Sukses

Cari Bukti Tambahan, KPK Geledah Kantor PN Bengkulu

Penggeledahan yang dilakukan KPK untuk memperdalam alat bukti terkait OTT untuk dibawa ke Jakarta.

Liputan6.com, Bengkulu - Satgas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Pengadilan Negeri Kota Bengkulu yang juga berfungsi sebagai Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. KPK ingin mencari alat bukti tambahan dalam kasus korupsi yang melibatkan hakim di pengadilan tersebut.

Sebanyak 8 orang yang menggunakan rompi bertuliskan KPK melakukan penggeledahan awal di ruang kerja Hakim Tipikor dengan pengawalan aparat bersenjata lengkap dari Satuan Anti Bandit dan Huruhara Polda Bengkulu.

Usai memeriksa ruang kerja Hakim Tipikor, satgas KPK membawa dua kotak yang diduga berisi dokumen dan langsung memasukkannya ke dalam kendaraan jenis Toyota Innova.

Setelah menggeledah ruang kerja Hakim, tim Satgas menuju ruang panitera yang dan membuka laci meja dan lemari yang digunakan panitera pengganti Badaruddin Bachsin atau Billy bekerja. Dari ruangan ini KPK juga membawa beberapa barang yang diduga berisi dokumen terkait Operasi Tangkap Tangan pada Senin 23 Mei 2016.

Humas Pengadilan Negeri Kota Bengkulu, Jonner Manik, saat dikonfirmasi tidak mau berbicara banyak. Dia hanya mengatakan penggeledahan yang dilakukan dalam rangka memperdalam alat bukti terkait OTT untuk dibawa ke Jakarta.

"Kita hanya bisa melihat, pada Senin malam lalu mereka juga sudah melakukan penyegelan terhadap meja kerja dan lemari yang digeledah hari ini," singkat Jonner Manik.

Dua hakim tipikor dari Bengkulu, yakni Janner Purba dan Toton, resmi jadi tersangka oleh KPK. Keduanya jadi tersangka karena diduga menerima suap dari dua orang terdakwa pada perkara yang tengah ditangani.

Perkara dimaksud, yakni dugaan korupsi honor Dewan Pembina Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu yang disidang di Pengadilan Tipikor Bengkulu. Duduk sebagai tersangka adalah mantan Kepala Bagian Keuangan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Syafri Syafii, dan mantan Wakil Direktur Keuangan RSUD Dr Muhammad Yunus Bengkulu, Edi Santroni.

"(Suap) diberikan dengan maksud untuk mempengaruhi putusan," ujar Pelaksana Harian Kepala Biro Hubungan Masyarakat KPK, Yuyuk Andriati, Jakarta, Rabu 25 Mei 2016.

Menurut dia, 'mempengaruhi' yang dimaksud adalah agar Syafri dan Edi diputus bebas oleh hakim Pengadilan Tipikor Bengkulu, Janner dan Toton.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini