Sukses

MK Minta Pemohon Revisi Berkas Uji Materi Presidential Threshold

MK mengatakan, kerugian dimaksud pemohon mengatakan merasa dibohongi atas presidential threshold 20 persen, dinilai belum mendetail.

Liputan6.com, Jakarta - Hakim Ketua Sidang Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra meminta pemohon uji materi Undang-Undang Pemilu Nomor 7 Tahun 2017 tentang Presidential Threshold (PT), untuk memperbaiki berkas permohonan pengujian. Menurut hakim majelis, pemohon belum jelas atas gagasan ide digugatnya tersebut.

"Jadi mumpung ada waktu, diperbaiki tolong dibuat sistematis, sehingga dari awal sampai akhir kita melihat gagasan ide segala macam yang hendak disampaikan pemohon," kata Saldi dalam jalannya sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (9/7/2018).

Hakim Wahidudin Adam mengatakan, ketidakjelasan pemohon dalam hal legal standing. Adanya lima orang pemohon disebut hakim menimbulkan kegamangan, apakah dalam hal perseorangan atau badan hukum.

"Di permohonan pertama nampaknya pemohon mengajukan dalam dua klasifikasi, baik perorangan dan badan hukum, sekarang hanya satu. Itu yang tadinya kita nasihatkan tapi sudah perbaikan naskah," kata Wahidudin.

Kerugian konstitusional pemohon juga dipertanyakan hakim. Hakim Wahidudin, kerugian dimaksud pemohon mengatakan merasa dibohongi atas presidential threshold 20 persen, di rasa belum mendetail.

"Jadi hal yang perlu kita sampaikan, perlu dijelaskan kerugian konsitusional pemohon, ini nampaknya belum disampaikan rinci. Memang tekanannya pada pasal ini adalah pembohongan, tapi perlu dijelaskan kerugian hak konstitusional pemohon, dalam konteks apa hak pemilih dalam threshold itu. Tetap perlu diuraikan," jelas dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

5 Penggugat

Sebelumnya, pemohon uji materi terdiri lima orang, yakni Effendi Gazali, Reza Indragiri, Ahmad Wali, Khoe Seng, dan Usman. Mereka mengklaim, aturan PT 20 persen yang disebut membohongi publik.

Pernyataan tersebut didasari Effendi, salah satu pemohon. Lantaran PT yang merupakan dampak dari Pemilu Legislatif 2014 adalah hal yang membohongi publik. Kebohongan dimaksud, adalah publik menjadi pihak yang tidak tahu bila hasil Pileg 2014 bisa mempengaruhi Pencapresan di 2019.

"Setidaknya kami, pemohon itu pada Pileg 2014 tidak dikasih tahu, kalau milih (hasilnya) sekarang akan menjadi presidential threshold (ambang batas presiden), itu membohongi warga negara dan memanipulasi hasil hak pilih di pemilu DPR di 2014," jelas dia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.