Sukses

Dana Hibah Rawan jadi Biang Korupsi Kepala Daerah

Sebagai upaya antisipasi agar dana hibah tak dikorupsi, Soni mengatakan pihaknya melakukan perbaikan dalam panduan pedoman APBD setiap tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Jumlah kepala daerah yang terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus bertambah. Maraknya kasus korupsi yang melibatkan kepala daerah ini membuat Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) melakukan identifikasi wilayah-wilayah yang rawan korupsi.

"Rapat evaluasi mengidentifikasi wilayah-wilayah rawan korupsi sehingga terjadi OTT. Jadi setiap OTT, selalu kita duduk, evaluasi, diskusi apa sebabnya," kata Dirjen Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri, Soni Sumarsono di Kantor Kemendagri, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (25/4).

Dari hasil identifikasi itu ditemukanlah beberapa area rawan korupsi dalam pemerintahan. Salah satunya ialah dana hibah.

Sebagai upaya antisipasi agar dana hibah tak dikorupsi, Soni mengatakan pihaknya melakukan perbaikan dalam panduan pedoman APBD setiap tahun. APBD dikontrol Kemendagri dengan lebih ketat. Prosedur penggunaan dana hibah juga diperketat.

"Jadi kita coba setiap kali ada kasus korupsi itu ada perbaikan kita," ujar Plt. Gubernur Sulawesi Selatan ini.

Hal yang juga menjadi perhatian ialah sistem perencanaan. "Perencanaan dan penganggaran APBD itu rawan korupsi, kasus-kasus suap menyuap ini terjadi," jelasnya.

Sebagai langkah antisipasi, daerah diharuskan menerapkan perencanaan elektronik (e-planning) dan penganggaran elektronik (e-budgeting). Saat ini baru 30 persen daerah melaksanakan perencanaan dan penganggaran elektronik. Dalam pelaksanaan sistem ini, perlu persiapan penyediaan sarana prasarana dan SDM.

"Jadi kita akan dorong, kita akan perluas penerapan sistem e-planning sampai e-budgeting sehingga masyarakat bisa kontrol dan seterusnya. Sehingga pada ujung musrenbang itu, itulah terakhir pokok-pokok pikiran DPRD bisa dimasukkan, disinkronkan, dikawinkan dengan eksekutif," paparnya.

"Jadi tak ada lagi namanya program-program siluman yang akan masuk dalam APBD. Itu langkah kedua yang sekarang ini sedang kita intensifkan," sambungnya.

Dalam proses lelang pengadaan barang dan jasa, Kemendagri meminta daerah melakukan penunjukan melalui ULP (Unit Layanan Pengadaan) barang dan jasa dengan mendorong e-procurement. Pelaksanaan e-procurement telah dilaksanakan daerah tapi ada daerah yang melaksanakan sebagian dan sebagian lagi full e-procurement.

"Yang separuh itu baru pengumuman pakai elektronik tapi prosesnya masih manual. Itu paling tidak sudah separuh jalan. Tapi paling tidak kita mendorong semuanya full sehingga antara yang lelang dan pemenangnya itu tidak pernah interaksi. Jadi komunikasi langsung itu harus dihindari sehingga tak ada lagi negosiasi-negosiasi," jelasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Diklat dan Pelatihan

Daerah juga diimbau mengadakan diklat atau pelatihan mengenai e-procurement. "Koordinasi kita dengan LKPP juga sudah mantap," ujarnya.

Upaya lainnya ialah memberikan pendidikan kaderisasi bagi kepala daerah. Kemendagri juga sering terlibat dalan memberikan pendidikan kaderisasi kader parpol khususnya berkaitan dengan bagaimana mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi.

"Kita dorong KPK pun bisa diundang di dalam kaderisasi-kaderisasi partai supaya calon-calon pemimpin itu sudah tahu dari jauh sebelumnya," kata Soni.

Hal tak kalah penting ialah pengetahuan bagi para kepala daerah. Pasalnya banyak kepala daerah yang bukan berlatar belakang birokrat.

"Banyak yang dari swasta, ada artis, pengusaha. Maka untuk standarisasi frame, semua kepala daerah wajib mengikuti pelatihan, bimbingan teknis di Kemendagri selama satu minggu untuk para kepala daerah yang baru dilantik supaya mereka memiliki pemahaman sebelum melangkah," terangnya.

"Kita akan melihat setiap OTT akan menjadi bahan masukan buat kami memperbaiki kebijakan," dia memungkasi.

Reporter: Hari Ariyanti

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.