Sukses

Pemilik Blackgold Natural Resources Didakwa Menyuap Eni Saragih Rp 4,7 M

Uang suap diperuntukkan agar Eni bisa menggerakan PLN menunjuk Blackgold Natural Resources, mendapat pekerjaan dari proyek PLTU Riau-1.

Liputan6.com, Jakarta - Pengusaha Johanes Budisutrisno Kotjo didakwa memberi suap Rp 4,7 miliar kepada anggota Komisi XI DPR Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham. Uang suap diperuntukkan agar Eni bisa menggerakan PLN menunjuk Blackgold Natural Resources, perusahaan milik Kotjo, mendapat pekerjaan dari proyek PLTU Riau-1.

"Terdakwa telah memberi uang secara bertahap yang seluruhnya berjumlah Rp 4.750.000.000 kepada Eni Maulani Saragih dan Idrus Marham dengan maksud Eni membantu terdakwa mendapat proyek Independent Power Producer (IPP) PLTU Riau-1," ucap Jaksa Ronald Ferdinand Worotikan saat membacakan surat dakwaan milik Kotjo di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (4/10/2018).

Jaksa menyebutkan, sekitar 2015, Kotjo mengetahui adanya proyek pengerjaan PLTU Riau-1, sehingga ia mencari perusahaan lain untuk bergabung bersamanya. Hingga perusahaan asal China, CHEC Ltd bergabung bersama Kotjo dengan kesepakatan Kotjo mendapat komitmen fee sebesar 2,5 persen dari nilai proyek atau sekitar USD 25 juta, nilai proyek PLTU Riau-1 sendiri sebesar USD 900 juta.

Dari komitmen fee yang ia terima, rencananya diteruskan lagi kepada sejumlah pihak di antaranya kepada Setya Novanto USD 6 juta, Andreas Rinaldi USD 6 juta, Rickard Phillip Cecile, selaku CEO PT BNR, USD 3.125.000, Rudy Herlambang, Direktur Utama PT Samantaka Batubara USD 1 juta, Intekhab Khan selaku Chairman BNR USD 1 juta, James Rijanto, Direktur PT Samantaka Batubara USD 1 juta.

Sementara Eni Saragih masuk ke dalam pihak-pihak lain yang akan mendapat komitmen fee dari Kotjo. Pihak-pihak lain disebutkan mendapat 3,5 persen atau sekitar USD 875 ribu.

Sekirar Oktober 2015, Kotjo meminta Rudi mengajukan surat permohonan agar proyek Independen Power Producer (IPP) PLTU Riau masuk ke dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik PT PLN. Namun tidak ada tanggapan.

Awal tahun 2016, Kotjo akhirnya menemui Setya Novanto sebagai Ketua Umum Partai Golkar dan memintanya agar membantu mendapatkan proyek tersebut.

"Atas permintaan terdakwa tersebut, bertempat di ruang kerja Setya Novanto di gedung Nusantara DPR, Setya Novanto memperkenalkan terdakwa dengan Eni Saragih selaku anggota Komisi VII yang membidangi energi, riset dan teknologi serta lingkungan hidup," ujar jaksa.

Eni menyanggupi arahan Setya Novanto untuk membantu Kotjo dengan cara mempertemukannya dengan Direktur Utama PT PLN Sofyan Basir. Pertemuan dengan Sofyan Basir berjalan lancar dan menghasilkan bahwa pekerjaan proyek tersebut PT PLN bisa bermitra dengan swasta, perusahaan Kotjo dan anak perusahaannya seperti Samantaka Batubara kemudian digandeng menjadi mitra.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Komunikasi dengan Idrus dan Eni

Saat proses negosiasi tercapai, Eni berkomunikasi dengan Idrus Marham lantaran Setya Novanto sebagai Ketua Umum Golkar ditangkap KPK. Kepada Idrus, Eni meminta agar Kotjo memperhatikannya.

Eni bersama Idrus Marham kemudian menemui Kotjo di kantornya. Kepada Idrus, Kotjo menerangkan komitmen fee 2,5 persen akan diberikan kepada Eni jika proyek PLTU Riau-1 berjalan.

"Selanjutnya terkait komitmen fee yang dijanjikan terdakwa sebelumnya Eni Saragih selaku bendahara Munaslub Golkar meminta uang kepada terdakwa untuk kepentingan Munaslub Golkar," kata Ronald saat membacakan surat dakwaan.

Untuk meyakinkan Kotjo, Idrus menimpali agar ia membantu Eni. "Tolong dibantu yah," ucap jaksa menirukan ucapan Idrus kepada Kotjo.

Uang kemudian dieksekusi selama dua tahap, 18 Desember 2017 dan 14 Maret 2018, masing-masing sebesar Rp 2 miliar.

Uang kembali diberikan Kotjo setelah ada permintaan dari Eni untuk kepentingan suaminya mencalonkan diri sebagai Bupati Temenggung. Awalnya, Eni meminta uang Rp 10 miliar namun ditolak dengan alasan sulitnya kondisi keuangan. Peran Idrus melobi Kotjo berhasil dan memberikan uang kepada Eni untuk keperluan sang suami sebesar Rp 250 juta.

Selanjutnya, Eni kembali menagih komitmen fee yang telah disepakati. Kotjo kembali menggelontorkan Rp 500 juta melalui stafnya.

Atas perbuatannya, Johannes Budisutrisno Kotjo didakwa telah melanggar Pasal 5 ayat 1 atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.