Sukses

Menyambut September Hitam

Peristiwa kelam hadir pada September ini beberapa puluh tahun lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Peristiwa kelam hadir pada September ini beberapa puluh tahun lalu. Inilah yang mengilhami sejumlah pegiat HAM di Indonesia dalam Gema Demokrasi menggelar September Hitam.

Perwakilan Gema Demokrasi, Asep Komaruddin, mengatakan banyak tragedi pelanggaran HAM yang terjadi pada September. Sebut saja, pembunuhan terhadap enam jenderal dan seorang perwira pada 30 September.

"Pada September pula, korban bersama keluarganya dan masyarakat mengingat terjadinya pelanggaran HAM lainnya seperti Peristiwa Tanjung Priok tahun 1984, Peristiwa Semanggi II tahun 1999, Pembunuhan Munir tahun 2004, dan beberapa pelanggaran HAM lain mulai dari Aceh sampai Papua dengan pola yang terus berulang hingga kini," ucap Asep di Jakarta, Minggu 4 September 2016.

Menurut dia, belum tuntasnya penegakan keadilan atas kasus pelanggaran HAM masa lalu tersebut mempengaruhi kehidupan demokrasi di Tanah Air. Dia mengakui pemerintahan Jokowi-JK telah berkomitmen untuk menyelesaikan pelanggaran HAM masa lalu secara berkeadilan dalam visi-misi Nawacita dan RPJMN 2015-2019.

"Presiden juga menyampaikan komitmen serupa dalam pidato peringatan hari HAM Internasional 2014 dan 2015. Namun hingga kini komitmen tersebut belum terwujud," ungkap Asep.

Aktivis Gema Demokrasi lainnya, Aryo Wisanggeni, menilai rangkaian peringatan September Hitam, sebagai sebuah inisiatif untuk membuka ruang pendidikan publik tentang berbagai kasus pelanggaran HAM masa lalu. Juga tentang berbagai praktek pembungkaman demokrasi yang berlangsung.

Maka itu, dia berharap dengan adanya September Hitam, para aktivis dapat menggalang dukungan rakyat untuk mendesak negara dan Pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla segera mengambil langkah penyelesaian. Tentunya, penyelesaian kasus pelanggaran HAM masa lalu yang mengacu pada UUD 1945 dan mandat kebangsaan sebagaimana dituangkan dalam Ketetapan MPR.

"Selain itu, memperlihatkan seluas-luasnya pada khalayak bahwa hak-hak berekspresi dalam ruang demokrasi, dapat berlangsung tanpa diskriminasi sebagai upaya membuka ruang publik untuk mengetahui berbagai isu HAM dan demokrasi," tandas Asep.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.