Sukses

HEADLINE: Drama Parkir Ratna Sarumpaet Vs Dishub DKI, Siapa Salah?

Ratna Sarumpaet melayangkan somasi ke Dishub DKI Jakarta terkait penderekan mobilnya. Pemprov DKI menolak meminta maaf.

Liputan6.com, Jakarta - Sepekan sudah berlalu, tak membuat Ratna Sarumpaet kehabisan energi untuk menyoal penderekan mobilnya oleh petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Alih-alih mencari jalan damai, aktivis berusia 68 tahun itu bahkan menyeret nama Wakil Gubernur Sandiaga Uno ke dalam pusaran konflik.

"Beliau menganggap terus-menerus bahwa saya salah. Justru ini menurut saya, kalau enggak tahu persoalan jangan berkomentar," kata Ratna di Restoran Dapur Indonesia, Jalan Agus Salim, Jakarta Pusat, Senin 9 April 2018.

Penegasan itu disampaikan Ratna menjawab anjuran Sandiaga agar ibu artis Atiqah Hasiholan itu tidak menyomasi Dishub DKI Jakarta. Dia pun menolak saran tersebut karena menganggap mengajukan somasi merupakan haknya dan seharusnya adalah tugas Sandiaga untuk memfasilitasi.

"Ini hak saya. Dan ini tidak melanggar apa-apa. Justru tugasnya Pak Sandi sebagai wakil gubernur memediasi kami, ngundang kami duduk. Ini siapa yang salah. Jadi jangan suruh saya berantem lagi dengan Dishub dong," tegas Ratna.

Dia juga mengatakan, polemik penderekan mobilnya menjadi ramai karena banyak pihak yang turut berkomentar. "Pak Sandi kan masih muda, saya sudah tua. Kalau diginiin terus, mati cepat nanti," ungkap Ratna.

Hari ini Ratna Sarumpaet memang mengajukan somasi untuk Dinas Perhubungan DKI Jakarta. Ia menolak mobilnya diderek Dishub DKI lantaran merasa parkir di tempat yang tidak terpasang rambu larangan parkir.

Ada lima poin yang dilayangkan dalam somasi tersebut. Antara lain, Ratna meminta Pemprov menyosialisasikan peraturan daerah mengenai pengaturan parkir dimuat di koran dan berita nasional.

Ratna juga meminta petugas Dinas Perhubungan yang bukan dari bagian hukum untuk meminta maaf secara terbuka kepadanya karena dianggap melanggar undang-undang.

Namun, Kepala Dinas Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta Andri Yansyah menolak untuk meminta maaf. Dia juga menolak jika aparat Dishub DKI disebut sebagai pihak yang bersalah dalam kasus ini.

"Meminta maaf kan harus ada yang salah dan benar dong. Sekarang di republik ini yang menyatakan benar dan salah siapa?" ujar Andri kepada Liputan6.com di kantornya, Senin petang.

Namun demikian, bukan berarti dia akan mendiamkan somasi yang dilayangkan Ratna. Dia memastikan Dishub DKI akan menjawab poin-poin dalam somasi itu sembari menyosialisasikan soal aturan perparkiran di Ibu Kota.

"Yang namanya somasi, dari awal kan saya sudah bilang harus dijawab. Hikmahnya ini menjadi kesempatan sekalian sosialisasi. Kan alhamdulillah nanti kalau dia mengerti," jelas Andri.

Demikian pula soal sosialisasi yang dipersoalkan Ratna Sarumpaet, Dishub DKI Jakarta meyakini kalau apa yang dilakukan selama ini untuk menjelaskan aturan parkir kepada publik sudah berjalan dengan baik.

"Saya katakan tadi, ada berapa juta orang yang memiliki kendaraan? Faktanya mereka tahu kok," ujar Andri. 

Dia kemudian membuka data. Dari 2 Januari 2018 hingga 6 April 2018 pihaknya sudah menderek 7.267 kendaraan. Dalam kurun waktu itu baru satu orang yang merasa keberatan.

"Kita sudah melaksanakan penindakan itu dari 2014. Hanya beberapa orang yang melakukan kegiatan. Hanya 0,0 sekian persen. Apakah ini sosialisasi tidak berjalan baik? Mari sama-sama kita buka datanya," tegas Andri.

Siapa Antar Mobil Ratna Sarumpaet?

Namun, Andri tidak bisa memastikan alasan mobil Ratna diantar petugas Dishub pada hari yang sama dengan penderekan. Dia menduga, mobil itu dikembalikan karena sudah membayar retribusi.

"Bukan orangnya saja, sopirnya, bisa juga tetangganya (yang membayar retribusi). Asal bisa menunjukkan STNK, bayar, keluar. Kalau saya sih melihatnya yang penting sudah bayar retribusi," ujar Andri.

Kendati demikian, dia tak bisa memastikan bahwa Ratna benar-benar telah membayar retribusi. "Saya nggak tahu. Bisa juga kan dia nyuruh sopirnya," kilah dia.

Keterangan ini pun langsung dibantah Ratna. Dia menegaskan tak pernah membayar retribusi. Bahkan, dia mengaku heran kenapa petugas Dishub mengantar mobilnya ke rumah jika memang pihaknya yang bersalah.

"Kalau ada yang bayar (retribusi) kan dilepas saja di sana. Dia bantah, tapi kenapa Bapak pulangin mobilnya. Dari dia Anda bisa mengetahui apa yang terjadi, saya di rumah. Saya pulang naik bajaj gara-gara ulah mereka," ucap Ratna.

Yang jelas, Dishub DKI Jakarta menolak klaim Ratna Sarumpaet yang menyudutkan instansi itu sebagai pihak yang bersalah sejak awal. Bahkan, Kadishub DKI mengaku siap jika masalah ini harus bermuara ke meja hijau.

"Ya siap, ini bukan pertama kali, sudah sering. Kan kita sudah sering bolak balik pengadilan," pungkas Andri.

 

Saksikan video terkait di bawah ini:

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Insiden Selasa Pagi di Taman Tebet

Peristiwa penderekan mobil Ratna Sarumpaet yang akhirnya berbuntut panjang itu berawal pada Selasa 3 April pagi lalu. Sekitar pukul 9.30 WIB, Ratna dan anaknya memarkir Toyota Avanza bernomor polisi B 1237 BR di Taman Tebet, Jakarta Selatan.

Usai memarkir kendaraan, Ratna dan anaknya mulai berolahraga ringan di taman itu. Tiba-tiba, beberapa orang yang ada di lokasi berteriak ke arah Ratna mengabarkan kalau mobilnya akan diderek petugas Dinas Perhubungan DKI Jakarta.

Dalam sebuah video yang kemudian viral, terlihat Ratna yang mengenakan jilbab putih dan kemeja panjang biru tengah beradu mulut dengan petugas Dishub. Ratna mempertanyakan alasan petugas menderek mobilnya karena tidak ada rambu dilarang parkir di kawasan tersebut.

Namun, petugas Dishub menyebut Ratna telah menyalahi peraturan daerah. Dengan suara meninggi, Ratna balik bertanya perda yang dilanggarnya. Ratna terdengar pula mengatakan bakal menghubungi Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Mana aturannya? Oke, saya telepon Anies sekarang, ya," kata Ratna dalam video yang tersebar di media sosial itu.

Ratna memang tak main-main dan langsung menelepon Anies. Menurut Ratna, bukan Sang Gubernur yang mengangkat teleponnya, melainkan salah seorang staf Anies. Dia kemudian menyampaikan kekesalannya kepada petugas dishub yang dinilainya sewenang-wenang.

"Saya mencoba menghubungi Anies, lalu stafnya yang urus akhirnya. Stafnya bilang sekitar jam 10.00 mobilnya bisa diambil," ujar Ratna.

Namun, Ratna menolak dan meminta petugas Dishub meminta maaf dan mengantarkan mobil yang diderek ke rumahnya. Sekitar pukul 11.00 WIB, sejumlah petugas Dishub datang ke rumah Ratna dengan mengantarkan mobil miliknya.

"Dishub sudah salah menderek mobil saya, padahal tidak ada rambu-rambu. Mobil saya dikembalikan dan minta maaf juga," kata Ratna.

Tapi, peristiwa ini lantas selesai. Sebaliknya, urusan menderek mobil ini makin panjang dan semakin memanas.

Sebab, sehari kemudian Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Salahuddin Uno angkat suara. Orang nomor dua di DKI itu mengatakan, apa yang dilakukan Ratna tersebut melanggar peraturan.

"Enggak boleh, (yang dilakukan Ratna) itu melanggar," ucap Sandi usai meninjau GOR Bulungan, Jakarta Selatan, Rabu 4 April 2018.

Menurut Sandi, apa yang dilakukan Dishub sebagai upaya sosialisasi ke masyarakat, karena dalam Perda itu disebut bahwa kewenangan petugas lebih tinggi daripada rambu.

"Kita ingin memberikan sosialisasi ke masyarakat untuk lebih patuh ke Perda tersebut, karena Perda itu nggak mengharuskan rambu di seluruh wilayah Jakarta," tegas Sandi.

"Sebagian masyarakat belum mengetahui, bahwa untuk parkir walaupun tidak ada rambu larangan, menurut perda melanggar aturan," imbuh dia.

Ucapan Sandiaga diperkuat Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansyah, yang menegaskan bahwa ruang milik jalan tidak boleh digunakan untuk parkir. Parkir di jalanan hanya diperbolehkan di jalan tertentu, bukan di jalan protokol.

"Jalan boleh digunakan untuk parkir, tetapi tidak boleh jalan-jalan protokol dan harus dituangkan dalam pergub (peraturan gubernur)," kata Andri di Balai Kota Jakarta, Rabu 4 April 2018.

Jalan tertentu yang diperbolehkan untuk parkir itu disebut dengan parkir on street. Aturan parkir on street sendiri tercantum dalam Pergub Nomor 188 Tahun 2016.

"Apabila badan jalan atau parkir on street ditetapkan sebagai parkir, dia baru dilengkapi dengan rambu dan marka. Kalau seumpamanya dia tidak ada rambu dan marka, berarti tidak boleh untuk parkir," Andri menegaskan.

Pukulan terakhir untuk Ratna datang dari Gubernur DKI Jakarta Anies Rasyid Baswedan yang menegaskan bakal menindak petugas Dinas Perhubungan yang mengembalikan mobil Ratna Sarumpaet. Menurutnya, pengembalian itu justru bentuk pelanggaran aturan.

"Saya akan panggil, saya akan disiplinkan. Disiplinkan apa? Taati SOP. Taat SOP," kata Anies, Rabu 4 April 2018.

Anies menegaskan tidak membenarkan siapa pun yang melanggar standar operasional prosedur. Dia menjelaskan upaya yang dilakukan oleh Dishub DKI menderek mobil Ratna merupakan upaya penegakan hukum.

Mantan Mendikbud ini meminta agar setiap protes juga melalui prosedur hukum.

"Yang keberatan ada prosedurnya untuk protes, ada tata caranya. Dan apabila di dalam itu benar maka jalan terus dan apabila salah maka ada tata caranya untuk pemerintah mengganti rugi," papar Anies.

Ia menegaskan tidak membenarkan tindakan yang dilakukan oleh Ratna maupun petugas atau staf yang membantu mengembalikan mobil Ratna yang diderek karena parkir sembarangan.

Akumulasi dari semua itulah yang kemudian bermuara pada langkah Ratna mengajukan somasi kepada Dishub DKI Jakarta, yang juga berarti urusan derek menderek mobil ini masih akan memunculkan episode baru.

 

Saat menggelar jumpa pers yang menegaskan dirinya mensomasi Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Ratna Sarumpaet membenarkan dirinya menghubungi Gubernur Jakarta Anies Baswedan saat mobilnya diderek petugas Dinas Perhubungan DKI.

"Emang enggak boleh saya manfaatkan? Bolehkah saya berhubungan dengan Gubernur? Apa salahnya berhubungan dengan Gubernur? Aku yang pilih dia, pajakku yang menggaji dia, kok rakyat enggak boleh telepon gubernurnya," ucap Ratna Sarumpaet.

Dia pun meminta jangan ada pihak yang mencoba memandang langkahnya itu adalah perbuatan dosa.

"Jangan dianggap itu perbuatan hina. Saya kebetulan lagi kesulitan, handphone saya punya nomor dia, dan kebetulan petugas Dishub itu terus mengatakan ini perintah atasan. Kan, atasannya Gubernur. Boleh dong saya telepon? Jadi, jangan dibuat itu dosa. Gubernur boleh telepon saya untuk mengecek," tutur Ratna.

Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Andri Yansyah memang pernah menyindir Ratna Sarumpaet yang mengaku menelepon Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat mobilnya diderek petugas Dishub. Menurut Andri, bila ada kesalahan prosedur dalam penindakan, Ratna semestinya protes kepada Ombudsman atau lembaga terkait.

"Kan ada prosedurnya, kalau mau ngadu ya ke Ombudsman, atau gugat. Jangan nelpon-nelponlah. Nelpon apa urusannya? Kan ada salurannya gugat atau adukan ke yang berwenanglah," kata Andri di Balai Kota Jakarta, Rabu 5 April 2018.

Andri merasa sikap Ratna tersebut tidak tepat. Pasalnya, Ratna memang melanggar dengan memarkir kendaraan di badan jalan.

"Silakan saja, ngaku-ngaku mau nelpon lurah, camat, wali kota, gubernur, presiden, silakan saja. Tapi kan kita ngomonginnya aturan hukum, ya hukum dong," lanjut dia.

Aturan tentang perparkiran di DKI Jakarta termuat dalam Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi. Pasal 36 yang mengatur tentang parkir di ruang milik jalan menyebutkan:

(1) Penyelenggaraan fasilitas parkir di dalam ruang milik jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat 1, harus memperhatikan:

a. lebar jalan;

b. volume lalu lintas;

c. karakteristik kecepatan;

d. dimensi kendaraan;

e. peruntukkan lahan sekitarnya; dan

f. peranan jalan bersangkutan.

Sedangkan menyangkut marka atau rambu yang lebih tegas tertulis pada Pasal 38 yang berbunyi:

(1) Ruang milik Jalan yang digunakan sebagai fasilitas Parkir harus disertai Marka Parkir dan/atau Rambu Parkir.

(2) Setiap pemilik dan/atau Pengemudi Kendaraan dilarang Parkir di ruang milik Jalan yang tidak terdapat Marka Parkir dan/atau Rambu Parkir.

Pasal 39 Perda yang ditandatangani Gubernur Joko Widodo itu kemudian menyebutkan bahwa aturan lebih lanjut diatur dalam Peraturan Gubernur.

Adapun Pergub terbaru yang mengatur soal parkir adalah Peraturan Gubernur No 188 Tahun 2016 tentang Tempat Parkir Umum yang Dikelola oleh Pemerintah Daerah. Pergub ini ditandatangani Gubernur Basuki Tjahaja Purnama.

Pada Pergub tersebut terlampir nama-nama jalan umum yang boleh dijadikan tempat parkir. Tetapi bila jalan yang dimaksud belum masuk dalam lampiran itu, maka harus ada rambu/marka parkir seperti bunyi Pasal 5 dan 6:

Pasal 5

Dalam rangka efektivitas pemakaian tempat parkir umum, Kepala Unit Pengelola Perparkiran bertanggung jawab untuk memasang papan petunjuk/pengumuman tarif layanan parkir, berkoordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah/Unit Kerja Perangkat Daerah dan instansi terkait.

Pasal 6

Lokasi parkir pada tepi jalan umum yang tidak/belum tercantum dalam Lampiran I dan Lampiran II Peraturan Gubernur ini dapat dijadikan lokasi parkir resmi sepanjang pada lokasi tersebut terdapat rambu parkir dan ditandai dengan marka parkir.

Sementara, lokasi yang dijadikan tempat parkir oleh Ratna Sarumpaet di Taman Tebet memang tidak terdapat rambu dilarang parkir. Tetapi, di lokasi tersebut juga tidak terdapat rambu boleh parkir. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.