Sukses

Politikus Berkarya Ini Prihatin Rumah Sakit Tolak Pasien BPJS

Bendahara Umum Relawan Berkarya itu berharap segera diselesaikan.

Liputan6.com, Jakarta - Politikus Partai Berkarya yang juga Ketua Umum Pengurus Besar Pengusaha Berkarya Rahmat mengaku prihatin dengan adanya kasus penolakan pasien BPJS kesehatan oleh sejumlah rumah sakit. Menurutnya, atas dasar apapun, menolak pasien datang berobat, apalagi dalam kondisi sakit parah adalah melanggar kemanusiaan.

Rahmat menyatakan, surat penghentian kerja sama yang didasarkan pada surat dari Kemenkes 30 Desember 2018, bersifat sepihak dan kedudukannya di bawah Undang-Undang Dasar.

"Kalau saya melihat, kekuatan memaksanya masih bisa digugat di PTUN. Apalagi, surat akreditasi tidak diterbitkan sejak awal tanggal berlakunya komitmen dan kesepakatan kerja sama antara RS dan BPJS Kesehatan," ujarnya melalui keterangan tertulis, Jumat (4/1/2019).

Caleg DPR Dapil Sumsel II itu mengaku khawatir terjadi bentuk perlindungan parsial subyektif demi menyelamatkan uang yang sepatutnya diprioritaskan bagi kompensasi reimbursement pasca tindakan rumah sakit.

”Bisa muncul dugaan seperti itu, karena tidak ada kejelasan dari awal. Pasien yang menjadi korban,” ujar karanya.

Bendahara Umum Relawan Berkarya itu berharap segera diselesaikan. Jika persoalan adalah pembayaran BPJS Kesehatan kepada rumah sakit, sebaiknya ada sistem bersama agar pembayaran lancar.

"Karena BPJS memiliki kebebasan mengalokasikan dana iuran yang diterima rutin dari setiap warga yang sehat dan belum merasa perlu memanfaatkan klaim," paparnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tiru AS

Dia juga melanjutkan, BPJS kesehatan dipimpin direksi bergaji tinggi yang berpengalaman di bidang kesehatan, ketenagakerjaan, investasi, dan asuransi, sehingga tidak masuk akal jika belum memiliki sistem pembayaran yang dapat diandalkan RS.

"Rasio klaim dengan penerimaan iuran dan penghasilan lain-lain semestinya telah diperhitungkan. Apalagi, ada pengurus yang berasal dari perbankan negara. Sistem penjaminan selayaknya langsung berfungsi jika ada kasus gagal bayar," sarannya.

Indonesia, kata dia, bisa belajar dari kebijakan Obamacare di Amerika Serikat sebelum Presiden Donald J Trump dilantik.

"Apakah ada kemiripan atau tidak, sebaiknya langsung dikaji oleh para wakil rakyat. Karena menyangkut harkat hidup orang banyak. Terutama golongan tidak mampu," ujar Rahmat.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.