Sukses

Genderang Perang Jokowi untuk Para Penjahat Seksual

Sebagian penyintas kejahatan seksual tak pulih total, bahkan ada yang trauma seumur hidupnya.

Liputan6.com, Jakarta - Kasus Yuyun yang menohok nurani memecah gunung es kejahatan seksual di sekitar kita. Sejumlah korban di kota-kota berbeda akhirnya bersuara menuntut keadilan. Bagi mereka yang terbunuh sia-sia, ada pihak lain yang terus menyalak menuntut bayaran setimpal dari para penjahat seksual.

Khusus kasus Yuyun, vonis 10 tahun yang dijatuhkan pada tujuh terdakwa yang masih anak-anak itu dianggap tak cukup berefek jera. Utamanya kepada para warga di kampung Yuyun, bocah perempuan yang tewas akibat pemerkosaan dan pembunuhan 14 orang. Budaya kekerasan akan terus ada sepanjang pangkal masalah tidak diatasi.

Di sisi lain, sanksi negara kepada para penjahat seksual dinilai tak sepadan dengan tindakan brutal yang dialami korban. Kasus bocah LN (2,5) di Bogor menjadi cerminan bagaimana manusia yang dianugerahi akal bisa lebih rendah derajat nya dari binatang.

Keluguan LN dimanfaatkan Budiansyah (26) menyalurkan nafsu bejatnya. LN dibunuh dan jenazahnya diletakkan di lemari selama dua hari. Untuk menutupi perbuatannya, Budiansyah pura-pura bersimpati dengan ikut mencari. Namun, endusan anjing pelacak mampu menguak bau busuk yang diembuskan si penjahat seksual.

Sebelum kasus LN mencuat, ada pula kasus gadis Manado yang digantung sejak Januari 2016 lalu. Ia dicekoki narkoba dan dicabuli 19 lelaki di dua tempat berbeda. Kasus itu akhirnya mendapat atensi setelah keluarga menggelar jumpa pers. Belakangan, polisi yang gerah menyuruh keluarga gadis Manado tutup mulut kepada media.

Kejahatan seksual tidak hanya menyakiti fisik korban. Trauma yang dialami korban merusak mental dan psikologi korban berkepanjangan. Sebagian penyintas tak pulih total, bahkan ada yang trauma seumur hidupnya.

Saking merusak nya, Presiden Joko Widodo sampai menyebut kejahatan seksual terhadap anak sebagai kejahatan luar biasa. Level nya berarti sama dengan korupsi, narkoba, dan terorisme. Presiden pun menabuh genderang perang kepada para penjahat seksual.

"Saya ingin agar ini menjadi sebuah kejahatan luar biasa sehingga penanganan nya juga penanganan dan tindakan luar biasa," ujar Jokowi ketika membuka sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa, 10 Mei 2016.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sepakat Hukuman Diperberat


Sebelum mengumumkan maklumat, para menteri menggelar rapat koordinasi yang dipimpin Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Puan Maharani terkait rencana penerbitan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) tentang Perlindungan Anak.

Rakor dihadiri Menkumham Yasonna Laoly, Menteri Kesehatan Nila F Moeloek, perwakilan dari Kementerian Agama, Kementerian Sosial, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kementerian PPPA) dan Polri.

"Semua Kementerian/Lembaga sudah sepakat bahwa akan diberikan pemberatan hukuman maksimal kepada para pelaku pemerkosaan atau pencabulan," ujar Puan mengenai hasil rakor di kantornya, Selasa (10/5/2016).

Selain pemberatan kepada pelaku, rakor juga menyepakati publikasi identitas penjahat seksual kepada masyarakat umum. Publikasi identitas itu diharapkan memberi efek jera pelaku karena mendapatkan hukuman sosial.

Meski diberi pemberatan hukuman dan hukuman sosial, penjahat seksual itu akan tetap diberikan pendampingan selama menjalani masa hukuman. Langkah itu dimaksudkan untuk menyadarkan penjahat seksual.

Menkumham Yasonna Laoly menambahkan, hasil rakor disampaikan kepada Presiden Jokowi untuk kemudian dibahas di rapat terbatas. Ada beberapa poin yang belum sepenuhnya diputuskan dalam rakor. Salah satunya menyangkut penggunaan zat kimia atau kebiri kimia bagi pelaku asusila.

"Ada faktor-faktor negatif yang belum dapat kita putuskan kesempatan ini. Ada dokter ahli kejiwaan, ahli andrologi, bahwa mereka melihat ini bukan hal yang tepat," kata dia.

Kemenkumham juga mempertimbangkan perspektif HAM berikut kemungkinan Perppu nantinya diuji di Mahkamah Konstitusi setelah diundangkan pemerintah. Berbagai perspektif itu dimatangkan lebih lanjut dalam rapat terbatas.

3 dari 3 halaman

Sanksi Kebiri


Pemerintah akhirnya memilih opsi mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) mengenai perlindungan kejahatan seksual anak. Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Puan Maharani mengatakan perppu telah disetujui Presiden Jokowi dan akan diberlakukan secepatnya.

"Dalam ratas yang tadi dipimpin presiden, diputuskan bahwa berkaitan dengan perlindungan kekerasan seksual anak, akan dikeluarkan segera perppu," ujar Puan di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu, 11 Mei 2016.

Menurut dia, perppu tersebut nanti akan menjadi landasan pemberlakuan pemberatan hukuman bagi penjahat seksual.

"Akan ada salah satu hal berkaitan dengan hukuman pokok, yaitu bisa menjadi hukuman maksimal 20 tahun. Lalu, ada hukuman tambahan yang mungkin kebiri atau mungkin juga diberikan chip kepada pelaku untuk bisa dipantau," ujar Puan.

Selain hukuman kebiri dan pemberian chip, perppu juga menjadi landasan penambahan hukuman berupa publikasi identitas pelaku kejahatan seksual secara masif. Namun, kata Puan, pemberlakuan itu masih dalam tahap kajian teknis.

Puan menambahkan, penerbitan Perppu Kejahatan Seksual terhadap Anak ini merupakan bentuk komitmen pemerintah dan pernyataan Jokowi yang menyebut kejahatan seksual sebagai bentuk kejahatan luar biasa.

"Atau komitmen presiden dan pemerintah bahwa tindak pelaku kekerasan seksual terhadap anak adalah kejahatan luar biasa, yang tentu saja kami mengutuk, bahwa kekerasan itu hukumannya harus bisa memberikan efek jera," pungkas Puan Maharani.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini