Sukses

Kalapas Nusakambangan Dicopot, Buntut 1,2 Juta Pil Ekstasi?

Kalapas Batu Nusakambangan Abdul Aris dimutasi menjadi Kalapas Rajabasa, Bandar Lampung. Apakah ini buntut dari 1,2 juta ekstasi?

Liputan6.com, Cilacap - Akhir pekan lalu, Koordinator Kepala Lapas (Kalapas) se-Nusakambangan dan Cilacap, yang juga Kalapas Batu Nusakambangan, Abdul Aris dimutasi menjadi Kalapas Rajabasa, Bandar Lampung.

Dalam waktu bersamaan, Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Kemenkumham Jawa Tengah Bambang Sumardiono juga turut dipindah. Dia menempati pos barunya sebagai Kepala Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta.

Mutasi para pejabat utama di Lapas Nusakambangan dan Kanwil Kemenkumham Jawa Tengah ini sontak memicu spekulasi. Ini lantaran mutasi dilakukan usai pengungkapan adanya dugaan pengendalian 1,2 juta pil ekstasi oleh Aseng dari Nusakambangan.

Sebelumnya, Mabes Polri mengungkap peredaran 1,2 juta pil ekstasi asal Belanda dikendalikan seorang napi Lapas Kelas IIA Besi Pulau Nusakambangan, Aseng. Dia diduga mengendalikan bisnis haram itu menggunakan telepon satelit atau wifi dan mengandalkan kurir.

Terlebih, Nusakambangan juga tengah disorot karena sejak awal 2017, ada lima napi kabur dari Lapas yang tingkat pengamanananya setara Alcatraz. Bahkan, satu di antara lima orang napi kabur, Kadarmono, ini belum tertangkap.

Sub Bagian Publikasi Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS), Syarpani membenarkan bahwa Abdul Aris dan Bambang Suardiono dimutasi. Namun, ia menampik pemindahan itu terkait dengan kembali bobolnya Nusakambangan sebagai sarang pengendali narkoba.

Dia juga memastikan, pemindahan itu tak berhubungan dengan maraknya napi kabur sejak Januari 2017 lalu. Pasalnya, mutasi adalah hal wajar yang dilakukan oleh Ditjen PAS.

“Oh nggak ada (hubungan dengan kasus 1,2 juta ekstasi), kalau mutasi. Mutasi, rotasi yang kemarin itu kan hal yang wajar. Orang menjabat setahun itu, dipindah kan wajar. Karena kita instansi nasional, bukan Pemda. Jadi ini sesuau yang biasa saja Mas,” kata Syarpani, saat dihubungi Liputan6.com, Rabu sore, 2 Agustus 2017.

Syarpani membenarkan bahwa Lapas Nusakambangan merupakan area tanpa sinyal seluler. Itu sebab muncul dugaan Aseng memakai telepon satelit. Namun, dia enggan berspekluasi lebih jauh mengenai dugaan pemakaian jaringan wifi Lapas oleh Aseng.

“Sedang diselidiki. Itu pasti, itu di tim pemeriksa,” kata dia.

Meski begitu, dia juga enggan berspekulasi lebih jauh mengenai keterlibatan petugas Lapas. Sebab saat ini, Tim Ditjen masih menyelidiki kasus ini.

"Begini. Handphone di dalam lapas itu sudah melanggar ketentuan. Itu saja. Nggak usah kita bicara wifi dan satelit dan sebagainya dulu,” tukasnya.

Dia hanya memastikan bahwa dugaan penyelewengan penggunaan wifi itu menjadi salah satu yang diselidiki oleh tim internal Ditjen PAS. “Begitu ada info kita langsung quick respons, respons secepatnya, terhadap permasalahan nasional sudah kita tangani. Jadi sudah ada tim dari Ditjen Kantor Wilayah, melakukan pemeriksaan terhadap dugaan adanya penyimpangan-penyimpangan,” jelas dia.

Syarpani menambahkan, Aseng yang kedapatan menyimpan ponsel di selnya dikenai sanksi disiplin sesuai UU Nomor 12 Tahun 1995 Pasal 47 ayat 1 huruf A dan B. Aseng ditempatkan di sel isolasi selama 12 hari dan bisa diperpanjang. Hak-hak Aseng, seperti remisi dan kunjungan keluarga juga dicabut untuk waktu yang tak ditentukan.

Saksikan video menarik di bawah ini:

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.