Sukses

Hanura Kubu OSO Masih Masalahkan Sikap Kemenko Polhukam

Petrus Selestinus mengatakan, bantahan Kemenko Polhukam merupakan pernyataan yang tidak jujur.

Liputan6.com, Jakarta - Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Kemenko Polhukam) telah membantah pernyataan pengurus Partai Hanura, bahwa Menko Polhukam Wiranto intervensi KPU dalam konflik internal Hanura. Namun, hal ini tak diterima Partai Hanura kubu Oesman Sapta Odang (OSO)-Herry Lontung Siregar.

Wakil Sekjen Bidang Hukum DPP Hanura Petrus Selestinus mengatakan, bantahan Kemenko Polhukam dipandangnya sebagai pernyataan tidak jujur, karena antara dalil-dalil yang dikemukakan dengan fakta-fakta yang dijadikan dasar bantahan tidak sinkron, bahkan telah diputarbalikan fakta-faktanya.

"Informasi yang disampaikan Wiranto dalam surat Ketua Dewan Pembina Partai Hanura, 5 Juli 2018 yang ditujukan kepada Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta, berbeda dan bertolak belakang," ucap Petrus dalam keterangan tertulis, Jumat (13/7/2018).

Di menuturkan, penjelasan Rakortas Menko Polhukam 5 Juli 2018 karena mengimplementasikan tugas dan fungsi Kemenko Polhukam di bidang politik, jelas tak sesuai. Bahkan dirinya menduga Wiranto menyalahkan hasil Rakortas tersebut.

Sebab, masih kata Petrus, Wiranto yang duduk sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Hanura mengeluarkan surat yang menjelaskan seakan-akan Rakortas telah menyepakati diberlakukannya SK Menkumham Nomor: M.HH-22.AH.11.01 tanggal 12 Oktober 2017 yang masih menjadi obyek sengketa di PTUN dan dalam proses banding.

"Wiranto patut diduga telah menyalahgunakan hasil Rakortas Tingkat Menteri, karena telah dijadikan bahan Instruksi Dewan Pembina dan Dewan Penasihat Partai Hanura kepada Ketua Umum DPP Partai Hanura Oesman Sapta. Padahal Instruksi seperti itu seharusnya dikeluarkan oleh dan atas nama Menko Polhukam kepada Oesman Sapta, sebagai pihak yang paling berkepentingan dan bertanggung jawab terhadap eksistensi Partai Hanura sebagai peserta Pemilu 2019," ungkap Petrus.

Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia Jhoni Ginting, mengatakan Rakortas yang diselenggarakan pada 5 Juli 2018 dilakukan dalam rangka implementasi dari tugas dan fungsi Kemenko Polhukam di bidang politik.

"Yaitu melakukan evaluasi penyelenggaraan Pilkada Serentak tahun 2018 dan tindak lanjut pasca putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atas gugatan terhadap SK Menkumham Nomor M.HH 01.AH.11.01 tanggal 17 Januari 2018. Rakortas ini juga untuk memastikan agar seluruh kementerian dan lembaga pemerintah terkait dengan penyelenggara Pemilu, mempunyai kesamaan pandangan dan tidak salah tafsir terhadap keputusan PTUN," ucap Jhoni.

 

Saksikan video pilihan di  bawah ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tak Ada Intervensi

Dia menuturkan, Rakortas di Kemenko Polhukam dilakukan setelah PTUN menerbitkan Putusan Nomor 24/6/2018 PTUN JKT tanggal 26 Juni 2018, dan bukan diselenggarakan sebelum keputusan PTUN ini. Dirinya menyebut Kemenko Polhukam menilai bahwa, konflik internal partai Hanura memiliki potensi kerawanan keamanan dan dapat menghambat aspirasi politik masyarakat yang pada gilirannya berpengaruh kepada Indeks Demokrasi Indonesia (IDI).

"Oleh sebab itu, perlu diadakan koordinasi dengan pihak-pihak terkait setelah KPU menerbitkan surat keputusan," jelas Jhoni.

Karena itu, masih kata dia, tidak ada alasan yang menuduh Menko Polhukam Wiranto melakukan intervensi terhadap keputusan KPU.

"Upaya dan langkah-langkah yang dilakukan oleh Menko Polhukam dan jajarannya semata mata untuk melakukan tugas dan fungsi Kemenko Polhukan sebagaimana yang diamanatkan dalam Perpres No. 43 Tahun 2015," ungkapnya.

Jhoni menuturkan, Wiranto bahkan menghimbau agar pihak yang berkonflik mematuhi keputusan hukum, apa pun hasilnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.