Sukses

Sebab Musabab Matinya Bahasa Daerah

Kepala Balai Bahasa Maluku dan Raja Negeri Hitu Lama menjelaskan penyebab kepunahan bahasa daerah di Maluku.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Kantor Balai Bahasa Maluku, Asrif, mengatakan bahwa di Maluku banyak bahasa daerah yang punah. Namun, kepunahan itu merupakan proses yang panjang.

"Maluku itu kan tempat yang paling sering dikunjungi oleh negara asing. Ada tiga negara: Portugis, Belanda, Spanyol. Ketiga negara tersebut mewajibkan bahasa Melayu dalam kehidupan sehari-hari di Maluku," ujarnya dalam Gelar Wicara di Badan Bahasa Rawamangun, Jakarta Timur, untuk memperingati Hari Bahasa Ibu Internasional, Rabu (21/2/2018).

Asrif menyatakan, kebijakan pada masa lampau itu kemudian berdampak hingga sekarang. Diceritakan Asrif, semisal di sekolah, jika ada murid yang memakai bahasa daerah, ia akan dihukum oleh gurunya.

"Hal tersebut sudah terpatri hingga sekarang," katanya.

Selain itu, Asrif juga menyebutkan beberapa faktor lainnya. Di antaranya adalah bencana yang pernah menerpa Maluku, lalu ada penduduk yang semakin banyak, bahkan sejak zaman Belanda. Kemudian, yang dilazimkan oleh siapa pun, yakni perkawinan campur di Maluku.

"Perkawinan campur di beberapa tempat di Jawa mungkin tidak ada masalah karena komitmen orangtua untuk mengajarkan bahasa daerah masih baik," katanya. "Namun di Maluku, komitmennya berada pada komitmen yang rapuh, sehingga perkawinan campur di Maluku justru mempermulus ketidaktahuan anak untuk belajar bahasa daerah," ucapnya.

Sikap budaya terkait dengan bahasa daerah di Maluku juga disoroti oleh Asrif. Sikap budaya yang lemah terhadap bahasa daerah yang membuat bahasa daerah di Maluku terancam.

"Ini karena ada stereotipe negatif pengguna bahasa daerah dianggap sebagai orang gunung, atau kampungan."

Menurut Asrif, anggapan kehidupan di Maluku adalah mereka yang berlogat Ambon, atau bergaya Ambon. "Ambon itu punya kelas yang begitu tinggi. Bahkan, orang-orang dari Maluku Tenggara kalau kenal John Kei, misalnya, mereka itu strata kedua di Maluku. Ambon itu jadi status sosial yang diidam-idamkan oleh orang Maluku. Dan anggapan itu yang mempercepat kematian sebuah bahasa daerah," ujarnya.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Perasaan Rendah Diri Berbahasa Daerah

Salah satu raja di negeri Hitu Lama di Maluku Tengah, Raja Salhana Pelu, juga mengatakan bahwa proses kepunahan bahasa-bahasa di Maluku, terutama di Ambon, sudah terjadi sejak ratusan lalu, tepatnya saat bangsa Portugis mendarat di sana. Dalam paparannya, bahasa di masyarakat yang beragama Kristen tidak stabil, tetapi untuk bahasa di masyarakat beragama Islam cukup stabil.

Meski demikian, kedua perbedaan tersebut tidak memberi jaminan jika bahasa daerah di Maluku Tengah, terutama di negeri Hitu Lama, terancam dari kepunahan.

"Artinya jika ini dibiarkan, kita tinggal menunggu saja bahasa itu punah," kata Raja Salhana Pelu.

Raja Salhana merupakan salah satu dari sekian banyak raja di Maluku Tengah. Sebutan raja sendiri di sana mengacu kepada kepala desa, dan negeri yang dipimpin merupakan desa di suatu wilayah di Maluku Tengah.

"Sistemnya sendiri masih bersifat keturunan," ia menambahkan.

Ia bercerita, sejak kecil ia merupakan anak yang pasif dalam hal berbahasa. "Makanya ketika ditanya apa yang paling berkesan saat menjabat jadi raja, saya jawab sekarang saya cakap berbahasa," katanya.

Di Hitu Lama, seperti dituturkan oleh Raja Salhana, salah satu upaya untuk melestarikan bahasa daerah salah satunya adalah dengan cara memasukkan muatan lokal mata pelajaran bahasa Hitu ke sekolah-sekolah.

Selain itu, Raja Salhana juga merencanakan pembuatan peraturan negeri yang mengharuskan anak-anak lokal di sana pandai bertutur kata. "Ini masih dalam tahap perencanaan," ujarnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa pelindungan terhadap bahasa merupakan hal penting demi mempertahankan adat istiadat dan kebudayaan. "Kalau hilang bahasa, hilang juga adat istiadat dan budayanya," ucapnya.

Maka dari itulah, upaya pelindungan tersebut juga melibatkan masyarakat sekitar. Namun, ia tak memungkiri bahwa generasi muda yang dijadikan target agar bahasa Hitu Lama juga bisa lestari di generasi muda.

"Itu tadi saya katakan kenapa saya memasukkan muatan lokal bahasa daerah dalam sekolah," katanya. "Tapi kita juga ingin menyelamatkan bahasa tak hanya di sekolah, yang di luar sekolah juga. Dan semenjak adanya revitalisasi, masyarakat di sini juga merespons dengan positif dan mereka akhirnya ada yang memakai bahasa Hitu dalam komunikasi sehari-hari," ujarnya menegaskan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini