Sukses

Sindikat Penjual Bayi di Media Sosial

Perdagangan bayi kian meresahkan. Modus yang digunakan pelaku makin beragam. Kami melakukan investigasi bagaimana praktik perdagangan manusia ini dilakukan lewat media sosial.

Liputan6.com, Jakarta Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), 6 tahun belakangan tercatat ada lebih dari 300 anak dilaporkan jadi korban perdagangan manusia. Modusnya bisa bermacam-macam, salah satunya modus adopsi anak.

Di media sosial pun sebuah jasa adopsi anak dengan gampang bisa ditemukan. Jasa ini menghubungkan calon adopter (orang tua asuh), untuk menemukan calon anak asuh. Bahkan, sebuah komunitas adopsi anak dalam Facebook (KAA) menawarkan bayi-bayi yang masih dalam kandungan sang ibu.

Dari grup facebook calon orang tua asuk yang berminat serius, diarahkan bergabung dalam grup WhatsApp. Para adopter dalam grup, setiap harinya menerima informasi calon bayi yang masih dalam rahim ibu, ditawaran dengan promo foto perut buncit ibu hamil, informasi usia kandungan, jenis kelamin calon bayi, serta harga yang harus dibayarkan untuk adopsi

“Kalau bumil dan adopter semuanya gak ada yang kenal, semua kenal di komunitas, pendaftaran dan barulah kita kenal”, ungkap TA, salah satu admin grup adopsi anak (5/5/2018).

Bayi di tawarkan mulai 7 hingga 20 juta rupiah. Nasib calon bayi-bayi , bergantung pada ada atau tidaknya orang tua asuh yang mampu menyiapkan sejumlah dana. Pembayaran bisa dicicil atau dibayarkan langsung ketika bayi lahir.

Ibu calon bayi dengan calon adopter atau orang tua asuh tak selalu bisa bertemu langsung, komunikasi hanya lewat perantara admin grup. Bayi yang sudah terlahir nantinya akan di antar oleh sang admn grup.

“Kalau Mbak ada biaya langsung saja ke notaris. Pasti langsung beres Mbak. Tapi yang udah-udah, ini dia bikin SKL sama saya. Bikin Surat Keterangan Lahir atas nama ibunya dan adopter. Notarisnya cuma butuh 2 itu, berkasnya”, kata RK, salah seorang admin grup adopsi anak yang juga berprofesi seorang bidan di timur Jakarta.

Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kemensos, Nahar, menegaskan bahwa praktik transaksional dalam proses pelaksanaan adopsi jelas terlarang, harusnya proses dilakukan dengan gratis, tidak ada pungutan biaya apapun.

“Jadi di pasal 39 itu menjelaskan tentang pengangkatan anak itu harus untuk yang terbaik bagi anak kepentingan anak, di lakukan dengan hukum adat, kebiasaan dan peraturan perundang-undangan” kata Nahar, saat ditemui dikantor Kementerian Sosial, Jakarta (25/4/2018).

Nahar menambahkan, meski anak yang akan diadopsi dari keluarga dekat, tetap seharusnya melaporkan data dan mengikuti alur ketentuan dari Dinas Sosial setempat.

Pelaksanaan pengangkatan anak juga diatur Permensos No 3 Tahun 2018, Pasal 7 yaitu pendampingan bertujuan untuk meneliti dan menganalisis permohonan Pengangkatan Anak dan memantau perkembangan anak dalam pengasuhan Orang Tua Asuh.

“Dan tentu kita tidak membenarkan bahwa pengangkatan anak yang dilakukan tidak sesuaiprosedur, bisa jadi proses itujadi praktik perdagangan orang, pencurian orang, dan tindak pidana lainnya”, pungkas Nahar.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.