Sukses

Drama Mudik, Stasiun Mana yang Paling Laris, Gambir atau Senen?

Ditelisik, perbedaan terhadap dua stasiun itu ada di harga tiket. Bagi para urban, Stasiun Pasar Senen menjadi solusi.

 
Liputan6.com, Jakarta - Mudik sudah menjadi kegiatan rutin bagi warga yang tinggal di Ibu Kota. Rasa rindu yang menggebu ingin segera berkumpul bersama keluarga mengalahkan realita harga lembaran tiket. 
 
Ya, bukan hal mengagetkan lagi di musim libur panjang jelang Idul Fitri, harga tiket melonjak tinggi. Bagi pemudik yang berkantong eksekutif, kenaikan harga tiket mungkin tidak menjadi pertimbangan utama memilih moda transportasi yang akan mengantar mereka menuju kampung halaman. Lalu, bagaimana dengan pemudik dengan kantong ekonomis? 
 
Kebanyakan dari mereka memilih moda bus atau sepeda motor, tidak sedikit pula memilih kereta api sebagai moda transportasinya. 
 
Di Jakarta, ada dua stasiun besar yang menjadi keberangkatan pemudik menuju kampung halaman, yakni Gambir dan Pasar Senen. Sesama stasiun utama, jelas keduanya memiliki perbedaan. Jika dilihat pada hari biasa, bukan musim libur, Stasiun Gambir tidak ramai. Berbeda dengan Stasiun Pasar Senen, senantiasa ramai meski bukan hari libur besar. 
 
Ditelisik, perbedaan terhadap dua stasiun itu ada di harga tiket. Bagi para urban atau pelancong, Stasiun Pasar Senen menjadi solusi untuk menekan ongkos perjalanan.
 
Ase (70), seorang pemudik asal Mojokerto, mengaku setiap tahun mudik menggunakan kereta api dari Stasiun Pasar Senen. Ia tidak pernah melalui Stasiun Gambir. 
 
"Selalu dari sini (Pasar Senen). Habis mahal berangkat dari sana (Gambir) kalau lagi musim mudik begini, tiketnya paling murah bisa Rp 400 ribu," ujar Ase saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (13/6/2018).
 
Meski sudah berusia lanjut, Ase tampak kuat membawa barang-barangnya. Terlihat satu tas warna biru agak kusam berukuran sedang. Dia kembali bercerita, pernah sekali ia dan istri mudik melalui Stasiun Gambir dengan harga hampir Rp 300 ribu lebih. Baginya, harga tersebut cukup mahal jika membeli dua tiket. 
 
"Kita kan di sana ada cucu-cucu, bawaan pasti ada buat jajanan di sana. Kalau harga tiketnya aja udah mahal, susah juga kan," ujar pria yang berdomisili di Cimanggis, Depok ini. 
 
Terlebih lagi, ucap Ase, pekerjaannya sebagai karyawan di perusahaan swasta tidak memungkinkannya membeli tiket yang harganya hampir sama dengan tiket pesawat  untuk mudik. 
 
 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Harga Tiket dan Kenyamanan

Pendapat sama juga diutarakan oleh Winda, ibu rumah tangga, yang akan berangkat mudik ke Blitar dari Stasiun Pasar Senen. Meski bukan dari pemudik berkantong eksekutif, Winda dan keluarganya sejatinya mampu membeli tiket kereta api dengan keberangkatan Stasiun Gambir. Namun, hal itu tidak dilakukannya demi efisiensi keuangan selama mudik berlangsung.
 
"Pasti itu yang kita lihat (harga tiket). Selisih lima puluh atau seratus ribu itu besar sekali. Lagian sama aja-lah perjalanannya, tergantung bagaimana nyamannya kita di perjalanan," ujar Winda.
 
Sementara, Seto (26), karyawan satu perusahaan media, memilih berangkat dari stasiun Gambir. Pulang ke Semarang, harga tiket kereta api yang ia beli sebesar Rp 500 ribu. Nilai tersebut membuatnya mengelus-elus dada. 
 
"Rp 500 ribu ke Semarang, ya Allah pokoknya mahal tenan rek," ujar Seto.
 
Tak ada barang bawaan saat berangkat mudik, hanya ransel besar digendongnya. Pikirnya, mudik menjadi momen baginya yang sudah 8 tahun merantau di Ibu Kota, sehingga mahalnya harga tiket tak menjadi persoalan penting. Meski tetap disisipi keluhan.
 
Dia bercerita, proses pembelian tiket kereta api pun cukup membuatnya kelimpungan. Jika biasanya batas waktu pembayaran tiket mencapai 8 jam, jelang musim mudik penyedia tiket kereta api hanya memberi waktu 1 jam saja. 
 
"Biasanya 5-8 jam. Lah, kok ini 1 jam doang, gue udah booking, jam 3 dini hari gue Whatsapp-in anak-anak minta bayarin dulu tiketnya. Soalnya kan gue enggak pakai e-banking," ujarnya. 
 
"Tapi ya udah lah. Ini kan setahun sekali dan seharusnya udah prediksi juga kan," ucap pria dengan logat Jawa kental ini.
 
Apapun pilihannya, pemudik diberikan banyak pilihan moda transportasi. Tinggal bagaimana menyesuaikan biaya sebelum, saat, atau sesudah mudik. Seperti pendapat Winda, segala moda transportasi ada, tinggal bagaimana kita dibuat nyaman. 
 
"Ya kan bahasa kasarnya, mau nyaman dan cepat berani bayar berapa. Enggak mungkin kan kita bayar harga bus maunya pelayanan pesawat. Realisitis saja, tapi ya jangan pemerintah abai lah sama hal kayak gini. Kasihan pemudik kalau harganya melejit," ujarnya.
 
Reporter: Yunita Amalia
 
Saksikan video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.