Sukses

Hadapi Revolusi Industri 4.0, Kemendikbud Akan Rancang Ulang Kurikulum

Sebelumnya Kemendikbud sudah membuat standar untuk pembelajaran dalam rangka menghadapi revolusi industri.

Liputan6.com, Jakarta - Pesatnya perkembangan dunia digital menandai masuknya Revolusi Industri 4.0 atau keempat. Dampak dari revolusi industri diprediksi akan menghilangkan beberapa jenis pekerjaan karena digantikan sistem komputerisasi atau digital. 

Hal ini menjadi tantangan dari para generasi muda ke depan. Karena itulah, dari sistem pendidikan juga harus mampu menyesuaikan dengan kondisi ini.

Dalam rangka itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan merancang ulang kurikulum sebagai acuan pembelajaran di sekolah. Demikian disampaikan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy, Rabu (2/5/2018).

"Kita sebetulnya sebelum ada isu tentang revolusi industri 4.0 itu, Kemendikbud sudah membuat standar untuk pembelajaran itu. Kita akan kita me-redesign kurikulum yang memiliki lima kompetensi," ucap Muhadjir usai upacara bendera peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di Kantor Kemendikbud, Senayan, Jakarta Pusat.

Lima kemampuan yang harus dimiliki para generasi muda dalam rangka menghadapi revolusi industri keempat adalah kemampuan berpikir kritis, kreatif dan inovatif, kemampuan berkomunikasi, kemampuan bekerja sama, dan percaya diri.

"Jadi, ini adalah modal yang sangat dibutuhkan untuk bisa masuk abad 21 dan menguasai serta bergaul dalam revolusi industri 4.0," jelasnya.

Terkait capaian bidang pendidikan dalam setahun terakhir, Muhadjir menyampaikan ada target tertentu yang masih jauh dari harapan. Sementara sisa waktu jabatannya hanya sekitar setahun.

"Kita berkejaran dengan waktu. Mudah-mudahan kita bisa lebih mempertajam prioritas-prioritas yang memang harus kita lakukan, berhubungan dengan semakin terbatasnya waktu dan semakin terbatasnya anggaran, semakin terbatasnya kesempatan untuk mengekseskusi program-program itu," paparnya.

Tahun ini pihaknya akan fokus mengatasi persoalan guru yang cukup kompleks. Muhadjir mengatakan, rasio guru dibanding siswa cukup ideal.

"Tetapi memang sebetulnya itu adalah semu karena sebagian besar hampir separuh dari guru-guru yang bertugas, tak memiliki status atau biasa disebut guru honorer," jelas Mendikbud.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengangkatan Guru Honorer

Data Kemendikbud 2017, jumlah guru honorer di sekolah-sekolah negeri sebanyak 736 ribu. Tahun ini akan ada pengangkatan guru honorer dalam jumlah besar. Untuk mengangkat semua guru honorer ini menjadi ASN, tak bisa sekaligus, melainkan bertahap.

"Tentu saja butuh beberapa waktu atau beberapa tahun. Tidak mungkin kita mengangkat sekaligus. Jadi pengangkatan tahun ini adalah untuk menutup guru yang pensiun tahun ini, ditambah menyaur pensiunan yang lama yang tidak diganti," jelasnya.

Pensiunan lama yang belum diganti terjadi sejak 2003. "Jadi telah terjadi akumulasi guru-guru yang mestinya harus diganti, tapi belum diganti. Kemudian sekolah secara serampangan mengambil jalan pintas mengangkat guru honorer dan itu diambil dari dana BOS (Biaya Operasional Sekolah)," jelasnya.

Sekolah kerap menggunakan dana BOS untuk menggaji guru honorer. Padahal, peruntukannya hanya untuk operasional.

"Ini tumpang tindih masalahnya. Makanya kita akan urai mulai tahun ini, mudah-mudahan kuncinya mengangkat guru PNS atau guru PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) nanti. Berapa jumlahnya kemudian skemanya seperti apa, prosedur rekrutmennya seperti apa, itu urusan bukan lagi jadi kewenangan Kemendikbud, tapi Kementerian PANRB," pungkasnya.

 

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini