Sukses

Intimidasi di Tengah Perang Tagar Pilpres 2019

#2019GantiPresiden merupakan gerakan yang menginginkan Indonesia dipimpin presiden baru. Sementara #DiaSibukKerja mendukung Presiden Jokowi kembali terpilih.

Liputan6.com, Jakarta - Pagi itu, dua kelompok massa memenuhi arena car free day (CFD) di kawasan Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat. Salah satu massa menggaungkan #2019GantiPresiden, sementara lainya berkaus #DiaSibukKerja.

#2019GantiPresiden merupakan gerakan yang menginginkan Indonesia dipimpin presiden baru hasil Pilpres 2019. Sementara #DiaSibukKerja mendukung Presiden Jokowi kembali terpilih untuk kali kedua.

Awalnya aksi kedua kubu pada Minggu 29 April itu berlangsung damai. Jelang bubar, massa berkaus #DiaSibukKerja mendapat intimidasi ketika melintasi kelompok #2019GantiPresiden. 

Insiden itu terekam kamera dan viral di media sosial. Video itu memperlihatkan sejumlah orang memakai kaus #2019GantiPresiden di acara car free day Sudriman-Thamrin diduga mengintimidasi mereka yang menggunakan kaus #DiaSibukKerja.

Dalam video berdurasi 2 menit 26 detik itu, kelompok berkaus #2019GantiPresiden tampak meneriaki orang memakai kaus #DiaSibukKerja. Tak cuma menyoraki, massa berkaus #2019GantiPresiden juga terlihat mengeluarkan uang ditujukan kepada massa berkaus #DiaSibukKerja sambil bertanya, 'Dibayar berapa sih?'.

Menjelang akhir video, ada seorang perempuan berkaus #DiaSibukKerja diduga juga dapat intimidasi. Bahkan, anak lelaki yang bersamanya menangis karena dikerumuni massa #2019GantiPresiden.

Polisi tak tinggal diam. Tim khusus langsung dibentuk untuk menyelidiki dugaan intimidasi yang merupakan buntut dari perang tagar jelang Pilpres 2019.

"Kita bentuk tim untuk lakukan penyelidikan, sedang evaluasi," kata Kapolres Jakarta Pusat Kombes Roma Hutajulu saat dihubungi, Jakarta, Senin (30/4/2018).

Sejauh ini kepolisian masih mengevaluasi dan menyelidiki insiden intimidasi yang viral di media sosial tersebut.

Kadiv Humas Polri Irjen Setyo Wasisto menyampaikan, CFD adalah ruang untuk masyarakat berolahraga, berinteraksi, dan melepas penat. Penggunaan atribut kelompok tertentu pun sebenarnya tidak dilarang.

"Yang dilarang adalah upaya persekusi, intimidasi, dan upaya pemaksaan terhadap kelompok lain. Saya berharap tidak diulangi lagi. Kalau terulang, kami akan tindak tegas," tutur Setyo saat dikonfirmasi.

Menurut Setyo, pihaknya sudah berupaya antisipatif dengan mengatur konsentrasi antara kelompok satu dengan lainnya. "Kemarin kan sudah dipisahin itu. Sudah diarahkan satu kelompok tidak melalui HI, yang satu kelompok tidak melintas di situ," jelas dia.

Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen Mohammad Iqbal berharap kejadian itu tidak terulang kembali sebab dapat mencederai bangsa Indonesia sebagai negara demokrasi.

"Kebebasan mengeluarkan pendapat tidak akan kami larang, seperti yang menggunakan kaus tagar itu hak mengekspresikan. Tapi caranya jangan melanggar hukum," jelas dia.

Untuk ke depannya, jika merasa telah menjadi korban tindak pidana, segeralah melapor ke pihak kepolisian terdekat. Petugas pasti berada di lokasi-lokasi yang ramai dengan berkumpulnya masyarakat.

"Polisi pasti ada di sana. Laporkan ke kantor polisi terdekat, pos polisi terdekat, laporkan ke personel kami di lapangan, bahwa saya diintimidasi si A, si B, si C. Kita akan amankan dan ambil keterangan. Bilamana ada perbuatan melawan hukum, kami akan selidiki," Iqbal menandaskan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Korban Lapor Polisi

Stedi Repki Watung (36), korban dugaan intimidasi atau persekusi saat car free day (CFD) di kawasan Sudirman-Thamrin, Jakarta, mendatangi Polda Metro Jaya. Dia melaporkan tindakan tak menyenangkan yang dialaminya itu.

Stedi adalah satu dari beberapa pria berkaus #DiaSibukKerja yang tengah jalan sehat saat itu. Dia mendapatkan perlakuan tak menyenangkan dari massa berkaus #2019GantiPresiden. Dengan didampingi pengacaranya, Bambang Sri Pujo, Stedi membuat laporan di Gedung Sentra Pelayanan Kepolisian Terpadu (SPKT) Polda Metro Jaya.

"Bahwa peristiwa persekusi pada CFD hari Minggu, 29 April itu adalah hal yang sangat memalukan bangsa Indonesia di mata dunia," kata Bambang di Polda Metro, Senin (30/4/2018).

Dalam video berdurasi 1 menit 50 detik yang kini menjadi viral itu, dia sempat diledek oleh massa berkaus #2019GantiPresiden bahwa dia adalah massa bayaran. Selain Stedi, Bambang mengaku sebenarnya ada beberapa dari mereka yang juga mau membuat laporan, tetapi urung karena masih trauma.

"Sebenarnya ada empat lagi tapi masih trauma," kata Bambang.

Dalam membuat laporan, mereka membawa alat bukti berupa video yang viral di YouTube saat CFD. Laporan sendiri diterima dengan nomor LP/2363/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimum tanggal 30 April 2018.

"Terlapornya masih dalam penyelidikan. Tapi semua tahu kalau dalam acara itu banyak elite politik," Bambang memungkasi.

Tak hanya Stedi, seorang ibu rumah tangga yang menjadi korban dugaan intimidasi di Car Free Day (CFD) Jakarta, juga melapor ke Polda Metro Jaya. Perempuan bernama Susi Ferawati didampingi oleh Tim Cyber Indonesia Muannas Al-Aidid.

Susi menjelaskan, saat intimidasi terjadi, ia mengenakan kaus #DiaSibukKerja. Aktivitas itu dilakukan murni untuk mengikuti jalan sehat di CFD.

Kebetulan dia dan peserta lain memang simpatisan Joko Widodo. Dalam kejadian yang kini viral di YouTube, ia mengaku sengaja mengajak anaknya untuk dapat bermain di arena CFD tersebut.

"Memang kita ada koordinasi. Kita memang ada rencana kumpul, jalan santai yuk. Kayak gitu. Dari Monas, Patung Kuda, ke sana hanya muter saja pemberhentian di Thamrin," katanya di Polda Metro Jaya, Senin (30/4/2018).

Ia menambahkan laporan terkait intimidasi itu merupakan inisiatifnya sendiri. Dia tak mendapatkan dorongan dari pihak mana pun untuk membuat laporan, apalagi dari partai politik.

"Ini pribadi. Saya nggak ada ikut partai apa pun, saya independen, saya sendiri, saya ibu rumah tangga," pungkas Susi.

Dalam laporan yang tertuang di nomor TBL/2374/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimum, terlapor dalam lidik dan terancam Pasal 77 UU RI No 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, Pasal 335 KUHP, dan Pasal 170 KUHP.

Ia menegaskan, acara jalan sehat itu sama sekali tak diselenggarakan untuk menandingi acara kelompok berkaus #2019GantiPresiden. Bahkan, ia mengaku tak tahu-menahu kalau ada acara yang dilakukan mereka yang berkaus #2019GantiPresiden.

"Enggak ada (niat menandingi). Bahkan mereka yang melewati kami aja kita senyum, kita sapa, enggak tahu, saya enggak tau (soal acara #2019GantiPresiden)," ujar Susi.

Lebih lanjut Susi mengatakan, saat bertemu dengan kelompok lain, dirinya sempat menerima kata-kata kasar. "Bayar Bu ya, nasi bungkus ya, nasi bungkus-nasi bungkus. Dasar enggak punya duit. Karena kita pakai kaus tagar dia sibuk kerja, kita dikatain dasar lu kerja mulu kayak babu," ujar Susi.

3 dari 3 halaman

Kekerasan Psikologis

Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Rita Pranawati menyebut kekerasan psikologis berdampak lebih parah dibanding kontak fisik. Hal ini disampaikan terkait insiden intimidasi kepada seorang ibu yang membawa anak di Car Free Day (CFD) Thamrin, Jakarta Pusat, Minggu (29 April 2018).

"Kekerasan psikologis itu sudah sangat bermakna buat anak. Dimarahi, diomeli, apalagi berkelompok dengan orang banyak itu kan sudah membuat anak menjadi takut. Wong, dengan satu orang saja dia sudah tertekan. Anak ini kan menangis dan ekspresinya sudah kelihatan," kata Rita di kantor KPAI, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (30/4/2018).

Rita menjelaskan, dalam video yang viral di media sosial kelompok dari #2019GantiPresiden terlihat memarahi ibu yang mengenakan kaus #DiaSibukKerja di CFD. Namun, suasana tersebut langsung terdampak pada anaknya.

"Sebenarnya kan orangtua, tapi kan di situ ada anak loh yang bersama ibu, itu kan harus dilihat. Enggak bisa dong kemudian dibiarkan, dilepas anak, kan dengan ibunya, makanya harus dilihat situasinya," paparnya.

Menurut Rita, para pihak mesti melihat dampak psikologis sang anak. Efeknya pada anak tersebut dapat menimbulkan trauma yang serius.

"Jadi bukan soal kekerasan fisik, loh. Kekerasan psikologis itu dampaknya jauh lebih panjang untuk mengembalikannya, karena ini kan harus memberi kesadaran kepada publik bahwa dampaknya bisa jauh lebih panjang. Dia mungkin akan takut ke kerumunan," tuturnya.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) menganggap intimidasi yang terjadi di car free day (CFD), Minggu, 29 April 2018 sebagai tindakan keliru. Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi MUI Masduki Baidowi menegaskan, CFD merupakan ajang menjalin silaturahmi.

"(Car free day) jangan dirusak oleh persoalan-persoalan politik praktis yang ujung-ujungnya itu nanti merusak persaudaraan kita," tegas Masduki.

Arena CFD kerap didatangi warga dari berbagai daerah, dari berbagai latar belakang etnis. Para pengunjung, menurutnya, harus menciptakan suasana nyaman.

"Kok tiba-tiba jadi enggak nyaman. Kan enggak benar itu," ujar dia.

Ia juga menyayangkan perilaku sekelompok orang yang justru mengatasnamakan Islam dan partai Islam. "Jadi kalau nilai Islam yang tinggi itu jangan direcoki emosi umatnya. Jadi Islam yang mulia itu ketutup. Enggak boleh itu," tegas dia.

Masduki mengingatkan seluruh umat Islam agar menjunjung tinggi nilai-nilai keislaman dan merepresentasikan kemuliaan Islam dalam perilaku sehari-hari. Dengan demikian, Islam dan pemeluknya akan dipandang sebagai agama yang sejuk dan damai.

"Kalau kemudian implementasi umatnya itu atas nama klaim kebenaran Islam, tapi kelakuannya anti-Islam, berbahaya itu," Masduki memungkasi.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.