Sukses

KPK: 26 Narapidana Korupsi Telah Dicabut Hak Politiknya

Febri mengatakan, KPK telah mengajukan tuntutan pencabutan hak politik bagi politikus yang melakukan tindak pidana korupsi.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersikeras agar mantan narapidana kasus korupsi tak kembali mendapatkan jabatan publik usai menjalani masa pidana penjara. Hal tersebut guna mewujudkan parlemen yang bersih dan mencegah praktik korupsi di DPR dan DPRD.

"Menurut KPK, pembatasan hak narapidana korupsi untuk mencalonkan perlu dilakukan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Selasa (18/9/2018).

Febri mengatakan, KPK telah mengajukan tuntutan pencabutan hak politik bagi politikus yang melakukan tindak pidana korupsi. Baik kepala daerah, anggota DPR, dan DPRD yang sejatinya dipilih oleh rakyat.

"Sejauh ini Pengadilan Tipikor telah memutus hukuman tambahan pencabutan hak politik dengan durasi waktu berbeda-beda sesuai aturan di KUHP terhadap 26 orang," kata Febri.

Dari 26 orang tersebut ada yang menjabat sebagai ketua umum dan pengurus partai politik, anggota DPR, anggota DPRD, kepala daerah serta jabatan lain yang diproses KPK sejak 2013 hingga 2017.

Febri berharap, pencabutan hak politik dijadikan standar dan pembahasan di Mahkamah Agung (MA) agar menjadi pedoman bagi seluruh Pengadilan Tipikor demi mewujudkan politik yang bersih dan beringegritas.

"Kami berharap hukuman pencabutan hak politik ini dapat menjadi concern bersama penegak hukum, baik dalam mengajukan tuntutan di pengadilan ataupun putusan pengadilan," kata Jubir KPK ini.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

MA Klaim Tetap Konsisten

Juru bicara Mahkamah Agung (MA) Suhadi menegaskan, pihaknya konsisten memberantas tindak pidana korupsi di Tanah Air. Hal ini terkait putusan MA yang membolehkan mantan napi korupsi menjadi caleg.

"MA tetap konsisten dan konsekuen memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia. Ini tidak akan pernah berubah," ujar Suhadi di Gedung MA, Senin (17/9/2018).

Suhadi mengatakan, selama ini MA bersikap keras terhadap koruptor. Hal itu bisa dilihat dari putusan kasasi yang dikeluarkan MA dengan memperberat vonis penjara para koruptor atau memberikan hukuman denda yang lebih besar dari putusan yang dijatuhkan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).

"Ini membuktikan MA tetap komitmen (memberantas korupsi)," ucap dia.

Suhadi menjelaskan, majelis hakim menilai, PKPU Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR dan DPRD Kabupaten/kota bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam UU Pemilu, tidak ada poin mengatur larangan mantan napi korupsi menjadi caleg. Sementara PKPU sejatinya merupakan turunan dari Undang-Undang Pemilu.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.