Sukses

Alasan Andi Narogong Ajukan Kasasi Kasus E-KTP

Samsul mengatakan bahwa kliennya bukanlah pelaku utama dari kasus yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu.

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus korupsi e-KTP Andi Agustinus alias Andi Narogong mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA). Andi Narogong keberatan atas putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang memperberat hukumannya dari 8 tahun menjadi 11 tahun penjara.

"Keputusan klien kami untuk mengajukan kasasi bukan karena merasa tidak bersalah, tapi langkah tersebut harus ditempuh karena putusan DKI (banding) dirasakan sangat tidak adil dan tidak sesuai kebenaran materiil yang telah terungkap terang-benderang dalam persidangan tingkat pertama," ujar kuasa hukum Andi Narogong, Samsul Huda, melalui keterangan persnya, Rabu (9/5/2018).

Samsul mengatakan, kliennya bukanlah pelaku utama dari kasus yang merugikan negara Rp 2,3 triliun itu. Bahkan, Andi Narogong tidak mendapatkan keuntungan besar seperti pihak Kemendagri, DPR, dan konsorsium.

"Kami tegaskan bahwa klien kami bukan pelaku utama. Karena jika dia pelaku utama pastilah keuntungan yang didapatnya adalah yang paling besar di antara yang lainnya. Kenyataannya, keuntungannya justru paling kecil, dibandingkan pihak-pihak lain (pejabat Kemendagri/ DPR/pengusaha)," ucapnya.

Samsul mengatakan, kliennya juga bukan pejabat yang memiliki kewenangan untuk menyusun dan mengendalikan penganggaran proyek e-KTP. Menurut dia, Andi Narogong tidak mempunyai peran terhadap pemenangan lelang proyek itu.

"Klien kami bukan pejabat yang memiliki kewenangan untuk menyusun maupun mengendalikan penganggaran dan juga dalam pelaksanaan pekerjaan proyek e-KTP. Klien kami juga tidak punya hak untuk mengurus maupun dilibatkan langsung, karena sepenuhnya menjadi urusan pemenang lelang, ic Konsorsium PNRI," jelas dia.

Samsul menegaskan, kliennya telah dinyatakan sebagai JC dalam kasus korupsi proyek e-KTP, sebagaimana dalam putusan, KPK, pengadilan tipikor, maupun pengadilan banding. Untuk itu, seharusnya Andi Narogong tidak mendapat tambahan hukuman saat putusan banding.

"Jika kenyataan sebagai justice collaborator dipandang sebelah mata oleh pengadilan banding, itu sama nilainya dengan 'menganggap sebelah mata' keterangan yang sangat berguna yang signifikan membantu membuat terang peristiwa yang ada, dan hal ini pasti akan dimanfaatkan sebagai senjata untuk mengelak dari tanggung jawab oleh orang lain yang peranannya jauh lebih besar," kata Samsul.

Sebelumnya, Jaksa KPK mengajukan banding atas vonis 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar yang dijatuhkan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor kepada Andi Narogong.

Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta kemudian memperberat hukuman terdakwa kasus megakorupsi e-KTP, Andi Agustinus alias Andi Narogong menjadi 11 tahun penjara. Putusan ini meningkat 3 tahun dari putusan tingkat pertama yakni Pengadilan Tipikor Jakarta.

Putusan dengan Nomor ‎5/PID.SUS-TPK/2018/PT.DKI tersebut diterbitkan pada 3 April 2018. Majelis hakim yang mengadili perkara itu diketuai oleh Daniel Dalle Pairunan‎, dengan anggota I Nyoman Adi Juliasa, Achmad Yusak, Hening Tyastiyanto, dan Rusydi.

Dalam putusan, Hakim PT DKI juga mengganjar Andi Narogong membayar uang pengganti sebesar USD 2,5 juta dan Rp 1,186 miliar. Uang pengganti ini akan dikurangi USD 350 ribu yang telah dikembalikan Andi ke KPK.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.