Sukses

Dimyati DPR Minta KPK Usut Suap Proyek Bakamla Sampai ke Akar

Anggota Komisi I DPR Ahmad Dimyati Natakusumah mengatakan, suap di Bakamla melibatkan beberapa instansi terkait.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan empat tersangka, dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu 14 Desember kemarin. Di antaranya, Deputi Informasi, Hukum dan Kerjasama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi (ESH).

Sebagai mitra kerja Bakamla, Komisi I DPR menilai tidak aneh penangkapan tersebut. Anggota Komisi I DPR Ahmad Dimyati Natakusumah mengatakan, tidak menutup kemungkinan praktik suap terjadi di tubuh Bakamla.

"Saya tidak aneh, ya. Saya sampaikan berkali-kali ada penjarahan uang negara (di Bakamla)," kata Dimyati di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (15/12/2106).

Menurut Dimyati, Eko tidak bermain sendiri dan melibatkan beberapa instansi terkait. Sebab, tidak akan terjadi praktik suap di Bakamla jika tidak ada birokrasi terkait yang ikut terlibat.

"Tidak sendiri, kadang-kadang dengan si pemilik barang 'bermain', dengan pengusaha, dengan cukong. Ada instansi Kepolisian dan Kejaksaan, tapi masih banyak yang bersih," kata dia.

"Nah, oknumnya itu yang saling mendukung (praktik suap). Ini 'main' tiga kaki selain cuma di birokrasinya," sambung Dimyati.

Untuk itu, politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini mendukung KPK, untuk mengusut tuntas sampai akar-akarnya praktik suap di Bakamla, agar negara tak lagi dirugikan.

"Harus tuntas, ini karena tak hanya Bakamla yang main," Dimyati menandaskan.

KPK menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap proyek pengadaan monitoring satelit di Bakamla yang dibiayai APBN-P 2016‎.

Keempatnya, yakni Deputi Informasi‎ Hukum dan Kerja Sama sekaligus Pelaksana Tugas (Plt) Sekretaris Utama Badan Keamanan Laut (Bakamla) Eko Susilo Hadi, dua pegawai PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Muhammad Adami Okta dan Hardy Stefanus, serta Direktur Utama PT MTI Fahmi Darmawansyah.

Sebagai penerima suap, Eko diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).

Sementara, Adami, Hardy, dan Fahmi dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 5 ayat 1 ‎huruf b atau Pasal 13 UU Tipikor.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini