Sukses

Eks Menteri BUMN: Tidak Ada Negosiasi Soal Menara BCA

Mantan Menteri BUMN mengatakan tidak ada pembicaraan dan negosiasi atas pembangunan 2 gedung itu.

Liputan6.com, Jakarta - Kejaksaan Agung memeriksa mantan Menteri BUMN Laksamana Sukardi sebagai saksi dalam kasus dugaan pelanggaran kontrak pembangunan Menara BCA. Menteri era Presiden Megawati Soekarnoputri itu mengatakan PT Hotel Indonesia Natour (HIN) sebagai BUMN tidak pernah melapor tentang pembangunan kedua gedung tersebut.

"Setelah itu tidak dilaporkan oleh direksi HIN," ujar Sukardi di Kejagung, Jakarta, Selasa 1 Maret 2016.

Menurut dia, harusnya ada perhitungan kompensasi ke PT HIN dengan hitungan nett present value dan preview tahunan terkait pembangunan gedung perkantoran dan apartemen tersebut.

Dia mengatakan tidak ada pembicaraan dan negosiasi atas pembangunan 2 gedung itu. "Seingat saya belum ada," kata Sukardi.

Kesepakatan awal dalam kontrak, lanjut dia, hanya ada pembangunan 2 mal, 1 hotel, dan sebuah lahan parkir.

Namun, dia enggan disebut Kementerian BUMN kecolongan dalam kasus ini. "Saya tidak bilang begitu. Tapi tidak ada LP (laporan polisi) dan permintaan persetujuan (perpanjangan kontrak).

Sebelumnya, negara berpotensi rugi triliunan rupiah akibat murahnya sewa dan pelanggaran kontrak yang dilakukan oleh pengelola Hotel Indonesia dan pusat perbelanjaan Grand Indonesia yaitu PT Grand Indonesia, anak usaha PT CKBI. PT CKBP ditunjuk sebagai pengelola Hotel Indonesia sejak memenangi tender Build, Operate, Transfer (BOT) hotel itu pada 2002.

Kerja sama operasi pengelolaan Hotel Indonesia diteken PT HIN sebagai perwakilan pemerintah, dengan PT CKBI dan PT Grand Indonesia pada 13 Mei 2004. PT Grand Indonesia dibentuk PT CKBI untuk mengelola bisnis bersama Hotel Indonesia.

Komisaris PT Hotel Indonesia Natour, Michael Umbas menilai ada beberapa fakta janggal yang didapatinya semenjak duduk sebagai Komisaris PT HIN pada November 2015.

Pada kontrak BOT yang diteken PT Hotel Indonesia Natour dengan PT Cipta Karya Bersama Indonesia (CKBI)/PT Grand Indonesia (GI), disepakati 4 objek fisik bangunan di atas tanah negara HGB yang diterbitkan atas nama PT GI.

Namun, dalam berita acara penyelesaian pekerjaan tertanggal 11 Maret 2009, ternyata ada tambahan bangunan yakni gedung perkantoran Menara BCA dan Apartemen Kempinski. Padahal kedua bangunan ini tidak tercantum dalam perjanjian BOT dan belum diperhitungkan besaran kompensasi ke PT HIN.

Kondisi ini menyebabkan PT HIN kehilangan memperoleh kompensasi yang lebih besar dari penambahan 2 bangunan yang dikomersilkan tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini