Sukses

Pengacara Setnov Sebut Proyek E-KTP Milik Pemerintah SBY

Menurut Maqdir, pernyataan yang disampaikan Mirwan Amir dalam sidang membuktikan tidak adanya intervensi yang dilakukan Setya Novanto.

Liputan6.com, Jakarta - Penasihat hukum Setya Novanto, Maqdir Ismail menyebut proyek pengadaan e-KTP merupakan milik pemerintah pemenang Pemilu 2009. Dia beralasan, pengadaan e-KTP merupakan proyek pemerintah yang ketika itu dipimpin Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

"Yang kita mau coba fokus itu bahwa program (e-KTP) ini adalah program pemerintah, ya kan? Nah, pemerintah yang memenangkan Pemilu (2009) itu," ujar Maqdir di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2018).

Dia mengaku sempat mencari tahu apakah ada pesan khusus dari pemerintah SBY terkait pengadaan e-KTP. Karena itu, saat sidang berjalan, tim penasihat hukum Setnov, Firman Wijaya sempat bertanya kepada saksi Mirwan Amir yang merupakan mantan Wakil Ketua Banggar DPR dari Fraksi Demokrat.

"Nah itu yang kita mau tahu, apa sih sebenarnya? Apakah memang ini ada pesan-pesan khusus atau tidak dari pemenang pemilu? Ternyata kan tidak, ini kan kalau kita lihat ke belakang memang program yang sudah direncanakan lama," kata Maqdir.

Dia mengaku, pihaknya sempat mencecar Mirwan Amir di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor untuk membuktikan dakwaan jaksa penuntut umum KPK terhadap Setya Novanto. Jaksa menyebut Setnov mengintervensi dalam proyek pengadaan e-KTP tersebut.

"Tetapi ternyata tadi setelah saya coba tanya agak sedikit detail mengenai itu kan dijawab oleh Pak Mirwan Amir, bahwa ini adalah kesepakatan pemerintah bersama-sama dengan Komisi II, yang tidak bisa diintervensi oleh siapa pun," kata dia.

Menurut Maqdir, pernyataan yang disampaikan Mirwan Amir dalam sidang membuktikan tidak adanya intervensi yang dilakukan Setya Novanto.

"Ternyata kesepakatan ini disetujui Banggar bersama-sama dengan Kementerian Keuangan. Jadi, kalau misalkan seperti didakwakan sekarang itu karena intervensinya Setya Novanto jadi tidak masuk akal. Ini yang kami pertanyaan dan kami buktikan," ucap Maqdir.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Pengakuan Mirwan

Sebelumnya, nama mantan Presiden SBY sempat disebut dalam sidang kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan terdakwa Setya Novanto (Setnov). Adalah mantan Wakil Ketua Banggar DPR Fraksi Demokrat Mirwan Amir yang memunculkan nama SBY.

Awalnya, penasihat hukum Setnov, Firman Wijaya bertanya kepada Mirwan Amir yang kini menjadi Ketua DPP Hanura. Firman bertanya soal apakah proyek e-KTP ada kaitannya dengan pemenangan Pemilu 2009.

"Memang itu program dari pemerintah," ujar Mirwan menjawab pertanyaan Firman di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (25/1/2018).

Kemudian Firman mempertegas dengan menanyakan siapa pemegang pemerintahan pada 2009. Dengan tegas Mirwan menyebut nama Ketua Umum Partai Demokrat.

"Susilo Bambang Yudhoyono," kata dia.

Firman kembali bertanya apakah Mirwan Amir sempat mendapat intervensi terkait program e-KTP. Mirwan menjawab tidak. Kemudian, Firman bertanya kembali apakah Mirwan sempat berkomunikasi dengan SBY soal e-KTP.

"Tidak pernah, tapi saya dengar saran dari Pak Yusnan Solihin bahwa program e-KTP ini ada masalah. Maka dari itu Pak Yusnan membuat surat yang ditujukan kepada pemerintah. Saya juga percaya dengan Pak Yusnan kalau memang program ini tidak baik, jangan dilanjutkan," kata dia.

Mirwan menyebutkan, Yusnan Solihin yang merupakan pengusaha sekaligus politisi Partai Gerindra sudah melihat kejanggalan dalam proses e-KTP. Berdasarkan pernyataan Yusnan, Mirwan mengaku sudah menyampaikan kejanggalan e-KTP kepada SBY.

"Pernah saya sampaikan bahwa program e-KTP ini lebih baik tidak dilanjutkan," kata dia.

Mirwan mengaku menyampaikan hal tesebut langsung kepada SBY di Cikeas. Namun, SBY memerintahkan untuk melanjutkan proyek tersebut.

"Tanggapan dari Bapak SBY bahwa ini untuk menuju Pilkada, jadi proyek ini harus jalan terus," kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.