Sukses

Moeldoko: Titik Rawan Korupsi Harus Dicegah

Sementara, ahli hukum Jimly menyebut, perlawanan terhadap praktik korupsi harus diawali dengan aksi pencegahan.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko menggelar pertemuan dengan sejumlah pakar hukum dan perwakilan instansi terkait untuk membahas masalah pencegahan korupsi. Pertemuan berlangsung di Kantor Staf Presiden, Senin (5/3/2018).

Beberapa orang yang terlihat hadir dalam pertemuan itu, di antaranya mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Ashiddiqie dan dosen Universitas Indonesia, Bivitri Susanti.

Moeldoko mengatakan, pencegahan harus dilihat sebagai upaya positif dan perlu kerja sama dari semua pihak.

"Setiap titik rawan korupsi harus kita cegah bersama," kata Moeldoko dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin(5/3/2018).

Sementara, Jimly menyebut, perlawanan terhadap praktik korupsi harus diawali dengan aksi pencegahan. Hal itu, kata dia, sesuai dengan amanat undang-undang tentang pemberantasan korupsi.

"Menurut UU tentang KPK, KPK memiliki peran penindakan dan pencegahan," ucap Jimly.

Akan tetapi, sambung dia, pencegahan tidak dapat dilakukan sendiri-sendiri. Harus ada kolaborasi dari semua pihak. Pemimpin harus siap ikut bertanggung jawab apabila bawahannya ada yang korupsi.

"Bila perlu, pemerintah perlu mempertimbangkan merancang undang-undang khusus tentang sumpah jabatan dan tata cara pertanggungjawaban publik," terang Jimly.

Lain hanya dengan Bivitri Susanti, dosen Universitas Indonesia ini berpendapat, selain kolaborasi antara KPK dan pemerintah untuk pencegahan korupsi, perlu adanya payung hukum untuk mengakomodasi hal tersebut.

"Payung hukum ini berfungsi untuk memastikan kolaborasi yang lebih efektif tanpa mengurangi independensi KPK," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perlu Peran Inspektorat Daerah

Kemudian Inspektur Jenderal Kemendagri yang juga hadir di acara tersebut, Sri Wahyuningsih, mengatakan peran inspektorat di tiap daerah perlu diperkuat untuk mencegah tindak korupsi.

"Karena inspektorat tidak memiliki kewenangan yang cukup untuk melakukan koordinasi dengan dinas-dinas yang lain," ucap Sri.

Sementara, Timotius Partohap, pejabat di bagian Penelitian dan Pengembangan KPK, menambahkan, KPK melaksanakan kegiatan koordinasi dan supervisi pencegahan (korsupgah) pada beberapa pemerintahan daerah kabupaten/kota di seluruh provinsi.

Salah satu sektor yang menjadi fokus adalah pencegahan korupsi di sektor sumber daya alam.

"Selama ini, publik lebih banyak melihat penindakan KPK sebagai cara yang paling efektif memberantas korupsi. Sementara, pencegahan masih dianggap sebelah mata dan belum banyak mengetahuinya. Padahal, sejak dibentuk 2004 silam, selain menindak para koruptor, KPK juga memiliki program pencegahan sebagai bagian upaya memberantas korupsi," kata Timotius.

Pada diskusi yang sama, Prahesti Pandanwangi, Direktur Hukum dan Regulasi, Bappenas, menyampaikan pihaknya tengah merevisi Perpres 55/2012 tentang Strategi Nasional Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi.

"Revisi dari ini dapat mengakomodasi kolaborasi yang lebih efektif. Upaya peningkatan kolaborasi sudah masuk dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2017 sebagai salah satu kegiatan prioritas pemerintah di tahun 2017," tandas dia.

Selain pakar hukum, acara ini juga dihadiri sejumlah instansi terkait, yaitu Kementerian Dalam Negeri Sri Wahyuningsih, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Prahesti Pandanwangi, serta pejabat dari Kementerian PANRB, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.