Sukses

Polisi Telusuri Pemakai Jasa Saracen dari Aliran Dana ke Rekening

Penyidik Bareskrim Polri terus mendalami aliran kasus Saracen. Termasuk dugaan adanya pihak-pihak yang menggunakan jasa tersangka.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Bareskrim Polri terus mendalami aliran kasus Saracen. Polisi menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri transaksi keuangan yang pernah dilakukan kelompok tersebut.

Termasuk dugaan adanya pihak-pihak yang menggunakan jasa tersangka.

"Ada beberapa rekening yang masih dianalisis agar bisa diketahui aliran dananya, berapa jumlah dananya, apa ada pemesanan berita menyesatkan," ucap Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabagpenum) Polri Kombes Martinus Sitompul, di Mabes Polri, Jakarta, Senin 28 Agustus 2017.

Polisi menduga masih ada sejumlah akun yang digunakan untuk menyebar ujaran kebencian, selain Saracen. Oleh karena itu, polisi berkoordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) untuk mengawasi sejumlah akun yang berkonten ujaran kebencian.

Sebelumnya, polisi menangkap tiga tersangka pengelola grup penyebar konten ujaran kebencian di jejaring sosial Facebook, Saracen. Tiga tersangka tersebut adalah MFT, SRN dan JAS.

Kelompok Saracen diduga kerap menawarkan jasa untuk menyebarkan ujaran kebencian bernuansa SARA di media sosial.

Saksikan video berikut ini:

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Tarif Puluhan Juta

Sindikat Saracen diduga menyebarkan hate speech atau ujaran kebencian di media sosial, dengan tarif hingga puluhan juta rupiah. Polisi pun masih menelusuri siapa saja pihak-pihak pemesan.

Ketua Saracen Jasriadi membantah dirinya tidak memasang tarif untuk ujaran kebencian di media sosial, meski ada anggaran dalam bentuk proposal.

"Saya tidak menawarkan, orang minta buatkan anggarannya berapa sih yang seperti itu," ujar dia dalam wawancara khusus bersama Liputan6.com, baru-baru ini.

"Saya tidak pernah menerima atau pesanan dari orang yang seperti itu, misalnya ini Pilkada, oh dibayar sekian, saya tidak pernah menerima seperti itu," dia melanjutkan.

Jasriadi juga membantah ada pemesan dari banyak pihak. Dia hanya mengaku permintaan hanya pada saat Pilkada Pekanbaru.

"Yang dulu waktu minta anggaran itu di Pekanbaru, tidak ada sangkut pautnya dengan di Jakarta. Karena waktu itu ada pemilihan wali kota kalau enggak salah. Hanya sebatas itu, selebihnya enggak ada," ujar dia.

Kendati, saat ditegaskan soal pemesanan terkait Pilkada, pentolan Saracen itu tidak menanggapi dengan gamblang.

"Nah, kebetulan momennya waktu pas penangkapan saya, dokumen-dokumen berkas saya ada di situ. Jadi itulah akhirnya dibuka juga di sini, sampai ijazah saya itu diapakan itu," tutup Jasriadi.

Meski begitu, dari hasil pengembangan kasus tersebut, polisi menemukan proposal saat olah tempat kejadian perkara di kediaman Jasriadi alias JAS.

"Si JAS ini menyediakan proposal bagi siapapun kelompok maupun perorangan yang membutuhkan jasa yang bersangkutan, proposal dana kampanye dalam medsos," ujar Kasubdit 1 Dit Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri, Kombes Pol Irwan Anwar kepada Liputan6.com.

Dalam proposal itu, kata Irwan, disebutkan bahwa jika ingin menggunakan jasa Jasriadi, bisa melalui CV Jadi Jaya dengan dikenakan tarif Rp 72 juta per bulan atau per paket.

Irwan pun kemudian merinci harga paket yang ditawarkan Saracen tersebut:

1. Pembuatan website atau blog Rp 15 juta perbulan
2. Jasa untuk buzzer dengan jumlah 15 orang masing-masing dihargai Rp 3 juta. Sehingga totalnya Rp 45 juta
3. Jasa untuk koordinator Rp 5 juta
4. Jasa untuk media Rp 7 juta

Namun Irwan belum dapat memastikan apakah jasa itu digunakan untuk pilkada atau bukan.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.