk Kota Denpasar dan Kabupaten Badung mulai beranjak tidur.

Tiba-tiba mereka dikejutkan oleh suara ledakan yang amat dahsyat. Bom yang meledak di depan Paddy’s tidak terlalu besar. Walau sebagian pengunjung panik, sebagian lainnya masih tetap asyik mendengar musik di pub itu.

Akan tetapi, selang beberapa menit, ledakan lebih dahsyat terjadi di depan Sari Club. Ledakan itu menelan korban tewas 184 orang, 250 orang luka-luka, 47 bangunan hancur, dan ratusan mobil rusak berat.

Getaran ledakannya terasa hingga 12 kilometer. Adapun bunyi ledakan terdengar hingga puluhan kilometer. Asap tinggi menjulang ke awan hingga 100 meter, membentuk cendawan api raksasa yang sangat menyilaukan bahkan membutakan mata.

Ledakan itu sendiri meninggalkan sebuah lubang besar berdiameter 5x4 meter dan kedalaman 1,5 meter. Bau amis darah sangat menyengat, semua orang berlari dan menjerit panik atau merintih kesakitan.

Tim Investigasi Gabungan Polri dan kepolisian luar negeri yang dibentuk untuk menangani kasus ini menyimpulkan, bom yang digunakan berjenis TNT seberat 1 kg dan di depan Sari Club, merupakan bom RDX berbobot antara 50-150 kg.

Hasil penelusuran awal kepolisian mengungkapkan, bom yang diledakkan di Jalan Legian dibawa oleh taksi yang ditumpangi tiga orang berwajah Melayu. Bom itu diduga diletakkan di bawah mobil.

Di depan Paddys Cafe, tiga orang yang ada di dalam taksi keluar meninggalkan taksinya. Setelah itulah terjadi ledakan di Paddy’s, yang tak lama disusul dengan ledakan kedua di Sari Club.

Berbekal informasi tersebut, pihak kepolisian kemudian bergerak cepat.

3 dari 3 halaman

Nasib Para Pelaku

Pada 30 Oktober 2002, titik terang pelaku bom Bali I mulai muncul. Tiga sketsa wajah tersangka pengebom itu dipublikasikan. Nama dan identitas tersangka pun telah dikantongi petugas. Tak cuma itu, polisi juga mengklaim telah mengetahui persembunyian para tersangka. Mereka tidak tinggal bersama, namun masih di Indonesia.

Pada 5 November 2002, salah satu tersangka kunci ditangkap. Amrozi bin Nurhasyim ditangkap di rumahnya di di Desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur. Dan, 10 Orang yang diduga terkait juga ditangkap di sejumlah tempat di Pulau Jawa.

Sementara itu, Abu Bakar Ba’asyir yang disebut-sebut punya hubungan dengan Amrozi membantah. Ba’asyir menilai pengakuan Amrozi saat diperiksa di Polda Jatim merupakan rekayasa pemerintah dan Mabes Polri yang mendapat tekanan dari Amerika Serikat.

Pada 10 November 2002, Amrozi membeberkan lima orang yang menjadi tim inti peledakan. Ali Imron, Ali Fauzi, Qomaruddin adalah eksekutor di Sari Club dan Paddy’s. Sementara M Gufron dan Mubarok menjadi orang yang membantu mempersiapkan peledakan.

Polisi pun memburu Muhammad Gufron (kakak Amrozi), Ali Imron (adik Amrozi), dan Ari Fauzi (saudara lain dari ibu kandung Amrozi). Kakak tiri Amrozi, Tafsir. Tafsir dianggap tahu seluk-beluk mobil Mitsubishi L-300 dan meminjamkan rumahnya untuk dipakai Amrozi sebagai bengkel.

Pada 26 November 2002, satu lagi tersangka bom Bali, Imam Samudra, ditangkap di dalam bus Kurnia di kapal Pelabuhan Merak. Rupanya dia hendak melarikan diri ke Sumatera.

Pada 3 Desember 2002, giliran Ali Gufron alias Muklas (kakak Amrozi) ditangkap di Klaten, Jawa Tengah.

Pada 18 Desember 2002, Tim Investigasi Gabungan Polri-polisi Australia membuka dan membeberkan Dokumen Solo, sebuah dokumen yang dimiliki Ali Gufron. Dalam dokumen tersebut berisi tata cara membuat senjata, racun, dan merakit bom. Dokumen itu juga memuat buku-buku tentang Jamaah Islamiah (JI) dan topografi suatu daerah serta sejumlah rencana aksi yang akan dilakukannya.

Selanjutnya, 7 Juli 2003, Amrozi divonis mati. Kemudian, pada 10 September 2003, Imam Samudra divonis mati. Dan, pada 2 Oktober 2003, Ali Gufron divonis mati.

Ketiga pelaku yang divonis mati tersebut kemudian dipindahkan ke LP Nusakambangan pada 11 Oktober 2005. Pada Minggu, 9 November 2008 dini hari, Amrozi bersama kakaknya Mukhlas alias Ali Ghufron, dan pemimpin kelompok Imam Samudra alias Abdul Azis dieksekusi dengan cara ditembak.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.