Sukses

Sahroni DPR: Jangan Beri Ruang Peredaran Narkoba

Anggota Komisi III DPR Ahmad Sahroni mendesak sistem peradilan menghukum berat kepada para pelaku, khususnya bandar besar dan pengelola pabrik rumahan narkoba.

Liputan6.com, Jakarta - Polres Jakarta Barat kembali mengungkap kasus narkoba berskala besar. Kali ini, petugas membongkar pabrik rumahan ekstasi di Perumahan Sentra Pondok Rajeg, Cibinong, Jawa Barat. Penangkapan berkat kerja sama tiga pilar ini mendapat apresiasi dari Komisi III Ahmad Sahroni.

Dia menilai sinergitas yang dilakukan Polres Jakarta Barat dalam pengungkapan kasus narkoba patut dicontoh seluruh Polres di Indonesia.

"Seperti disampaikan Kapolres Jakarta Barat, pengungkapan pabrik ekstasi yang dilakukan Polres Jakarta Barat di Cibinong berhasil dilakukan karena adanya sinergitas yang baik. Sinergitas ini harus dicontoh seluruh Polres di Indonesia," kata Sahroni dalam keterangan tertulisnya di Jakarta, Rabu (26/9/2018).

Sahroni menekankan pentingnya peran aktif warga, khususnya RT dan RW mengenai aktifitas di lingkungannya. Sahroni juga mendesak sistem peradilan memberikan hukuman berat kepada para pelaku, khususnya bandar besar dan pengelola pabrik rumahan narkoba.

"Berikan hukuman seberat-beratnya kepada para pelaku yang telah meracuni anak bangsa. Ini (hukuman berat) juga akan menjadi warning terhadap mereka yang berniat terjun ke bisnis narkoba," tegas politisi Nasdem ini.

"Kita sudah banyak melihat bukti narkoba telah merusak berbagai elemen. Pejabat, politisi, artis, polisi, TNI, hingga anak kecil menjadi sasaran narkoba. Jangan beri ruang kepada peredaran narkoba. RT dan RW harus aktif mengawasi lingkungannya dari peredaran narkoba," sambung dia.

 

Saksikan video menarik berikut ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Efek Narkoba Three in One

Sementara itu, Kapolres Jakarta Barat Kombes Pol Hengki Haryadi mengemukakan, pabrik yang digerebek ini menghasilkan ekstasi jenis langka dan memberi efek yang lebih berbahaya daripada ekstasi umumnya.

"Fenomena baru karena yang ada di sini produksi ekstasi cukup berbahaya, dalam istilahnya adalah three in one," kata Hengki.

Lulusan Akpol 1996 ini mengungkapkan, bahwa yang dimaksud three in one adalah ekstasi tersebut mengandung efek stimulan, halusinogen, dan depresan. Paduan ketiga efek ini sangat berbahaya bagi tubuh dan dapat memberikan dampak yang merusak.

"Biasanya ekstasi hanya mengandung efek stimulan, yaitu MDMA, di sini ada mengandung efek depresan dan halusinogen, berbahaya three in one ini," ucapnya.

Tak hanya sebagai pabrik ekstasi, para pelaku dikatakan juga berniat mengembangkan industri narkoba mereka ke jenis sabu-sabu. Salah satu pelaku berinisial AP disebutkan Hengki merupakan residivis kasus serupa yang baru menghirup udara bebas sejak tiga bulan lalu.

"Cukup ironis kita melihat ada pabrik narkoba jenis ekstasi yang akan dikembangkan juga untuk clandestine shabu di perumahan ini. Selalu di perumahan, ini yang menjadi catatan. Oleh karenanya menjadi alarm buat kita semua, RT RW apabila ada warga yang tertutup kita harus bisa kita peduli tidak permisif sehingga tidak terjadi lagi home industry ataupun clandestine lab," papar Hengki.

"Kami ingin ada hukuman berat untuk pemilik clendestine lab ini dan kami akan koordinasikan dengan instansi terkait, criminal justice system, supaya ada efek jera. Efek deterrent (penjeraan) terhadap lex spesialis saat ini pelaku tindak pidana, maupun masyarakat secara luas yang lain agar jangan ikut-ikutan," pungkasnya.

Selain menyita ribuan butir ekstasi dari tangan para tersangka, Polres Jakarta Barat juga mengamankan bahan baku berupa bubuk caffein seberat 1.274 gram, bubuk avic 4.751 gram, bubuk ephedrine 136 gram, bubuk key 35 gram, bubuk red posfor 1.800 gram, pewarna bubuk 250 gram, tiga botol kecil bahan baku pewarna makanan cair merk kupu-kupu, tiga buah timbangan elektrik, satu buah kalkulator, serta tiga ponsel.

Atas perbuatannya, tiga tersangka dijerat Pasal 114 ayat 2 subsider 112 ayat 2, subsider 111 ayat 1. Sementara tersangka yang memproduksi dikenakan 112 ayat 2, 113 ayat 2, 114 ayat 2, 132 ayat 2 UU narkoba no 35, juncto perbuatan atau pemufakatan jahat untuk lakukan pidana narkoba secara terorganisasi.

"Hukumannya maksimal 20 tahun penjara atau mati," Hengki berujar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.