Sukses

Yusril: Misrepresentasi dalam Kasus Syafruddin Tak Ada dan Tidak Pernah Terjadi

Dalam argumentasinya, Yusril juga menunjuk pada dua saksi atas sangkaan tersebut yang diajukan JPU. Yaitu Glenn M Yusuf dan Rudy Suparman.

Liputan6.com, Jakarta Jaksa penuntut umum telah menuntut Syafruddin Arsyad Temengung (SAT) 15 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar. Sidang rencananya kembali digelar Kamis 13 September 2018. Dalam sidang kali ini, Syafruddin akan menyampaikan pledoi atas tuntutan tersebut.

Pengacara SAT, Yusril Ihza Mahendra memastikan peristiwa atau kejadian misrepresentasi tidak ada atau tidak pernah terjadi. Untuk itu, unsur melawan hukum dari dakwaan dan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap kliennya Sjafruddin Arsyad Temenggung (SAT) tidak terbukti. Ia menampik dakwaan jaksa tentang SN yang menyatakan hutang petambak adalah lancar padahal macet.

“Peristiwa atau kejadian dimana SN menyatakan hutang tersebut lancar adalah tidak pernah ada. Karena tiada seorang pun saksi maupun bukti-bukti lain termasuk bukti surat dan pengakuan SN yang membuktikan adanya peristiwa itu," ujar Yusril saat dihubungi, Rabu 12 September 2018.

Dia menjelaskan hutang petambak adalah hutang para petambak kepada BDNI. Hutang ini merupakan salah satu aset BDNI. Sedangkan BDNI telah di ambil alih BPPN sejak 3 April 1998 lebih dari 1 tahun sebelum MSAA di Closing pada 25 Mei 1999.

Pada saat pembuatan MSAA, seluruh data neraca dan perhitungan berasal dari BPPN sendiri.

"Bagaimana sekarang setelah 20 tahun baru dinyatakan ada misrepresentansi. Apalagi MSAA adalah suatu perjanjian perdata, di mana di dalamnya jelas tertera bahwa jikalau ada perselisihan atau argumentasi misrepresentansi seharusnya diselesaikan melalui jalur Hukum Perdata. Sebelum ada keputusan Pengadilan Perdata yang berkuatan hukum tetap, berarti tidak ada misrepresentansi," jelas Yusril.

Dalam argumentasinya, Yusril juga menunjuk pada dua saksi atas sangkaan tersebut yang diajukan JPU. Yaitu Glenn M Yusuf dan Rudy Suparman.

Mantan Ketua BPPN Glenn Yusuf mengakui di persidangan, bahwa pada mulanya ia dalam suratnya menyatakan SN telah menyatakan hutang petambak adalah lancar. Tapi kemudian dalam persidangan setelah mendengarkan keterangan kesaksian mantan Wakil Ketua BPPN Farid Harianto, bahwa SN tidak pernah hadir dalam rapat, Glenn Y usuf meralat keterangannya sendiri.

Yusril pun menyatakan bahwa sekarang baru mengetahui bahwa SN tidak pernah hadir dalam negosiasi dan juga seketika mengubah pernyataannya yang menyatakan bahwa advisor yang mewakili. Selain itu, Glenn juga mengakui bahwa dia sendiri tidak pernah hadir dalam rapat tersebut dan informasi tersebut hanya dia peroleh dari stafnya.

Sedangkan saksi mantan Direktur Utama Danareksa Rudy Suparman, dalam persidangan menyatakan bahwa SN selaku pemegang saham pengendali BDNI mempresentasikan pinjaman kepada petani tambak sebesar Rp 4,8 triliun sebagai pinjaman lancar melalui advisornya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Keterangan Saksi

Menurut Yusril, keterangan dua saksi tersebut justru membuktikan tidak ada kata-kata atau keterangan dari SN sendiri yang menyatakan hutang petambak adalah lancar. Yusril menyimpulkan Glenn menyebut SN tidak hadir dalam negosiasi. Dengan begitu, SN tidak mungkin menyatakan bahwa hutang petambak adalah lancar.

Glenn dan Rudy, sambung Yusril, menyatakan kata-kata itu disampaikan advisornya. Ini justru membuktikan bahwa SN tidak pernah menyatakan sendiri.

“Apakah betul advisor pernah menyatakan hal tersebut, siapa nama advisornya, kapan, di mana, dan terhadap siapa disampaikan? Semua hal itu tidak pernah dibuktikan di pengadilan karena advisor tersebut tidak pernah diperiksa dan tidak pernah memberikan keterangan di persidangan,' ujar Yusril.

Dia menambahakan advisor bukanlah kuasa dari SN, sehingga apabila pun benar (quad non) advisor menyatakan hal itu, tentu SN tidak bisa dimintai pertanggungjawaban karena advisor bukan kuasa dari SN. Advisor tentu hanya dapat menyatakan pendapatnya sendiri dan tidak mewakili orang lain. Hal ini sesuai bantahan SN dalam suratnya tertanggal 12 November 1999, yang sudah diungkapkan di persidangan.

"Berdasarkan keterangan dua saksi tersebut di atas membuktikan tidak ada misrepresentasi terhadap MSAA sebagaimana didakwakan terhadap SAT," uca Yusril.

Yusril juga menyanggah pendapat hukum/legal opinion LGS bahwa SN telah melakukan misrepresentasi dalam pelaksanaan MSAA. Menurut dia, yang disampaikan LGS hanyalah pendapat atau opini dan bukan fakta hukum. Ssedangkan LGS, dalam hal ini Timbul Lubis, memberikan kesaksian sebagai saksi fakta.

Ditambah lagi dalam persidangan Timbul menyatakan seluruh data berasal dari BPPN, dan ada sejumlah data yang tidak diberikan karena kesimpulannya menjadi tidak lengkap.

"Dengan demikian keterangan saksi tersebut yang merupakan pendapat hukum atau opini belaka bukanlah merupakan keterangan saksi yang sah dan yang dapat diterima berdasarkan Pasal 184 KUHAP. Sehingga keterangannya tidak bernilai secara hukum dan harus dikesampingkan," pungkas Yusril.

Saksikan video menarik berikut ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.