Sukses

Pengusaha Ini Akui Beri Suap ke Mantan Wali Kota Kendari

Direktur Utama PT Sinar Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah akui memberi suap kepada mantan Wali Kota Kendari, Asrun saat mengerjakan dua proyek.

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama PT Sinar Bangun Nusantara (SBN) Hasmun Hamzah akui memberi suap kepada mantan Wali Kota Kendari, Asrun saat mengerjakan dua proyek, pembangunan gedung DPRD Kota Kendari dan dermaga Tambat Labuh. Pengakuan tersebut ia sampaikan saat memberikan keterangan sebagai terdakwa di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Dia menjelaskan, pemberian suap berawal saat dia mencari informasi lelang pekerjaan dua proyek. Menurut dia, sudah bukan rahasia lagi jika orang dekat Asrun, Kepala Badang Pengelolaan Keuangan Daerah (BPKAD) Fatmawati Fakih bisa menggolkan beberapa kontraktor dalam proyek pemkot.

Atas dasar itu, Hasmun menemui Fatmawati dan menanyakan seputar proyek yang akan dilelang. Fatmawati menyarankan agar Hasmun mempersiapkan dokumen lelang. Sembari mengatakan itu, Hasmun mengaku melihat Fatmawati menulis nama perusahaannya dalam satu catatan kecil.

Ia menyatakan tidak ada pembicaraan mengenai jatah uang pada pertemuan pertama. Hingga pekerjaan hampir rampung, Fatmawati mendatangi kediaman Hamzah dan menjelaskan adanya jatah bagi Asrun sebagai Wali Kota Kendari. Disebutkan bahwa jatah untuk Asrun dari pengerjaan proyek konstruksi sebesar 7 persen.

"Awalnya, kami tidak membicarakan fee. Menjelang akhir pekerjaan, Ibu Fatma sekitar Juni 2017 datang ke rumah saya untuk menyampaikan permintaan dana dan di situ disampaikan bahwa ternyata ada fee sebesar 7 persen tiap paket," kata Hasmun, Jakarta, Rabu (4/7/2018).

Menurut dia, dari dua proyek yang dilelang Pemkot Kendari, perusahaan Hasmun memenangkan lelang tersebut. Proyek pertama adalah pekerjaan pembangunan gedung DPRD dengan kontrak multiyears senilai Rp 49 miliar, sedangkan proyek kedua adalah pembangunan Dermaga Tambat Labuh dengan multiyears contract senilai Rp 19,8 miliar.

"Perkalian kasar saya 7 persen dari DPRD (komitmen fee) Rp 3,5 miliar kemudian kalau untuk Tambat Labuh dari nilai Rp 19,8 miliar, 7 persennya kurang lebih Rp 1,4 miliar," ujar Hasmun.

Setelah melakukan penghitungan jatah untuk mantan Wali Kota Kendari Asrun, Hasmun dan Fatmawati sepakat komitmen fee adalah Rp 4 miliar.

Realisasi pertama atas arahan Fatmawati, Hasmun diminta mencairkan dana Rp 2 miliar terlebih dahulu di Jakarta. Ia mengaku tidak mendapat penjelasan lebih lanjut dari Fatmawati alasan tarik tunai dilakukan di Jakarta.

Keduanya pun berangkat ke Jakarta pada 14 Juli. Tiba di Jakarta dan hendak mencairkan dana, Hasmun terlebih dahulu membeli koper bekas di Jalan Surabaya, Jakarta Pusat, untuk membawa uang hasil pencairan.

"Karena saya pikir kalau bawa uang Rp 2 miliar akan berat kalau dibawa hanya menggunakan tas biasa," kata Hasmun.

Setelah realisasi tahap pertama selesai, keduanya kembali ke Kendari.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tagih Realisasi Kedua

Tak berselang lama, Hasmun kembali ditagih relisasi jatah tahap dua. Saat itu, ia memerintahkan anak buahnya untuk mencairkan dana menggunakan cek sebanyak 4 lembar, masing-masing senilai Rp 500 juta. Uang tersebut kemudian diserahkannya ke Fatmawati.

Diketahui Hasmun Hamzah, didakwa jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK memberi suap Rp 4 miliar dan Rp 2,8 miliar untuk Wali Kota Kendari periode 2012-2017 Asrun dan Wali Kota Kendari periode 2017-2022 Adriatama Dwi Putra.

Suap Rp 4 miliar diperuntukkan pengerjaan dua proyek multiyears contract yakni pembangunan kantor DPRD Kota Kendari dengan nilai proyek Rp 49,288 miliar dan pembangunan tambat labuh zona III dengan nilai proyek Rp 19.933.300.000.

Sementara suap Rp 2,8 miliar untuk pembangunan jalan Bungkutoko-New Port 2018-2020. Uang tersebut diperuntukkan sebagai biaya pencalonan Asrun dalam kontestasi Pilkada sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara.

Atas perbuatannya itu, Hasmun didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Reporter: Yunita Amalia

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.