Sukses

Penjelasan Rachmawati soal Aliran Dana Dugaan Makar Rp 300 Juta

Rachmawati Soekarnoputri membenarkan bahwa dirinya pernah memberikan dana Rp 300 juta kepada tersangka lain, Alvin Indra.

Liputan6.com, Jakarta - Tersangka kasus dugaan makar Rachmawati Soekarnoputri membenarkan bahwa dirinya pernah memberikan dana Rp 300 juta kepada tersangka lain, Alvin Indra. Namun Rachmawati membantah jika dana tersebut ditujukan untuk menumbangkan pemerintahan Jokowi-JK.

Juru bicara Rachmawati, Teguh Santosa mengatakan, dana tersebut diberikan kepada Alvin selaku pentolan ormas Gerbang Nusantara untuk operasional penyerahan petisi kembali ke UUD 1945 yang asli di Gedung DPR-MPR pada 2 Desember 2016. Gerbang Nusantara sendiri memiliki kesamaan misi untuk mengembalikan UUD 1945 ke bentuk asli.

"Mbak Rachma sudah berkali-kali menyampaikan hal ini secara terbuka. Bahwa uang tersebut akan digunakan untuk keperluan logistik aksi menyerahkan petisi kembali ke UUD 1945 yang asli,” ujar Teguh dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Selasa (10/1/2017).

Teguh melanjutkan, Rachmawati telah menyampaikan ke publik seputar dana itu, yakni saat jumpa pers di rumahnya pada 7 Desember 2016. Rachma juga telah menjelaskan ke penyidik seputar dana itu saat menjalani pemeriksaan pada 20 Desember 2016 dan 3 Januari 2017.

"Jangan sampai ada kesan bahwa selama ini Mbak Rachma menutup-nutupi soal itu, dan baru diketahui polisi dari laporan PPATK," tutur dia.

Teguh menjelaskan bahwa Gerbang Nusantara merupakan organisasi yang dimotori oleh aktivis-aktivis Partai Pelopor. Partai Pelopor sendiri didirikan oleh Rachmawati pada 2002. Setelah tidak bisa ikut dalam pemilu, sebagian kadernya kemudian mendirikan Gerbang Nusantara.

"Beberapa bulan lalu Gerbang Nusantara meminta Mbak Rachma mendeklarasikan kembali Partai Pelopor. Mbak Rachma bersedia bila memang masih ada kekuatannya. Maka disiapkanlah rencana konsolidasi menjelang deklarasi yang direncanakan tanggal 17 Desember 2016. Salah satu konsolidasi itu berupa aksi menyerahkan petisi kembali ke UUD yang asli tanggal 2 Desember 2016," jelas Teguh.

Teguh menegaskan, waktu penyerahan petisi ke DPR sudah jauh-jauh ditentukan, yakni 2 Desember 2016. Pemilihan tanggal itu jauh sebelum rencana Aksi Bela Islam Jilid III ditetapkan berlangsung pada 2 Desember. Sebab, sebelumnya Aksi Bela Islam Jilid III bakal dilaksanakan pada 25 November 2016.

Dengan begitu, Teguh membantah jika penyerahan petisi di Gedung DPR-MPR itu sengaja dibarengkan dengan aksi super damai 212. Apalagi dituding memanfaatkan massa aksi tersebut.

"Rencana aksi menyerahkan petisi ini juga sudah disampaikan ke pihak Polda Metro Jaya dua hari sebelumnya. Dalam pemberitahuan digunakan nama Gerakan Selamatkan NKRI yang sejak tahun 2015 sudah berkordinasi dengan pimpinan MPR RI mengenai penyerahan petisi kembali ke UUD 1945 yang asli," ujar Teguh.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini