Sukses

Gerindra: Elektabilitas Jeblok, Alasan Jokowi ingin Prabowo Jadi Cawapres

Ferry yakin elektabilitas Jokowi akan lebih jeblok jika lembaga survei melakukan riset setelah kebijakan-kebijakan itu diterapkan pemerintah.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Ferry Juliantono menilai Jokowi masih menginginkan ketua umumnya, Prabowo Subianto, menjadi calon wakil presiden yang akan mendampinginya di Pemilu 2019.

Dia yakin, alasan Jokowi ingin meminang Prabowo menjadi cawapres karena elektabilitas Presiden ke-7 RI itu terus anjlok.

"Sangat bisa dipahami kalau Pak Jokowi masih menginginkan itu (Prabowo jadi cawapres)," kata Ferry di Kampus UI, Salemba, Jakarta, Jumat, 20 April 2018.

Ferry pun membeberkan salah satu hasil survei yang dirilis oleh Median pada 24 Maret-6 April 2018. Dalam survei itu, elektabilitas Jokowi berada di angka 36,2 persen.

Angka tersebut, menurut Ferry, dilakukan sebelum keluarnya kebijakan pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak, polemik puisi Sukmawati Soekarnoputri, hingga keluarnya Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 tentang Tenaga Kerja Asing.

Dia yakin elektabilitas Jokowi akan lebih jeblok jika lembaga survei melakukan riset setelah kebijakan-kebijakan itu diterapkan pemerintah.

"Saya rasa trennya turun. Dan sebagai presiden yang punya kekuasaan, itu pusing pasti kalau trennya turun," Ferry menandaskan.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Diungkap Ketum PPP

Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Romahurmuziy mengungkapkan, Jokowi pernah berkeinginan untuk menggandeng Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai calon wakil presiden. Prabowo pun menindaklanjuti hal ini dengan menemui Jokowi.

Namun, keinginan Jokowi itu tak bisa terwujud, lantaran pemimpin partai-partai koalisi pendukung Jokowi tidak setuju.

Menurut Romi sapaan Romahurmuziy, Jokowi ingin menggandeng Prabowo menjadi cawapres untuk menjaga keutuhan NKRI.

Jokowi, kata Romi, berkaca dari pengalaman Pemilihan Gubernur DKI Jakarta 2017 lalu, yang dipenuhi sikap intoleran dan berujung konflik.

"Demi NKRI, beliau menyampaikan, bayangkan gaduhnya republik ini. DKI Jakarta saja yang satu provinsi luar biasa gaung perbedaannya. Kemudian intoleransi meningkat dengan simpul-simpul agama," ujar Romi saat Musyawarah Nasional (Munas) Alim Ulama PPP di Hotel Patrajasa, Semarang, Jawa Tengah, Jumat, 13 April 2018.

Apalagi, kata Romi, dalam ajang Pemilu 2019 yang diikuti sekitar 32 ribu calon legislatif dan mengampanyekan Jokowi atau Prabowo, potensi perpecahan bukan tidak mungkin akan lebih besar.

"Akan ada 320 ribu caleg yang masing-masing mengampanyekan hanya dua kutub, Jokowi atau Prabowo. Bisa dibayangkan betapa dahsyatnya. Dan itu tak terjadi pada Pilpres 2014 karena pileg duluan," tegasnya.

 

Reporter: Renald Ghiffari 

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.