Sukses

Tokoh NU Jateng: Vaksin MR Tidak Najis

Hidayat mengatakan, berdasarkan hasil diskusi dengan sejumlah dokter, Vaksin MR tidak berbahan dasar ekstrak atau organ babi

Liputan6.com, Jakarta - Penggunaan vaksin Measless Rubella (MR) untuk mencegah penyakit Campak dan Campak German masih menjadi polemik hingga saat ini. Penyebabnya ada soal hukum halal atau haram dalam hukum Islam.

Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Jawa Tengah Ustadz Hidayat Nur mengatakan proses pembuatan vaksin rubella sebenarnya sama dengan pembuatan vaksin meningitis yang juga pernah jadi polemik 9 tahun yang lalu.

"Dan baik vaksin meningitis maupun rubella sama-sama tidak najis (ma'fu) serta boleh digunakan sebagai vaksin imunisasi dengan beberapa alasan dan argumentasi," ucap dia.

Hidayat mengatakan, berdasarkan hasil diskusi dengan sejumlah dokter, Vaksin MR tidak berbahan dasar ekstrak atau organ babi. Tetapi berbahan bakteri, termasuk antigen, garam, turunan merkuri dan kemudian dikembang biakkan melalui enzim tripsin babi.

"Tentu saja, kata dia, bakteri tidak bisa hidup tanpa media, dan tripsin babi merupakan media untuk memecah asam amino yang dibutuhkan oleh vaksin," kata dia.

Menurut dia, bakteri yang bersentuhan langsung dengan najis mugholladhoh (tripsin babi), walaupun dalam proses pembuatan vaksin melalui pencucian atau ultrafiltrasi dengan menggunakan nanopartikel sehingga unsur zat-zat babi menjadi steril, tetapi pencucian tersebut tidak mu'tabar dalam pandangan syariat, khususnya dalam madzhab Syafi'i.

"Tetapi bukankah bakteri atau vaksin mentah tersebut tidak terlihat kasat mata? Artinya, eksistensi bakteri atau vaksin mentah yang bersentuhan dengan najis mugholladhoh tersebut adalah najis yang "la yudrikuhu ath tharfu" (tidak bisa terlihat mata telanjang)," kata dia. 

Dia meyakini, proses pembuatan vaksin MR ini dibawah pengawasan langsung dokter-dokter Indonesia, tentu saja sebagian darinya adalah dokter muslim yang terpecaya.

"Misalkan benar bahwa vaksin MR ini najis, maka berdasar data yang dimiliki oleh para dokter, 5000 dari 10000 bayi mengidap sindrom rubella, jantung bocor, kepala mengecil, tuli saraf berat, dan katarak gara-gara tidak diimunisasi dengan vaksin rubella. Saya cenderung membenarkan fatwa MUI bahwa imunisasi dengan vaksin MR ini sudah sampai taraf dharurat yang membolehkan," kata dia. 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kata MUI

Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat melalui Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2018 akhirnya membolehkan pemberian vaksinasi Measles-Rubella (MR) dilanjutkan. Dalam fatwa tersebut, imunisasi MR dinyatakan mubah karena kedaruratan dan tidak adanya alternatif lain.

Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho mengapresiasi upaya rembuk bersama yang melibatkan banyak pihak terkait, seperti MUI pusat, Kementerian Kesehatan, MUI Provinsi Riau, dan Dinas Kesehatan Provinsi Riau yang berakhir pada kesepakatan bersama mendukung dan menyukseskan imunisasi MR di Provinsi Riau.

“Indonesia masih membutuhkan Imunisasi MR. Hasil kajian tim kami menunjukkan, apabila imunisasi MR ditiadakan, maka per tahunnya Indonesia akan dihadapkan dengan 3.216.797 kasus campak. Bukan angka yang kecil. Untuk melindungi ketahanan kesehatan bangsa, Kampanye MR perlu dilaksanakan bersama-sama” ujarnya di Gedung Bina Graha, Kompleks Istana Negara, Jakarta.

AntaraRiau.com melaporkan, telah dilakukan pertemuan advokasi sosial dan mobilisasi masyarakat dalam rangka pelaksanaan imunisasi MR tingkat provinsi Riau pada hari Selasa 28 Agustus 2018 di Pekanbaru.

"Setelah kita mendengarkan penjelasan semua pihak tentang bahaya besar yang akan timbul jika anak-anak tidak divaksin, juga biaya lebih murah bila imunisasi dan lain-lain. Jadi karena di situ ada unsur darurat secara syariat. Maka penggunaan vaksin MR hukumnya mubah," kata anggota Komisi Fatwa MUI Pusat Aminudin Yakub. Aminudin menjelaskan dengan diterbitkannya Fatwa MUI No 33 Tahun 2018, semua kabupaten/kota sekarang sudah bisa melanjutkan pemberian vaksin MR bagi wilayahnya.

"Prinsipnya MUI mendukung program imunisasi karena program ini untuk melindungi masyarakat dari penyakit, dan umat," kata Aminudin lagi. Oleh karena itu, masalah vaksin MR yang sempat jadi polemik di masyarakat sudah selesai dengan terbitnya fatwa MUI No 33 Tahun 2018. Penggunaan vaksin produk Serum Institute of India (SII) untuk program imunisasi MR ini hukumnya mubah atau diperbolehkan.

"Saya kira itu inti yang harus disampaikan kepada masyarakat, perdebatan sebelumnya sudah selesai dengan keluarnya fatwa MUI No 33 Tahun 2018," tegas Aminudin.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.