Sukses

Gerindra: Jangan Paranoid karena Isu 5 Ribu Senjata Ilegal

Gerindra meminta pengusutan isu impor senjata ilegal harus dilakukan dengan kepala dingin agar terlepas dari intrik-intrik politik.

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pengusutan isu impor senjata ilegal harus dilakukan dengan kepala dingin agar terlepas dari intrik-intrik politik.

"Di satu sisi tidak boleh ada yang paranoid, isu tersebut digoreng untuk memperburuk citra pemerintah, tapi di sisi lain harus diwaspadai juga adanya pihak-pihak yang mengadu domba antar-instansi resmi negara," ujar Dasco dalam keterangan tertulisnya kepada Liputan6.com di Jakarta, Senin (25/9/2017).

Menurutnya, sebelum ada keterangan yang jelas dari Panglima TNI Gatot Nurmantyo soal institusi mana yang pernah berencana mengimpor senjata, sebaiknya kita semua tidak berasumsi.

"Masalah ini adalah masalah hukum, jadi kita hanya boleh memberikan penilaian berdasarkan bukti-bukti dan fakta hukum," ucapnya.

Dia mengatakan, belakangan muncul spekulasi, institusi tersebut adalah Badan Intelijen Negara (BIN). Menurut Dasco, spekulasi tersebut sangat tidak berdasar.

"Kita tahu berdasarkan tugas dan wewenang di bidang intelijen tidak ada kepentingan BIN untuk mengimpor senjata dengan jumlah begitu besar," tuturnya.

Dengan fungsi intelijen, lanjut Dasco, BIN mengumpulkan informasi berdasarkan fakta untuk mendeteksi dan melakukan peringatan dini dalam rangka pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan setiap ancaman terhadap keamanan nasional.

"Jika mengacu pada tugas dan wewenang tersebut, sepertinya sudah jelas yang dimaksud Panglima TNI bukan BIN," tandas Dasco yang juga Ketua MKD DPR RI ini.

Sebelumnya, Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo melempar isu panas terkait penyelundupan 5.000 pucuk senjata api ke Indonesia. Penyelundupan dilakukan sebuah institusi yang mencatut nama Presiden Joko Widodo alias Jokowi.

Namun, hal tersebut telah dibantah oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto. Dia mengatakan, hal tersebut tidaklah benar karena dirinya sudah melakukan pemanggilan terhadap Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Kapolri, dan institusi lain terkait pengadaan senjata ini.

"Ini hanya masalah komunikasi yang tidak tuntas dalam hal pembelian senjata. Kenapa? Karena setelah saya tanyakan, saya cek kembali, ternyata ini berhubungan dengan pembelian 500 pucuk senjata buatan Pindad yang diperuntukkan bagi sekolah intelijen oleh BIN," kata Wiranto.

Dia menjelaskan, senjata ini juga bukan merupakan standar TNI dan hanya buatan Perindustrian Angkatan Darat (Pindad).

"Dan senjata yang dibeli ini bukan standar TNI dan buatan Pindad, bukan dari luar negeri, dan juga menggunakan dana APBN, dan bukan institusi lain yang diluar kontrol pemerintahan," ucapnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kata Pinpad

PT Pindad membenarkan pihaknya menerima pesanan senjata api yang dipesan Badan Intelijen Negara (BIN). Jumlah yang dipesan tidak mencapai ribuan, tapi 517 unit.

"Betul, kontraknya untuk 517 senapan," kata Corporate Secretary PT Pindad, Bayu Fiantoro, saat dihubungi Liputan6.com, Senin (25/9/2017).

Selain senapan, ada juga pemesanan pistol dalam jumlah tersebut. Namun, fungsi kedua jenis senjata api tersebut berbeda.

"Kalau senapan untuk perlengkapan polisi khusus mereka (BIN), kalau pistol ada untuk pendidikan," beber Bayu.

Adapun izin pengadaan yang tertuang dalam kontrak tersebut adalah berasal dari Polri. Itu karena BIN sebagai lembaga sipil dan tidak memiliki kewenangan untuk mengeluarkan izin pengadaan dan penggunaan senjata api.

"Kontraknya kerja sama dengan Polri," jelas Bayu.

Mengenai spesifikasi senjata api, Bayu tidak merincinya. "Pokoknya berbeda dengan yang dimiliki senjata TNI-Polri," kata Bayu.

Sebelumnya, Menko Polhukam Wiranto membenarkan adanya pemesanan 500-an senjata api oleh BIN. Pernyataan itu sekaligus menepis pernyataan Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo yang menyebut ada lembaga sipil yang memesan 5.000 senjata api.

Menurutnya, senjata yang dipesan BIN sebanyak 500 untuk kepentingan sekolah intelijen.

"Lima ratus pucuk untuk kepentingan sekolah intelijen. Senjata jenis modifikasi dari standar TNI, jadi bukan standar TNI dan pembuatannya dari Pindad," ujar Wiranto, Minggu, 24 September 2017.

Saksikan video di bawah ini:

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.